Alkitab Yang Terbuka, Alkitab Abad ke-22
“Alkitab Abad ke-22” adalah Alkitab yang multi-platform, multi-format, dan sosial. Itulah yang saya tangkap dari presentasi SABDA di Salatiga, pada Kamis, 16 Januari 2014 yang lalu. Kalau cerita ini saya mundurkan sedikit, saya akan mulai dari awal perjalanan kami ke Salatiga.
Beberapa bulan yang lalu, ketika saya (mewakili SABDA) berkesempatan mengikuti sebuah kursus misi intensif di Surabaya, saya berkenalan dengan Mas Edi dari Salatiga. Karena tidak banyak peserta yang berasal dari Jawa Tengah, saya pun segera ‘nyambung’ dengan Mas Edi, dan tidak lama kemudian kami sudah bercakap-cakap menggunakan bahasa Jawa yang ‘medok’. Mengetahui saya dari Yayasan Lembaga SABDA, Mas Edi mengundang kami untuk memberikan presentasi kepada anak-anak muda mengenai visi SABDA dan pengenalan tentang Biblical Computing yang digeluti oleh SABDA. Kami pun setuju. Tak berapa lama kemudian, Mas Edi mengontak kami lagi dan memastikan bahwa pertemuan itu akan diadakan di Salatiga pada bulan Januari 2014.
Staf SABDA yang ditunjuk untuk pergi adalah Khenny, Pak Philip, dan saya. Saya mendapat giliran pertama untuk memperkenalkan organisasi YLSA, visi IT 4 GOD, dan sedikit mengenai produk SABDA, khususnya yang terdapat di dalam DVD Library SABDA Anak 1.2. Khenny mendapat ‘jatah’ menyampaikan visi Alkitab mobile, yang sangat relevan untuk para remaja dan pemuda yang hadir saat itu. Sedangkan, Pak Philip menyampaikan presentasi yang menjadi judul dari blog ini. Persiapan kami lakukan dengan cukup cepat. Akhir dari persiapan adalah makan malam bersama dengan keluarga Bu Yulia. Malam itu kami menggodok lagi persiapan terakhir sebelum berangkat ke Salatiga.
Pada Kamis pagi itu, kami di Salatiga dan bertemu dengan Mas Edi. Kami mendapat waktu 3 jam untuk ‘menularkan’ visi pelayanan SABDA kepada sekitar 100 anak muda dari belasan kota dari seluruh Indonesia. Selain memberikan presentasi, kami juga membuka meja display produk-produk pelayanan YLSA dan meja instalasi aplikasi Alkitab ke HP atau perangkat mobile, baik berupa Alkitab teks maupun Alkitab audio dalam berbagai bahasa.
Ada satu presentasi yang baru pertama kali saya dengar dan saya harap meninggalkan kesan yang dalam di hati para remaja dan pemuda itu, yaitu presentasi tentang Alkitab Abad ke-22 yang dibawakan oleh Pak Philip. Presentasi itu diawali dengan adanya kebutuhan bahwa saat ini perlu ada sebuah terjemahan Alkitab yang modern, mudah dimengerti, dan lengkap di Indonesia. Pak Philip menceritakan bagaimana Yayasan Lembaga SABDA dipercaya oleh Tuhan untuk menyelesaikan Alkitab yang Terbuka (AYT), sebuah terjemahan Alkitab, yang diharapkan setia, jelas, dan relevan. Alkitab abad ke-22 adalah Alkitab yang tidak hanya bisa dibaca saja dengan gadget apa pun, tetapi juga dapat dipelajari/digali dan hasilnya bisa dibagikan kepada orang lain lewat sosial media.
Mengapa disebut “AYT” atau “Alkitab Yang Terbuka”? Disebut “terbuka” karena menyajikan suatu kondisi ketika orang-orang yang memiliki Alkitab ini akan selalu membukanya untuk dibaca dan dipelajari dengan lebih mudah. Lawan dari kata “terbuka” adalah “tertutup”, artinya tidak sedang dibuka/dibaca. “Motto” dari AYT adalah “Setia, Jelas, Relevan”. Apa artinya?
“Setia” berarti terjemahan Alkitab ini didasarkan pada sumber-sumber bahasa asli Alkitab, yaitu Ibrani dan Yunani. Selain itu, terjemahan AYT juga setia pada sejarah terjemahan Alkitab bahasa Indonesia. Fakta mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang paling kaya memiliki terjemahan Alkitab di dunia (di luar bahasa Eropa). Apa yang sudah dilakukan sejak tahun 1629 sampai sekarang oleh Ruyl, Leydekker, Keasberry, Brouwerius, Shellabear, Klinkert-Bode (Terjemahan Lama), LAI (Terjemahan Baru, Kitab Suci Injil (KSI)), Yayasan Kalam Hidup (Firman Allah yang Hidup–FAYH), Yayasasan OBOR (Kitab Suci Komunitas Kristiani–KSKK), dalam menerjemahkan Alkitab-Alkitab merupakan suatu kekayaan yang luar biasa yang tidak mungkin diabaikan. Belum lagi jika ditambah dengan referensi dari Alkitab-Alkitab terjemahan bahasa Inggris dan bahasa suku yang sangat banyak.
“Jelas” berarti enak dibaca dan isinya mudah dimengerti karena menggunakan bahasa Indonesia modern abad ke-21. Perkembangan bahasa Indonesia mau tidak mau mendesak kebutuhan sebuah Alkitab yang mengikuti perkembangan zaman, khususnya untuk kepentingan anak-anak muda yang sulit membaca struktur kalimat dan pilihan kata dalam bahasa Indonesia kuno. Selain itu, AYT bersifat jelas karena menyediakan bahan-bahan pendukung seperti catatan kaki, referensi silang, kamus Alkitab, dan sebagainya sehingga memudahkan pembaca Alkitab untuk mengerti isi Alkitab dengan lebih baik.
“Relevan” artinya AYT relevan dengan teknologi abad ke-21 sehingga AYT tidak hanya bisa dibaca dalam versi cetak, tetapi juga tersedia dalam bentuk multi-platform (versi web, versi mobile, dll.), beragam format (versi digital: teks-gambar-audio-video), dan sosial (dapat dibagikan melalui media sosial dengan mudah). Dengan demikian, AYT menjadi sangat dekat dengan kebutuhan generasi abad ke-21. Edisi digital AYT terintegrasi dengan terjemahan Alkitab dalam berbagai versi, kompilasi kamus Alkitab, Pustaka Terbuka, kompilasi pengantar kitab, leksikon Yunani dan Ibrani, interlinear, ayat paralel, daftar buku: berisi lebih dari ratusan buku Kristen, lebih dari 750.000 referensi silang, dan informasi detail lainnya.
Setelah menyimak presentasi tersebut, saya merasa tidak sabar menunggu agar tim editing AYT dapat segera menyelesaikan AYT beserta infrastruktur pendukungnya, sambil menunggu datangnya abad ke-22. Doakanlah!
Cetak tulisan ini
March 28th, 2014 - 14:49
Alkitab Abad ke-22??
Wah…penasaran ni… Kalau firman Tuhan sudah ada sejak sekarang, tapi bagaimana mengintegrasikan dan mengoptimalkannya di teknologi zaman sekarang, juga dengan jargon versi yang Setia, Jelas, dan Relevan, ini yang bikin penasaran. 😀
Kalau Alkitab ini sudah jadi, kami rindu firman semakin tersebar sehingga semakin banyak masyarakat Kristen Indonesia yang mencintai firman Tuhan, menggali, dan membagikannya kepada orang lain. Ya, mari kita doakan!
May 6th, 2014 - 09:41
Sayangnya, tidak menggunakan sumber dari “textus receptus” yang terbukti konsisten dan tidak ada kesalahan.