YMC dan SABDA di Lampung
Kesempatan ikut pelayanan bareng dengan Pak Hagai dari Iota ProJeCt dalam acara Youth Mission Conference (YMC) di Lampung sangat sayang untuk dilewatkan. Karena itu, saya menyanggupi untuk ikut mengisi di acara YMC dengan alasan: Pertama, misi selalu menjadi jantung Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) dan sejauh ini YLSA jarang ke lapangan. YLSA, yang lebih banyak dikenal di dunia maya sebagai penyedia bahan, termasuk bahan misi, sudah saatnya “turun gunung”, kata pepatah … untuk melihat apakah masih ada yang dibutuhkan teman-teman di lapangan untuk YLSA kerjakan. Kedua, untuk mengenal lebih dekat mitra YLSA yang baru, yaitu Iota ProJect. YLSA menyadari bahwa pelayanan Tuhan akan kuat kalau para pelayan-Nya bersatu, saling menopang, dan menolong. Ketiga, YLSA belum pernah roadshow ke Lampung. Ada rasa penasaran apakah SABDA sudah dikenal di Lampung.
YMC diselenggarakan dalam dua pertemuan; tgl. 9 — 10 Oktober di Tulang Bawang dan 13 — 14 Oktober di Bandar Lampung (ibu kota Provinsi Lampung). Kali ini, saya pergi sendirian untuk berbicara tentang Media dan Teknologi, baik di Tulang Bawang maupun di Bandar Lampung. Lampung adalah kota ketiga di luar Pulau Jawa yang dikunjungi SABDA, setelah Bali dan Palembang. Karena teman-teman Pak Hagai banyak yang berasal dari lulusan Seminari Teologia Baptis Indonesia (STBI), maka kami banyak terlibat dengan pelayanan gereja-gereja Baptis di Lampung, termasuk Rumah Sakit Baptis Imanuel di Bandar Lampung. Tetapi, khusus di Tulang Bawang, mereka bekerja sama dengan gereja-gereja GITJ (Gereja Injili Tanah Jawa).
Kesan pertama saya ketika tiba di Lampung adalah …. “Lho, kok semua orang berbahasa Jawa di sini? Ini Jawa atau Sumatra yo?” Rasanya juga aneh ketika sampai di Tulang Bawang melihat gereja yang sangat megah berdiri di tengah-tengah “desa” dan bertuliskan Gereja Injili Tanah Jawa …. “Ah, lho kok nggak Tanah Sumatra?” Setelah selidik punya selidik, ternyata Lampung menyimpan sejarah yang cukup panjang (50 tahun)… yang bermula dari program transmigrasi pemerintah tahun 60-an dan 70-an …. Bukan hanya bahasa, ternyata makanan Jawa pun lebih populer di Lampung. Boleh dibilang, tradisi Jawa dipelihara lebih ketat di Lampung daripada di Jawa sendiri …. Benar nggak sih?
YMC di Tulang Bawang diadakan 2 hari berturut-turut (9 — 10 Oktober), dihadiri oleh kira-kira 100 remaja-remaja GITJ dari berbagai wilayah, diselenggarakan di GITJ Tirta Kencana. Tidak banyak pemuda yang datang karena pemuda-pemuda Lampung kebanyakan bersekolah keluar kota atau merantau ke Jawa. Target sebenarnya 200-an remaja, tetapi waktu penyelenggaraan bertepatan dengan test tengah semester SMP, jadi banyak orangtua yang tidak mengizinkan anak-anaknya hadir. Acara berjalan baik dan anak-anak cukup antusias mengikuti setiap sesi. Ada beberapa sesi yang dipimpin oleh Bpk. Dr. Bambang Sriyanto, dosen Misiologi dari STBI. Saya secara pribadi bersyukur bertemu dengan Pak Bambang karena bisa berbincang-bincang tentang banyak hal, khususnya tentang pelayanan misi. Selama di Tulang Bawang, saya bermalam di rumah jemaat yang sangat baik menerima saya untuk tidur di rumahnya.
Pada 11 Oktober, hari Minggu, semua anggota tim Pak Haggai diberi tugas untuk berkhotbah di berbagai gereja di sekitar Tulang Bawang, termasuk saya yang mendapat tempat khotbah di GITJ Candra Kencana yang dipimpin oleh Bpk. Pdt. Jedi. Saya bersyukur dapat berbincang dengan Pdt. Jedi setelah kebaktian, bahkan sempat menginstalkan Software SABDA dan memberikan training singkat bagaimana menggunakan Software SABDA kepada Pdt. Jedi dan anaknya. Rupanya SABDA sudah dikenal oleh beliau sebelumnya. Saya berdoa mereka berdua bisa saling belajar sehingga Software SABDA bisa menemani Pdt. Jedi dalam menyiapkan khotbah-khotbahnya. Sorenya, kami menuju ke Gereja Baptis Daya Murni yang dipimpin oleh Pak Eko karena kami akan mengadakan KKR di sana. Walaupun saya tidak banyak terlibat, tetapi saya bersyukur dapat mengenal Pak Eko dan istrinya yang sangat gesit, dan juga salah satu keluarga jemaat tempat saya tinggal malam itu. Keesokan paginya (jam 07.00), kami meninggalkan Daya Murni menuju Kota Bandar Lampung (3,5 jam perjalanan).
Sesampainya di Bandar Lampung, Senin siang, saya menyempatkan diri ke RS Imanuel untuk menyiapkan ruangan yang akan dipakai untuk pelatihan Software SABDA. Ide mengadakan pelatihan ini sebenarnya lumayan mendadak dan muncul saat hari pertama saya datang di Lampung ketika bertemu dengan Pak Soegiarto, Tim Kerohanian RS Imanuel. Ide ini disambut baik, dan Pak Soegiarto berhasil menghubungi 10 hamba Tuhan gereja Baptis yang tertarik ikut pelatihan. Saya bersyukur karena waktu luang saya Selasa pagi (tgl. 13) bisa digunakan dengan baik. Ibu Diah dari RS Imanuel menyediakan tempat yang nyaman dan prasarana yang bagus untuk kami melakukan pelatihan bagi 12 hamba Tuhan gereja Baptis dari jam 08.00 — 11.00 siang. Banyak dari hamba Tuhan ini ternyata sudah mengenal SABDA di internet, tetapi belum Software SABDA-nya. Pelatihan ini membuat mereka kagum dengan kemampuan Software SABDA dan bersyukur mendapat sumber-sumber bahan yang sangat melimpah dari SABDA.
YMC di Bandar Lampung juga diadakan 2 hari berturut-turut (13 — 14 Oktober) mulai siang hari dan dihadiri oleh 150-an remaja dan pemuda dari gereja-gereja Baptis Bandar Lampung dan sekitarnya. Acara diawali dengan KKR di Aula lantai 5, RS Imanuel. Setelah itu, mereka dibawa ke area kamp karena mereka akan menginap di sana satu malam. Malam itu, saya menjadi penerjemah untuk Pak Peter (Ketua pelayanan K-Pact, yang juga menjadi salah satu pembicara YMC). Saya juga membawakan 1 sesi sehabis makan malam dan membagikan brosur Apps4God, aplikasi SABDA Android, dan juga produk-produk SABDA yang lain. Saya agak kaget karena setelah sesi, ada 2 anak remaja yang datang dan minta foto bersama, oh ternyata mereka fansnya SABDA …. Sayang sekali, saya hanya bisa ikut hari pertama saja karena besok pagi-pagi (jam 06.30) harus terbang kembali ke Solo.
Pelayanan ke Lampung lumayan melelahkan. Selain karena udara Lampung yang panas, secara fisik saya juga kurang fit. Puji Tuhan, Dia selalu menjaga saya sehingga saya bisa mengerjakan apa yang bisa saya kerjakan dengan sebaik mungkin. Ada banyak pelajaran yang saya dapatkan; salah satunya adalah pelayanan misi sangat penting dan harus dikerjakan secara strategis untuk menghasilkan hasil yang maksimal. Bersyukur untuk Pak Hagai dan tim yang menerima saya dan menjadikan saya anggota tim tanpa membeda-bedakan. Sempat berbincang-bincang banyak dengan Pak Hagai, terutama untuk pelayanan-pelayanan selanjutnya. “Terus semangat, Pak! Masih banyak pekerjaan yang harus dikerjakan …. Sampai jumpa di pelayanan yang lain.”
Cetak tulisan ini
November 11th, 2015 - 21:09
Rindu melayani dengan yang muda-muda