Blog SABDA
15Dec/141

YLSA di PPA Sambeng: Remaja dan Media Sosial

Pada tanggal 17 November, tim YLSA mendapat kesempatan pelayanan untuk siswa tingkat SMP di PPA Sambeng, Solo. Dalam surat yang diberikan kepada YLSA, pengurus PPA meminta kami memberikan semacam seminar mini kepada siswa di sana mengenai “Bahaya Media Sosial”. Namun, ketika mempersiapkan materi ini, kami berpikir bahwa kami tidak akan semata-mata membahas bahaya media sosial, tetapi juga menanamkan dalam pikiran mereka bahwa media sosial bukanlah sesuatu yang harus mereka hindari, melainkan harus mereka gunakan untuk memuliakan nama Tuhan dan berguna bagi masyarakat.

Tim dari YLSA yang berangkat ke PPA Sambeng adalah saya, Yans, dan Ade. Saya bertugas untuk menyampaikan materi seminar, Ade sebagai pemandu “ice breaker”, dan Yans menginstal Alkitab dan bahan-bahan lain ke HP para siswa yang hadir. Ada hampir 40 siswa SMP yang hadir sore itu. Beberapa siswa bahkan masih menggunakan seragam sekolah ketika acara dimulai pada pkl. 16.00. Setelah menyanyikan sebuah lagu dan dibuka dengan doa, saya mulai menyampaikan materi. Saya mengawali materi ini dengan memberitahukan posisi mereka dalam dunia digital saat ini. Para siswa SMP ini adalah para “digital native” atau suku asli era digital. Mereka lahir dan berinteraksi dengan peralatan digital. Dalam konteks Indonesia, mereka yang lahir setelah tahun 1990-an sudah bisa disebut sebagai awal generasi digital native, tetapi bila ingin dikatakan sebagai sebuah generasi, mereka yang lahir setelah tahun 2000, merekalah penduduk asli dari sebuah dunia yang disebut dunia digital. Jadi, jika saat ini anak-anak SMP sangat dekat dengan mobile gadget, laptop, medsos, dan apa pun yang berhubungan dengan teknologi digital, hal tersebut merupakan sebuah kewajaran.

Namun, kewajaran itu bisa menjadi sesuatu yang tidak wajar ketika teknologi, terutama media sosial, tidak digunakan dengan bijaksana. Media sosial yang seharusnya bisa menjadi alat bantu bagi mereka untuk berekspresi di era modern ini, bisa menjadi jebakan yang berbahaya. Contohnya adalah ketika media sosial membuat mereka justru menjadi anak-anak yang antisosial dengan lingkungan nyata. Jika dalam dunia maya mereka punya teman yang banyak, belum tentu dalam dunia nyata, mereka punya kemampuan untuk bersosialisasi. Selain itu, media sosial juga bisa membuat mereka menjadi kecanduan sehingga melupakan semua hal yang seharusnya jadi prioritas hidup, seperti belajar, membantu orang tua, dsb.. Jika digunakan dengan sembarangan, melalui media sosial, mereka juga menjadi korban kejahatan, seperti penipuan, pemerasan, “bullying”, fitnah, dsb.. Media sosial juga bisa membawa mereka menjadi remaja-remaja yang konsumtif, materalistis, dan memiliki pandangan hidup yang salah, yang tidak sesuai dengan pandangan hidup orang percaya.

Ya, media sosial bisa berbahaya! Namun, media sosial adalah sebuah kenyataan era ini. Generasi digital native tidak bisa dipisahkan dari media sosial karena itulah dunia mereka. Mereka memang sudah sewajarnya menggunakannya, tetapi harus digunakan dengan sikap dan cara pandang yang benar terhadap media sosial itu sendiri. Kesempatan ini merupakan waktu yang tepat untuk mengajak mereka menggunakan media sosial berdasarkan kebenaran firman Tuhan. Media sosial tidak boleh menjadi segala-galanya dalam hidup mereka karena itu artinya media sosial bisa menggantikan kedudukan Tuhan dalam hati mereka, alias menjadi berhala. Ketika menggunakan media sosial, mereka harus ingat bahwa: “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun (1 Korintus 10:23). Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun (1 Korintus 6:12). Mereka bisa menggunakan media sosial, tetapi tidak semua aktivitas di media sosial itu boleh dilakukan, tidak semua aktivitas di media sosial itu berguna. Sebelum menggunakannya, mereka harus berpikir apakah aktivitasku di media sosial itu benar, bermanfaat, memberikan inspirasi, perlu, baik, dan yang terutama apakah itu memuliakan Tuhan? Dalam Filipi 4:8 tertulis, “Semua yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, disebut kebajikan dan patut dipuji, PIKIRKANLAH semuanya itu.” Saya sungguh bersyukur karena bisa memberikan contoh-contoh bagaimana bisa menggunakan media sosial dengan benar dan memuliakan Tuhan. Membagikan kesaksian tentang kasih Tuhan, posting ayat-ayat firman Tuhan, atau posting foto-foto yang memberikan inspirasi moral yang baik kepada banyak orang, dan sebagainya. Mereka juga harus bijaksana menggunakan media sosial dengan lebih banyak terbuka kepada orang tua atau guru mengenai hal-hal yang mereka temukan dalam media sosial. Akhirnya, saya menutup dengan meminta mereka berkomitmen untuk menggunakan teknologi untuk kemuliaan Tuhan, IT 4 GOD!

Kami, tim YLSA, sungguh bersyukur bisa melayani remaja-remaja di PPA Sambeng. Mereka adalah generasi masa depan gereja dan bangsa. Oleh karenanya, YLSA sungguh rindu menjangkau anak-anak muda untuk menggunakan teknologi demi kemuliaan nama Tuhan. Jika bukan gereja dan anak-anak Tuhan yang menggunakannya, teknologi akan dipakai oleh iblis untuk membawa kita jauh dari kebenaran firman Tuhan. Generasi muda merupakan ladang yang subur untuk menanamkan pentingnya teknologi bagi kemuliaan nama Tuhan. Amin!

Evie

Tentang Evie

Davida Dana telah menulis 39 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (1) Trackbacks (0)
  1. Bersyukur bisa melayani bersama Mbak Evie dan Yans di PPA Sambeng :D. Materi yang diberikan ke adik-adik PPA sangat bagus walaupun tantangannya adalah terus “mencuri” perhatian mereka agar fokus pada materi yang diberikan. Namun, secara keseluruhan, adik-adik terlihat terkesan dengan materi mengenai bahaya-bahaya media sosial, tetapi sekaligus terdorong menggunakan media sosial tersebut untuk menyampaikan kabar sukacita Yesus Kristus. Amin!


Leave a comment

Connect with Facebook

No trackbacks yet.