Pemahaman yang Diubahkan — Konvensi Nasional Reformasi 500, Semarang
Oleh: Hilda
Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan ikut Grand Concert Tour Jakarta Simfonia Orchestra yang diadakan di Solo. Saya sangat terkesan dengan pribadi Pdt. Stephen Tong yang sangat mengapresiasi musik serta cara beliau memanfaatkan setiap kesempatan untuk memberitakan Injil. Muncullah ketertarikan saya untuk mengenal lebih dalam tentang pengajaran reformed dan bagaimana pengajaran tersebut dapat mengubahkan pribadi dan sudut pandang beliau. Berangkat dari rasa penasaran tersebut, Tuhan menjawab doa saya. Saya diberi kesempatan bersama Ibu Yulia, Aji, dan Maskunarti untuk mengikuti acara Konvensi Nasional Reformasi 500 — “Reformasi dan Dinamika Sejarah” yang diadakan di Hotel UTC, Semarang.
Acara dibuka dengan kebaktian yang dipimpin oleh Pdt. Stephen Tong. Beliau menceritakan bahwa Semarang adalah kota tempat beliau mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang pertama, yaitu 66 tahun yang lalu. Sekarang Semarang dipilih untuk menjadi salah satu tempat memperingati 500 Reformasi. Semangat beliau saat ini tetap sama seperti 66 tahun yang lalu. Kiranya semangat ini membakar kembali semangat gereja untuk tetap setia kepada firman Tuhan.
Ada dua poin penting yang dikerjakan oleh Reformasi. Pertama, Tuhan merobohkan sistem gereja yang salah melalui pelayanan Martin Luther. Kedua, Tuhan membangun kembali sistem gereja yang benar melalui pelayanan John Calvin.
Sesi 1 dan 2 dibawakan oleh Pdt. Jimmy Pardede yang membahas tentang Soli Deo Gloria (Kemuliaan Hanya bagi Tuhan) dan Fungsi Gereja di Dunia. Pada zaman Marthin Luther, gereja mengajarkan bahwa Allah adalah hakim yang menghukum dan pemberi surga. Luther menentang konsep ini karena ia tahu bahwa Tuhan yang dikenalnya adalah Tuhan yang justru ingin dekat dan mengenal manusia lebih dari keinginan manusia untuk dekat kepada-Nya. Kedekatan inilah yang menghasilkan pertobatan, yang akan memampukan kita memaknai kemuliaan Allah yang tertinggi, yaitu menjadi yang terendah dengan mati di kayu salib. Saat itu, gereja yang seharusnya bertugas menyatakan Kristus di tengah-tengah jemaat malah sibuk mengurus soal materi duniawi.
Sesi 3 dan 4 dibawakan oleh Pdt. Ivan yang membahas tentang bagaimana Reformasi Protestan muncul dan bagaimana dampak sosialnya. Reformasi lahir karena adanya keresahan yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam diri orang-orang yang setia kepada Tuhan terhadap penyelewengan yang dilakukan oleh gereja dalam pengajaran dan praktiknya. Munculnya teknologi mesin cetak juga semakin mempermudah viralnya semangat perubahan sehingga semakin banyak jemaat yang menyerukan “REFORMASI!” Ketika anak-anak Tuhan mencintai Tuhan dengan mengerti firman-Nya, dunia akan diubahkan. “Gereja yang ber-impact” inilah tujuan utama Reformasi. Reformasi gereja tidak hanya berdampak pada gereja, tetapi juga dunia. Reformasi telah memengaruhi cara manusia bersikap terhadap dunia, etika kerja, supremasi hukum, demokrasi, kesetaraan, dan desentralisasi kekuasaan dll.
Pada sesi 5 dan 6, kami sempat dibuat tegang dengan pembahasan yang dibawakan oleh Pdt. Agus Marjanto karena beliau begitu berapi-api. Topik yang dibawakannya adalah Sola Scriptura (Only the word of God) dan Sola Christus (Only Christ). Berkali-kali beliau menegaskan bahwa isu sesungguhnya dari reformasi adalah pentingnya kata SOLA (Only). Gereja pada zaman Martin Luther mengakui Alkitab sebagai otoritas kebenaran, dan Kristus sebagai Juru Selamat. Namun, gereja tidak mengakui bahwa Alkitab adalah satu-satunya otoritas bagi iman dan hidup orang Kristen. Gereja mengajarkan Alkitab tidak cukup. Karena itu, perlu ditambah dengan tradisi (banyak aturan gereja). Reformasi menegaskan bahwa karya Kristus telah sempurna dan satu-satunya untuk menyelamatkan manusia dari hukuman dosa dan Alkitab adalah satu-satunya otoritas final.
Kemudian, sesi 7 oleh Pdt. Antonius Un yang membahas tentang Sola Gratia (Hanya oleh Anugerah). Ada tiga aspek anugerah, yaitu anugerah kasih Kristus yang datang untuk mati menanggung dosa manusia, anugerah kasih Bapa yang merelakan Anak-Nya Yang Tunggal itu, dan anugerah kasih Roh Kudus yang dengan sabar membuka hati manusia untuk menerima keselamatan. Sesi 8 dilanjutkan dengan nonton bersama film kisah pertobatan Martin Luther yang memperjuangkan reformasi gereja dan penerjemahan Alkitab dalam bahasa Jerman.
Saya bersyukur bisa mengikuti dan belajar banyak dari Konvensi 500 Tahun Reformasi ini. Saya menyadari bahwa pemahaman tentang doktrin gereja saya sangatlah dangkal.Belajar dari sikap Luther, saya perlu lebih kritis terhadap pengajaran gereja, “Apakah gereja saat ini masih setia pada Alkitab?” Saat ini, gereja sebenarnya juga sedang menghadapi isu-isu yang sama, tetapi dengan kemasan “kekinian”. Aplikasi yang paling praktis bagi saya adalah mendekat kepada Tuhan dengan menikmati firman-Nya sehingga saya tidak lagi diombang-ambingkan angin pengajaran. Ayo lahirkan reformasi baru! Tuhan Martin Luther adalah Tuhan kita juga! Ia bisa memakai kita seperti Ia telah memakai Luther!
Semoga tulisan saya ini dapat membangkitkan semangat dan menjadi berkat bagi pembaca setia Blog SABDA. Soli Deo Gloria!
Cetak tulisan ini
Leave a comment