Blog SABDA
12Mar/152

Pelajaran dari Sesi 3: Seminar “Menjadi Manusia Bintang Lima”

Oleh: Wiwin*

Seminar “Menjadi Manusia Bintang Lima” yang diadakan di Griya SABDA pada tanggal 21 Februari 2015, dibawakan oleh pembicara skala nasional, yaitu Andrias Harefa, BAA BSS.

Sesi ketiga dari seminar ini membahas tentang “problem yang dialami untuk menjadi manusia bintang lima”. Bapak yang telah berhasil membawa putri-putrinya lebih maju dalam “Bible reading” dibanding dirinya sendiri ini, menjelaskan bahwa problem yang menghambat proses menjadi manusia bintang lima adalah “problem identitas”. Problem identitas ini memang cukup signifikan pengaruhnya dalam proses menjadi “manusia bintang lima”. Atas dasar apa/siapa konsep identitas ini dibangun akan menentukan manusia macam apa dia nanti; Tuhan atau dunia?

Masalah dunia kontemporer tentang identitas diri dibagi menjadi enam hal, yaitu:

1. Kompleks Inferioritas
Orang yang berusaha menghidupi jalan cerita orang lain yang ia kagumi dan ia hormati, tanpa menyadari bahwa dirinya berharga dan tidak perlu menjadi orang lain.

2. Kompleks Superioritas
Orang yang berusaha memaksakan cerita hidupnya kepada orang di sekitarnya dan menganggap kisah hidupnyalah yang terbaik sehingga membuat orang di sekitarnya tidak bebas mengaktualisasikan dirinya.

3. “Peer Presure
Adanya tekanan kelompok sehingga seseorang berusaha mengikuti cerita hidup teman-temannya, tanpa menyadari bahwa setiap orang mempunyai kisah hidup dan desain yang berbeda dan unik dari Allah.

4. “Discontentment
Orang yang cenderung merasa bahwa apa yang dimiliki orang lain lebih baik daripada yang dimilikinya sehingga selalu merasa tidak puas. Pepatah “rumput tetangga jauh lebih hijau” telah menjadi sahabat bagi pikiran kebanyakan pribadi seperti ini.

5. “Insecurity
Adanya perasaan tidak aman sehingga orang seperti ini akan selalu merasa terancam dengan keberadaan orang lain yang lebih baik dari dirinya.

6. Heroisme yang Dikuasai Kedagingan dan Hawa Nafsu
Orang yang bertindak seolah-olah menjadi pahlawan, juru selamat bagi orang-orang di sekitarnya. Orang seperti ini cenderung selalu berusaha membuat semua orang senang sehingga ia dapat menuai banyak sanjungan.

Problem-problem identitas ini bisa ditanggulangi dengan memegang prinsip firman Tuhan dalam Markus 1:11: Lalu terdengarlah suara dari sorga: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” Ayat ini adalah jaminan yang Tuhan berikan kepada setiap anak-Nya yang berjuang menjadi manusia bintang lima karena ayat ini berisi pencukupan dari Allah yang akan memuaskan tiga kebutuhan manusia yang paling dasar, yakni:

1. Identitas Diri
Allah dengan jelas mengatakan bahwa kita ini adalah “anak-Nya”. Status sebagai anak Allah tentu saja mengatasi semua status di dunia ini. Masalah identitas diri akan selesai jika seseorang memegang prinsip firman Tuhan ini.

2. Rasa Aman
Allah dengan jelas mengatakan bahwa kita ini “dikasihi-Nya”. Kasih Allah, sang Pencipta langit dan bumi, tentu tidak ada bandingnya. Tidak ada lagi ketidakamanan yang mampu mengusik kita sebagai anak-anak yang dikasihi-Nya.

3. Perasaan Berharga (significant)
Allah dengan jelas mengatakan bahwa Dia “berkenan kepada kita” karena kita telah ditebus oleh karya Anak-Nya. Kalau Allah penguasa langit dan bumi ini berkenan kepada kita, kita tidak perlu minta perkenanan orang lain lagi.

Memegang janji Firman adalah kunci untuk membangun manusia bintang lima. Kita akan memiliki filter yang kuat sehingga tidak mudah mengikuti prinsip-prinsip dunia untuk menyelesaikan problem identitas. Kita tidak akan mengandalkan kekuatan kita sendiri untuk menjadi orang yang sukses. Ukuran sukses dan keamanan kita tidak lagi dengan mendewakan uang, dan kita tidak perlu mengandalkan kekuatan dan keberanian diri untuk mendapatkan rasa aman. Kita tidak perlu terobsesi menjadi pemenang dan penguasa kerajaan dunia supaya kita dianggap berharga. Kita juga tidak perlu menjadi seperti mesin supaya kita dianggap produktif dan kontributif dalam mencapai dan meraih penghargaan dan perkenanan semua orang.

Secara keseluruhan, seminar ini sangat memberkati saya. Bapak Andrias Harefa yang telah dimuridkan ketika berusia 17 tahun itu, berhasil membagikan kebenaran yang patut saya aplikasikan dalam hidup saya. Dari sesi ketiga, saya didorong untuk membereskan problem identitas yang saya alami supaya saya bisa berproses menjadi manusia bintang lima sesuai prinsip kebenaran firman Tuhan. Secara pribadi, saya bersyukur bisa bertemu dan belajar dari hidup beliau, seorang pribadi yang tidak segan menyebut dirinya sendiri sebagai: “Andrias Harefa, BAA BSS”, singkatan dari Bukan Apa-Apa dan Bukan Siapa-Siapa. Ia adalah anak bangsa yang berproses “Menjadi dan Mengajak Orang Menjadi Murid Kristus”.


*Wiwin adalah staf magang YLSA.

Tentang Penulis Tamu

telah menulis 194 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (2) Trackbacks (0)
  1. Saya bersyukur mengikuti seminar Menjadi Manusia Bintang Lima. Bapak Andrias menyampaikan dengan baik dan banyak sekali hal-hal yang saya ingat dan saya berusaha mengaplikasikannya. Teman-teman, ada yang masih ingat g, apa saja 5 kebiasaan Manusia Bintang Lima? 😀

  2. Saya pun senang mendapatkan materi yang dibagikan Bapak Andrias Harefa dalam sesi ketiga ini. Namun, sayangnya… penyampaiannya agak terkesan terburu-buru. Jadi, peserta tidak terlalu banyak mendapatkan penjelasan tambahan mengenai poin-poin yang disampaikan dalam sesi ini.

    Namun demikian, setiap poin memang penting untuk dipahami dan dikupas dalam perenungan pribadi. Jadi, setelah pulang… sempatkan waktu untuk mencernanya ulang. 🙂


Leave a comment

Connect with Facebook

No trackbacks yet.