Bersekutu Bersama Siswa-Siswi SMP Kristen 3 Surakarta
Salah satu rangkaian kegiatan divisi publikasi YLSA di akhir tahun 2014 yang lalu adalah mengadakan “mini roadshow” ke beberapa gereja yang ada di Solo dan sekitarnya. Santi dan saya mendapat tugas untuk melayani dan mengisi acara di persekutuan SMP Kristen 3 Surakarta tanggal 15 November 2014. Kami mendapat kesempatan melayani di tempat tersebut melalui bantuan Mei, teman sepelayanan kami dari divisi PESTA. Sebelum itu, tentu saja kami melakukan persiapan untuk segala sesuatu yang akan kami sampaikan kepada siswa-siswa SMP Kristen 3 Surakarta. Sementara itu, kami juga terus menjalin komunikasi dengan Bapak Filemon, selaku pengampu persekutuan siswa, untuk mendapatkan informasi lebih banyak mengenai anak didiknya.
Sabtu, 15 November 2014, pukul 11.00 WIB, kami telah berkumpul di SMP Kristen 3 Surakarta. Selain Santi dan anaknya, yaitu Garneta, ada dua orang teman kami yang juga datang untuk membantu pelayanan ini. Mereka berdua adalah Mei dan Amidya. Selain membantu pelayanan, mereka juga membantu Santi untuk “momong” Garneta. Kami menunggu Bapak Filemon beberapa saat di ruang tamu, setelah itu kami menuju ke ruang tempat acara persekutuan diadakan.
Jumlah siswa di SMP Kristen 3 Surakarta tersebut ada sekitar 300 orang. Namun, yang ikut dalam persekutuan tersebut hanya 18 siswa. Meskipun hanya sedikit, semangat mereka patut diacungi jempol. Kali ini, anak-anak akan melakukan kegiatan yang berbeda dalam persekutuan mereka. Biasanya, mereka mendengarkan firman dari pembicara yang melayani di persekutuan tersebut. Namun, pada saat ini, mereka harus ikut aktif dalam kegiatan persekutuan ini. Kami mengemas acara persekutuan ini sedemikian rupa supaya mereka tidak jenuh dan semakin bersemangat untuk belajar firman Tuhan.
Persekutuan ini diawali dengan menyanyikan lagu pujian “Hari Ini Kurasa Bahagia”, dengan diiringi gitar oleh Bapak Filemon. Setelah menyanyikan lagu pujian, kami berdoa bersama, dan saya mulai memberikan sedikit pengantar mengenai YLSA serta PA yang akan kami lakukan. Firman yang akan direnungkan diambil dari Lukas 15:11-32 tentang “Perumpamaan tentang anak yang hilang” dan metode PA yang kami gunakan adalah metode SABDA (Simak, Analisa, Berbagi, Doa/Diskusi, dan Aplikasi).
Santi mulai mengajak kami semua untuk menyimak bacaan tersebut sambil mendengarkan Alkitab audio. Setelah itu, kami membagi mereka menjadi dua kelompok supaya aktivitas analisa, berbagi, diskusi, dan aplikasi bisa dilakukan dengan lebih efektif. Dalam kelompok tersebut, mereka berbagi berkat firman Tuhan yang telah mereka dapatkan. Beberapa dari mereka ada yang masih malu-malu untuk berbagi firman Tuhan. Beberapa berkat firman Tuhan yang telah mereka dapatkan, antara lain: orang Kristen harus mau mengampuni sesama, Bapa itu punya kasih yang tak pernah habis, tidak boleh iri pada saudara, orang yang menyadari kesalahan dan mau bertobat pasti diampuni, dll.. Kami sungguh bersyukur diperkaya dengan berkat firman Tuhan melalui sesi diskusi ini.
Kami juga sudah menyiapkan bahan pendukung dari SAA (Sekolah Alkitab Audio), yang kami ambil dari Seri Nilai-Nilai Kristus, yang kami putar di akhir diskusi. Dengan tenang, para siswa mendengarkan bahan dari SAA yang berjudul Persekutuan (dalam VAL 17). Bahan SAA ini menekankan pentingnya cara pandang Allah terhadap orang-orang berdosa. Anak bungsu yang lebih memilih kesenangan pribadinya, sampai-sampai meninggalkan ayahnya, justru dinanti-nantikan kepulangannya dan disiapkan pesta penyambutan yang meriah untuknya. Allah memandang orang-orang yang salah jalan/lebih memilih kehendak pribadinya sebagai “orang yang hilang”. Mereka masih anak-anak Allah, hanya saja mereka menggunakan kehendak mereka sendiri dalam menjalani hari-harinya. Dengan adanya konsekuensi dari dosa, Allah ingin anak-anak-Nya kembali ke jalan yang benar. Dalam Lukas 15:11-32, anak bungsu menerima konsekuensi dari kesalahannya dengan diizinkan hidup di kandang babi. Allah memberi kehendak bebas supaya kita bisa memilih “kandang babi” atau rumah bapa. Sang ayah mengizinkan anaknya menghadapi konsekuensi “kandang babi” di dunia ini supaya ia bisa melihat dimensi lain dari bapa/konsekuensi dosa/konsekuensi pilihan mereka sendiri. Sebagai penutup dari rangkaian renungan firman ini, Santi mengajak kami semua untuk merenungkan apakah selama ini kami selalu memilih kehendak diri kami sendiri atau kehendak Bapa, dan mengambil aplikasi praktis yang bisa kami terapkan dalam hidup kami sehari-hari.
Saya terkesan dengan antusias anak-anak yang mengikuti acara persekutuan ini. Mereka suka dengan metode baru yang diajarkan. Salah satu dari mereka berkata ketika diskusi, “Dengan mendengarkan dan menyimak firman Tuhan, saya semakin jelas mengerti dan memahami firman Tuhan.” Saya berharap persekutuan di SMP Kristen 3 Surakarta semakin bertumbuh dan berkembang, serta banyak siswa yang terlibat dan bergabung dalam persekutuan ini.
Cetak tulisan ini
Leave a comment