Pengalaman Mengikuti Seminar “Gereja Misi Dunia”
“Yulia sedang cari you. Saya pikir, dia punya sesuatu yang pasti you akan suka.”
Mendengar pernyataan tersebut, saya langsung bergegas menemui Ibu Yulia untuk menanyakannya. Ternyata, benar saja, beliau menawarkan sebuah kesempatan yang bagi saya tidak ternilai harganya: menjadi salah satu penerjemah dalam acara seminar misi di Yogyakarta. Itu sama sekali di luar dugaan saya; tentu saja ini kesempatan yang tidak akan saya lewatkan! Tanpa berpikir panjang, saya pun langsung menerima tawaran tersebut. Dan, sebagai persiapan untuk itu, beliau memberikan saya softcopy dari buku World Mission Church (Gereja Misi Dunia) yang pengarangnya akan menjadi salah satu pembicara utama dalam seminar misi tersebut.
Demikianlah secuplik adegan yang menjadi prolog dari seluruh rangkaian episode yang akan saya tulis kali ini, yaitu tentang pengalaman saya mengikuti seminar misi di Yogyakarta pada 9 — 10 Maret 2017 silam. Seminar misi ini sebenarnya bukanlah acara tersendiri, melainkan bagian dari acara rapat tahunan sinode Gereja Kristen Alkitab Indonesia (GKAI), yang diselenggarakan pada tanggal 8 — 10 Maret 2017 di Villa Taman Eden 2 Kaliurang, Yogyakarta. Tim SABDA yang berangkat ke sana hanya Bu Yulia dan saya.
Singkat cerita, hari yang ditunggu pun tiba. Kami berangkat dari Solo sekitar pukul 08.30 dengan bus dan mampir ke Klaten untuk mengambil cetakan buku terjemahan “Gereja Misi Dunia” untuk dibagikan kepada peserta. Kami tiba di tempat acara, di Villa Taman Eden 2, sekitar hampir pukul 12.00. Setibanya di sana, kami disambut oleh empat orang bule yang tampaknya sudah menantikan kedatangan kami. Mereka adalah Pak Paul Jenks dan istrinya, Ibu Lois Jenks, dari AMG International, dan Ps. David Anderson, pengarang buku World Missions Church yang sudah saya singgung sebelumnya, dan rekannya, Pak Wick Jackson, dari Envoy International. Dua orang yang disebutkan terakhir adalah para pembicara yang akan menyampaikan materi dalam seminar misi nanti.
Setelah berkenalan dan berbincang sejenak dengan keempat orang ini, Bu Yulia dan saya lantas menyiapkan booth dan menata berbagai bahan untuk para peserta — seperti berbagai CD audio Alkitab, DVD Library Anak, traktat pelayanan anak, dll.. Namun, sebelum saya lanjutkan, ada kejadian menarik yang ingin saya ceritakan terlebih dahulu.
Sekitar satu jam sebelum berangkat ke Yogyakarta pagi itu, Pak Paul Jenks menghubungi Ibu Yulia, menginformasikan bahwa ada workbook untuk peserta seminar yang masih perlu diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Akibatnya, pagi itu kami mencoba menerjemahkan sebanyak mungkin isi workbook tersebut sebelum berangkat. Bahkan, dalam perjalanan bus ke Yogyakarta, Ibu Yulia sibuk mengetik dengan laptopnya dan saya dengan ponsel saya, untuk mengerjakan sebanyak yang kami bisa. Namun, karena workbook itu cukup banyak halamannya, maka tidak bisa cepat diselesaikan, bahkan sampai malam kami masih harus bekerja keras sambil menjaga booth dan menjelaskan tentang produk-produk SABDA saat ada yang berkunjung ke booth. Ada juga yang minta diinstalkan aplikasi-aplikasi Android ke ponsel mereka. Sedangkan Ibu Yulia lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruang pertemuan, mengikuti seminar, dan menerjemahkan beberapa sesi untuk para pembicara. Itulah hari pertama.
Pada hari kedua, sesuatu yang tidak terduga terjadi.
Para pembicara, Ps. David Anderson dan Pak Wick Jackson, sepertinya sangat senang jika Ibu Yulia yang menjadi penerjemah mereka. Tetapi masalahnya, Ibu Yulia tidak bisa tinggal lebih lama dan harus pulang siang itu karena harus mempersiapkan roadshow ke Lampung. Singkat cerita, setelah Ibu Yulia pergi, Ibu Lois meminta saya menjadi penerjemah untuk sesi kedua yang akan dibawakan oleh Pak Wick Jackson itu. Semuanya terjadi dengan begitu cepat, dan dalam waktu kurang dari 5 menit, saya sudah berada di samping Pak Wick di depan dengan memegang mikrofon, siap untuk menerjemahkan meski sedikit ragu dan tidak yakin. Namun, dengan pertolongan Tuhan, sesi tersebut bisa berjalan dengan baik dan materi bisa disampaikan seluruhnya kepada para peserta. Saya sangat bersyukur dalam hati.
Seusai sesi, saya juga berkesempatan untuk duduk dan makan bersama-sama dengan mereka dan membicarakan tentang banyak hal, salah satunya tentang apa yang baru saja kita bahas pada sesi sebelumnya, yaitu tentang pelayanan misi jangka pendek. Itu adalah pengalaman yang menyenangkan dan sangat berkesan bagi saya.
Sore harinya, saya harus kembali ke Solo. Saya ikut turun dari villa bersama-sama dengan rombongan Pak Paul, Ibu Lois, Pak David, dan Pak Wick, yang akan pulang ke hotel. Saya memanfaatkan kesempatan untuk berbincang dengan mereka, sekaligus meminta tanda tangan Pak David untuk salinan buku Gereja Misi Dunia yang saya punya. Pada kesempatan itu, Pak Paul juga menawarkan supaya saya menjadi penerjemah lagi untuk mini seminar dengan topik yang sama yang akan diselenggarakan di STT Berita Hidup pada 13 — 14 Maret 2017. Sungguh kesempatan yang tidak ternilai bagi saya. Kemudian, setelah berpamitan dengan keempat orang tadi, saya diantarkan ke dekat bandara untuk bisa naik bus pulang ke Solo.
Sangat senang rasanya bisa turut ambil bagian dalam pelayanan serta mendapatkan pengalaman dan kesempatan yang berharga ini. Terlebih, saya sangat bersyukur karena dipertemukan dengan orang-orang seperti Pak David dan Pak Wick, yang benar-benar memiliki hati untuk misi dunia. Dari pengalaman mereka dan materi yang mereka bawakan dalam seminar ini, saya belajar banyak tentang bagaimana mengambil bagian secara pribadi dan bermakna dalam misi dunia. Kiranya segala sesuatu yang sudah terjadi boleh menjadi jalan bagi kemuliaan Allah untuk dinyatakan melalui umat-Nya. Haleluya!
Cetak tulisan ini
December 4th, 2017 - 11:50
It’s actually a cool and helpful piece of information. I am satisfied that you
shared this useful information with us. Please stay us informed like this.
Thanks for sharing.