Menjadi Mentor bagi Para Magang
Oleh: Okti
Saya tidak ingat kapan tepatnya, yang jelas sekitar akhir Agustus ketika Bu Yulia mengatakan bahwa saya, Evie, dan Santi, akan menjadi mentor bagi mahasiswa UKSW yang akan magang di Yayasan Lembaga SABDA (YLSA). “Tugas kalian adalah membantu mahasiswa magang terkait dengan tugas-tugas atau kesulitan yang mereka hadapi,” begitu kira-kira kata Bu Yulia saat menjelaskan apa peran kami sebagai mentor. Hmm, tugas yang cukup menarik dan lumayan menantang sepertinya. Saya mengangguk meski belum punya bayangan apa pun yang terkait dengan tugas mentor ini.
Awal September, mahasiswa magang pun datang. Mereka terdiri dari lima orang — dua orang dari Jurusan Penerjemahan, Manda dan Dita, dan tiga orang dari Jurusan Penulisan Kreatif, Jessica, Lidya, dan Rian. Saya ditunjuk menjadi mentor dari Jessica dan Lidya, Santi menjadi mentor Manda dan Dita, sedangkan Evie menjadi mentor dari Rian. Pada hari pertama di YLSA, kelimanya langsung mendapat briefing dan orientasi tentang YLSA, tugas, aturan, serta hal-hal yang terkait dengan keberadaan mereka selama magang di YLSA. Mereka juga diberi kesempatan untuk menceritakan tentang talenta atau passion yang mereka miliki, sebagai modal bagi kami untuk mengetahui tugas-tugas apa yang bisa diberikan dan dikembangkan atau digunakan dalam pelayanan selama mereka berada di YLSA. Profiling kemampuan, istilah kerennya. Setelah proses awal itu dilakukan, hari-hari bersama mahasiswa magang pun dimulai di kantor Griya SABDA.
Menerjemahkan, menulis, mencari bahan, rekaman audio dan video, membuat script, orientasi dan training, bergabung dalam komunitas YLSA, PA, presentasi kelompok, stand up meeting, mentoring, evaluasi, adalah tugas-tugas yang kemudian mewarnai hari-hari “magangs” — begitu kami menyebut mereka — selama dua bulan. Lalu, dalam proses mentoring yang diadakan seminggu sekali bersama mentor masing-masing, mereka diberi kesempatan mengemukakan kesulitan atau hambatan yang ditemui selama menjalankan tugas-tugas mereka. Sebagai mentor, kami siap sedia membantu dan memberi pengarahan agar mereka dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dengan baik, bukan hanya dari segi teknis dan pengetahuan teori serta praktik, melainkan juga dalam memberi semangat dan nasihat.
Satu atau dua kali, tentu ada teguran yang diberikan saat proses stand up setiap pagi atau saat mentoring dan evaluasi. Berisik saat jam kerja, kurang tepat dalam mengerjakan tugas, tidak mengikuti arahan, atau belum mengumpulkan tugas menjadi alasan teguran diberikan. Selebihnya, kami lebih banyak memberikan masukan atau saran kepada mereka semua. Tidak sulit bekerja sama dengan mereka. Menyenangkan ternyata, karena semua bersikap kooperatif dan positif dalam menerima tugas, masukan, arahan, bahkan teguran yang diberikan. Hasil pekerjaan mereka pun semakin baik seiring dengan berjalannya waktu, dan keluhan yang pada awalnya sering diutarakan, lama-lama kian jarang didengar oleh para mentor.
Hubungan anak-anak magang dengan semua staf YLSA juga terjalin dengan baik. Rasanya, hari-hari di Griya SABDA yang biasanya tenang jadi ramai dan heboh karena mereka. Tidak selalu karena suara mereka saja sih. Suara dua kipas angin yang selalu menyala sejak mereka datang rupanya juga punya kontribusi yang besar dalam menyumbang keramaian di kantor selama hari-hari yang panas itu. Lalu, celetukan-celetukan seperti, “Kak Ody terbaik,” “Sore, Kak,” (padahal masih siang), “Sip, Kak,”, “Stand up, stand up …”, “Internetnya lemot, Kak,” adalah kalimat-kalimat yang akrab di telinga kami dalam dua bulan tersebut.
Menjalani hari-hari di YLSA tentu merupakan pengalaman berharga yang bisa didapatkan oleh semua mahasiswa magang. Selain belajar secara nyata, tentang bagaimana menghadapi dunia kerja dan pelayanan, mahasiswa magang juga mendapat banyak pembelajaran serta proses pembentukan di YLSA. Bertumbuh secara rohani dan mental serta bertambah terampil dan berwawasan adalah satu sisi. Di atas semua itu, mengambil bagian dalam pelayanan Tuhan dan menjadi berkat adalah privilege yang mungkin tidak akan didapatkan di tempat magang lain. Bagi saya sendiri, bisa dipanggil “Kak Okti” dan menjadi Kakak buat mereka selama dua bulan belakangan ini adalah pengalaman yang menyenangkan dan penuh dengan senyum. Dengan perkataan lain, lebih banyak suka daripada dukanya.
So, good job, magangs! Keep your spirit in God, and have a blessed future ahead. We’ll miss your noisy voice. 🙂
Cetak tulisan ini
Leave a comment