Sudahkah kita “Memiliki Hati Seperti Hati Tuhan Yesus”?
Dalam pengalaman hidup kita, pasti kita pernah bertemu dengan seseorang yang sakit parah. Bagaimana respons kita terhadapnya? Apakah kita hanya bergumam bahwa kondisinya memprihatinkan? Atau, kita meresponinya selangkah lebih maju dengan mendoakannya? Ketika mendoakannya, apakah kita mendoakan untuk kesembuhan fisiknya saja atau juga untuk kondisi rohaninya? Sebenarnya, seseorang bisa merespons dengan banyak cara sesuai dengan kepekaan dan sikap hatinya. Apa respons Yesus terhadap kondisi seperti ini?
Dari seminar “Memiliki Hati seperti Hati Tuhan Yesus”, yang saya ikuti di Griya SABDA pada 3 April 2017, saya belajar lebih mendalam mengenai hati Yesus dari melihat berbagai pelayanan yang dilakukan-Nya. Penekanan materi yang disampaikan oleh Pdt. Yuzo Adinata (Rektor STTRI) dalam seminar ini adalah hati Yesus yang penuh dengan belas kasihan. Hati Yesus tergerak oleh belas kasihan terhadap orang banyak, mulai dari orang yang sakit (Matius 14:14), orang yang lapar (Matius 15:32), orang yang buta (Matius 13), orang yang sakit kusta (Markus 1:41), orang yang kerasukan setan (Markus 9:32), seorang janda di Naim (Lukas 7:13), orang-orang yang terdapat dalam perumpamaan “orang yang berhutang banyak”, “orang Samaria yang baik hati”, “anak yang hilang”, hingga orang-orang (“domba”) yang membutuhkan kepemimpinan Kristus. Melalui pelayanan-Nya, Tuhan Yesus menyingkapkan kepada kita bahwa ketika Ia berada di antara mereka, Ia tidak melihat keadaan mereka sebagai kesulitan, tetapi sebagai kebutuhan. Ketika Yesus bisa melihat adanya kebutuhan dalam diri orang-orang tersebut, Ia akan melakukan hal-hal yang sangat dibutuhkan mereka, bukan hanya memberikan kesembuhan, pemulihan, kebebasan, melainkan kasih.
Cara pandang manusia memang berbeda dengan cara pandang Yesus, dan cara pandang inilah yang akhirnya akan menentukan cara berpikir dan tindakan kita. Jika manusia melihat kondisi yang tidak menyenangkan sebagai kesulitan, Yesus justru melihatnya sebagai kebutuhan dan kesempatan untuk menyatakan kasih. Mari kita merenungkan sejenak, apakah kita sudah memiliki hati seperti Yesus ketika kita melayani? Apakah hidup kita dipimpin oleh Tuhan atau keinginan diri sendiri?
Melalui seminar ini, saya diingatkan betapa pentingnya memiliki hati yang berbelas kasih ketika melayani orang lain. Banyak hal bisa kita lakukan, tetapi melakukan dengan hati yang berbelas kasih jauh lebih berguna dan bernilai. Sebagai orang percaya, kita harus mendengarkan dan meneladani Kristus supaya cara pandang dan tindakan kita seturut dengan kehendak dan isi hati-Nya.
Cetak tulisan ini
October 2nd, 2017 - 10:09
Ya benar. Hidup kita sebagai orang Kristen yang percaya harusnya mendengarkan dan meneladani Kristus. Meskipun berbeda cara pandang antara manusia dan Yesus, kiranya hidup setiap orang dipimpin oleh Tuhan dan roh kudus agar dapat menyatakan kasih Allah. Tuhan Yesus memberkati.