Blog SABDA
3Aug/183

Hasil Belajar dari SPIK: “You Are What You Love”

Oleh: *Yunike

Pada 23 Juli 2018, saya bersyukur karena mendapat kesempatan dari Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) untuk mengikuti Seminar Pembinaan Iman Kristen (SPIK) dengan tema “You Are What You Love” di Adhiwangsa Hotel, Solo, oleh Vik. Heru Lin, M.Th.. Awalnya, saya tidak begitu berminat untuk mengikuti seminar. Namun, setelah saya pikir-pikir, mungkin akan ada hal baru yang bisa saya dapatkan dari sana. Sekitar pukul 17.30 WIB, saya berangkat bersama staf SABDA yang lain. Sebelum seminar dimulai, panitia memberi kesempatan untuk peserta menikmati snack yang sudah disediakan. 🙂

Sekitar pukul 19.00 WIB, acara seminar dimulai oleh Vik. Heru Lin, M.Th.. Beliau membuka sesi dengan menjelaskan poin-poin apa saja yang akan dibahas selama sesi, yaitu sifat atau natur manusia, dan tugas manusia maupun tugas gereja. Selama sesi, saya merasa bahwa beliau menyampaikan materi terlalu cepat. Pada awalnya, apa yang disampaikan beliau mengenai sifat dan natur manusia dapat saya pahami. Tujuan manusia ketika diciptakan menurut gambar dan rupa Allah berbicara tentang tugas manusia, sesuai yang tertulis dalam Kejadian 1:26. Yang pertama adalah memelihara ciptaan lain (dominion), lalu yang kedua adalah beranak cucu dan penuhilah bumi (reproduksi). Tuhan ingin manusia menjadi representasi Allah yang berkuasa atas seluruh bumi, menaklukkan bumi bagi Tuhan. Sebagai “image of God“, ada dua kecenderungan dalam manusia berelasi, yaitu sebagai makhluk rasional dan emosional. Sebagai makhluk rasional, manusia pasti tahu alasan mereka menjalankan banyak hal. Beliau memberi contoh kepada peserta, jika diberi pilihan untuk makan nasi setiap hari atau pop corn, manusia pasti akan memilih nasi karena kebutuhan gizi dari nasi lebih diperlukan. Sebagai makhluk emosional, beliau mengaitkan dengan musik. Tanpa mengetahui tangga nada, keteraturannya, maupun struktur musik, manusia tetap dapat menikmati musik. “As long as it feels good,” begitulah beliau mengungkapkan filosofi manusia tentang musik.

Pada bagian selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa manusia tidak hanya makhluk rasional dan emosional, tetapi manusia juga adalah makhluk yang mencintai. Yang menggerakkan manusia melakukan sesuatu bukan hanya apa yang diketahui dan dirasakan, tetapi juga apa yang dicintai. Orang percaya tahu bahwa berdoa, membaca firman Tuhan, dan saat teduh adalah penting. Namun, kalau tidak mencintai Allah, manusia tidak akan melakukannya atau akan melakukan, tetapi dengan terpaksa. Beliau menjelaskan ketika Yesus mulai mencari murid-Nya, Dia berkata dalam versi bahasa Inggris, “What do you want?” Ketika Petrus menyangkal Yesus, dan Yesus kembali bertemu dengan Petrus, Yesus tidak bertanya apakah kamu menyesal, tetapi Yesus bertanya, “Apakah kamu mengasihi-Ku, Petrus?” Ketika Petrus sadar bahwa dia mengasihi Tuhan lebih dari apa yang dimiliki bahkan hidupnya, dia rela melakukan perintah Tuhan hingga mati disalib terbalik. Beliau mengutip Amsal 4:23 yang menjelaskan bahwa kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh hati, di mana hartamu berada (berkaitan dengan mengikut Yesus), di situ pula hati kita juga berada.

Beliau juga menjelaskan, love dan feeling adalah dua hal yang berbeda. Feeling ada saatnya naik dan turun, sedangkan love akan konstan naik. Love adalah habit, sesuatu yang selalu kita lakukan tanpa sadar. Membangun suatu habit (kebiasaan), yaitu dengan belajar dan berlatih. Selain latihan, hal lain yang memengaruhi habit adalah liturgi atau kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang memengaruhi kita tanpa sadar. Tugas gereja adalah mengerjakan liturgi yang membawa nilai-nilai yang berbeda dari dunia.

Dalam perjalanan kembali ke mess, saya kembali merefleksikan apa yang telah disampaikan melalui seminar tadi. Satu pertanyaan yang muncul dalam pikiran saya adalah “Di mana hati saya berada saat ini? Apakah saya akan sangat bersedih ketika saya kehilangan hadirat Tuhan?” Memang sulit untuk terus berkomitmen dan melekatkan hati kita hanya kepada Tuhan. Namun, seperti yang dikatakan Vik. Heru Lin, terus belajar dan berlatih adalah kunci untuk membangun habit atau kebiasaan untuk mencintai Tuhan lebih dari apa pun. Saya bersyukur karena melalui Roh Kudus-Nya, Tuhan mendorong saya untuk mengikuti seminar ini karena ada hal baru yang saya peroleh, yang dapat membuat saya mengerti bahwa “saya adalah apa yang saya cintai”.

Tentang Penulis Tamu

telah menulis 197 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (3) Trackbacks (0)
  1. Progsifnya sangat menarik dan terimakasih atas sharing ya. Gbu

  2. Thank you untuk sharingnya.. Sangat memberkati.


Leave a comment

Connect with Facebook

No trackbacks yet.