“Christmas Carol” ke Rumah Mbak Okti
Oleh: Wiwin*
Selasa, 2 Desember 2014, sepulang kerja, kami, yaitu Tika, Amidya, Hadi , Kusumanegara, dan saya, berkunjung ke rumah Mbak Okti. Kunjungan ini adalah wujud kerinduan kami untuk berbagi di bulan Natal kepada keluarga staf YLSA yang sudah lansia. Di rumah Mbak Okti ada Tante Sari, beliaulah target kunjungan kami. Kami rindu berkunjung dan berbagi kasih kepada beliau.
Perjalanan kami ke rumah Mbak Okti tidaklah lama, hanya membutuhkan waktu 10 menitan dengan mobil Kusumanegara. Sesampai di rumah Mbak Okti, kami disambut hangat oleh tuan rumah. Situasi yang mendung sore itu memang sangat cocok dengan teh hangat yang disiapkan di meja tamu. Jadi, sambil berkenalan dengan Tante Sari, kami menikmati teh hangat yang dihidangkan untuk kami.
Setelah cukup perkenalan awal kami dengan Tante Sari, Hadi mengajak acara “Christmas Carol” dimulai. Hadi mengajak kami semua menyanyikan dua lagu Natal sebelum Kusumanegara menyampaikan renungan. Lagu “Hai Mari Berhimpun” dan “Dari Pulau dan Benua” pun terdengar merdu kami nyanyikan di ruang tamu yang mungil itu sekalipun tanpa iringan gitar atau alat musik lainnya. Renungan yang dibawakan Kusumanegara diambil dari artikel di situs blogger Kristen SABDA Space yang berjudul “Tangisan Yesus di hari Natal”. Renungan ini cukup menyejukkan pikiran kami sore itu. Kami diingatkan supaya kami tidak membuat Yesus menangis saat kami merayakan hari Natal 2014 ini, yaitu dengan merayakan Natal dengan kemewahan tanpa menghayati makna Natal yang sesungguhnya.
Kami terharu sekali saat Tante Sari yang sudah tidak muda ini begitu semangat memuji Tuhan dan mendengarkan renungan. Beliau juga cukup semangat ketika berbagi cerita pengalaman hidupnya mengiring Kristus sekalipun dengan status lajangnya sampai usia lanjut. Ketika kami menawarkan untuk mendoakan Tante Sari, kembali kami dikejutkan oleh pokok doa yang beliau minta. Pokok doa yang pertama beliau minta bukanlah kesehatan atau kecukupan, tetapi justru pertumbuhan wataknya yang masih terus beliau kejar. Beliau rindu semakin sabar dan menjadi berkat bagi keluarga. Kami bersyukur sekali melihat teladan hidup dari Tante Sari ini. Oleh karena itu, dengan ketulusan hati dan hati yang bersungguh-sungguh memandang pada Tuhan, kami berdoa bersama-sama untuk beliau. Dan, saya memimpin doa syafaat untuk Tante Sari sekaligus berdoa penutup.
Pengalaman berharga saya di penghujung tahun 2014 salah satunya adalah peristiwa tersebut. Semangat, kehangatan, dan kesetiaan Tante Sari menjadi teladan bagi saya untuk mengisi hari-hari saya agar semakin mendekat pada Tuhan dan berbuah bagi Tuhan. Terima kasih Tuhan untuk pembelajaran yang Tuhan sediakan buat saya dan kami semua!! 🙂
*Wiwin adalah staf magang YLSA.
Cetak tulisan ini
Leave a comment