Kunjungan ke Rumah Ibu Djanti Manulang
Hari Rabu, tanggal 10 Desember 2014, sekitar pukul 17.00, kami berenam, yaitu Ibu Yulia, Mbak Elly, Amidya, Bayu, Pak Gunung, dan saya pergi ke kawasan Posanan. Sesudah mengunjungi beberapa keluarga dekat staf yang sudah berusia sepuh seminggu sebelumnya, maka hari Rabu itu adalah giliran kami untuk mengunjungi rumah Ibu Djanti Manulang, yang tidak lain merupakan ibu mertua dari Pak Gunung, rekan kami dari divisi Web.
Sesampainya di Posanan, kami disambut oleh Ibu Djanti sendiri. Setelah bersalaman dan memperkenalkan diri satu per satu, kami pun segera terlibat percakapan dengan Ibu Djanti yang berusia 61 tahun itu. Dari percakapan itu, kami mengetahui bahwa ternyata Ibu Djanti saat ini masih memiliki 9 saudara, dan ia sendiri memiliki 4 orang anak serta 7 orang cucu. Rumah di Posanan itu ditinggalinya bersama anak dan cucunya sehingga ia tidak pernah sendirian atau kesepian dalam menjalani hari-harinya. Selain itu, keterampilannya dalam membuat snack dan makanan rupanya juga cukup menyibukkan hari-harinya, di samping ia juga sibuk dengan berbagai kegiatan dan persekutuan di gereja yang diikutinya.
Mata Ibu Djanti kemudian menjadi berkaca-kaca ketika beliau menceritakan kisah tentang almarhum suaminya, yang meninggal dalam kecelakaan kerja ketika mereka baru berumah tangga selama 5 tahun di Jakarta. Saat peristiwa itu terjadi, anak-anak beliau masih kecil-kecil. Oleh karena itu, setelah peristiwa itu terjadi, ia pun kembali pulang ke Solo untuk membesarkan anak-anaknya hingga saat ini. Melalui cerita tersebut, kami pun secara tidak langsung dapat merasakan pemeliharaan Tuhan dalam keluarga Ibu Djanti yang selama puluhan tahun tidak memiliki figur suami dan ayah dalam kehidupan mereka. Puji Tuhan, semua itu dapat dilalui, dan saat ini anak-anak beliau sudah berumah tangga. Ibu Djanti sendiri masih terlihat bersemangat dan cukup bugar di usianya yang kini sudah cukup lanjut.
Setelah mendengar cerita tentang Ibu Djanti dan keluarganya, kami pun melanjutkan acara formal kunjungan kami sore itu, dengan menyanyikan lagu “Slamat-Slamat Datang”, berdoa, mendengarkan renungan, dan berdoa syafaat untuk Ibu Djanti. Sore itu, saya sungguh merasa diberkati sekaligus tersentuh ketika mendengar renungan dari Ibu Yulia, yang mengambil bacaan firman Tuhan dari Lukas 2:1-7, yaitu mengenai kelahiran Yesus. Sesungguhnya, cerita tentang kelahiran Yesus dalam kesederhanaan itu sudah kerap kali saya dengar atau baca dalam berbagai khotbah di masa Advent atau dalam buku dan majalah rohani. Akan tetapi, kata-kata yang keluar dari ibu Yulia sore itu sungguh meresap ke dalam pemikiran saya, terutama ketika bu Yulia berkata, “Yesus mau lahir dalam kesederhanaan di kandang domba, dan kemudian mati dalam keadaan menderita, supaya kita kelak dapat tinggal dalam kekekalan di rumah Bapa-Nya di surga …. Kayu yang kasar mungkin adalah benda yang pertama dan terakhir disentuh oleh Yesus ketika ia berada di dalam dunia, pada peristiwa kelahiran-Nya di palungan, serta dalam kematian-Nya di kayu salib.” Wow, bayangkan, Raja pemilik alam semesta, Penguasa alam raya dan ciptaan, dan Pemilik seluruh kehidupan itu datang dan kemudian mati dalam kesederhanaan, sesuatu yang nampaknya sangat absurd dalam realita dunia saat ini. Saya pun seolah disadarkan kembali, betapa mulia dan dalam teladan yang diberikan oleh Juru Selamat kita dalam hidup dan kehidupan-Nya — bahwa esensi hidup sesungguhnya bukan nampak dari apa yang terlihat dari luar, tetapi untuk selalu tertuju kepada Allah, kepada kasih-Nya, dan kepada panggilan-Nya yang sungguh berharga untuk dilewatkan.
Selesai mendengarkan renungan dari Ibu Yulia, Bayu, yang bertugas untuk berdoa syafaat dalam kunjungan kami sore itu, meminta Ibu Djanti menyebutkan pokok-pokok doa yang menjadi kerinduan dan kebutuhannya. Ibu Djanti pun menyebutkan pokok-pokok doanya, antara lain untuk kerukunan dan persatuan di dalam keluarganya, untuk pemeliharaan Tuhan bagi hidup dan keluarganya, untuk kesabarannya, serta agar beliau lebih dapat merasa “legawa” dengan kepergian suaminya. Kami kemudian bersama-sama mendoakan kebutuhan dari Ibu Djanti tersebut dengan dipimpin oleh Bayu, yang kemudian menjadi akhir dari acara perkunjungan kami di rumah Ibu Djanti saat itu.
Sore itu pun berlalu, tetapi perasaan sukacita yang timbul setelah acara perkunjungan itu akan selalu menetap di hati dan pikiran saya. Senang rasanya bisa berbagi sukacita dan mendapat pelajaran dari pengalaman hidup Ibu Djanti, sebuah pengalaman yang menjadikan Desember kali ini sungguh berbeda dari biasanya. Semoga damai, sukacita, dan kasih Kristus menyertai Ibu Djanti dan keluarga dalam masa-masa Natal ini dan senantiasa!
Cetak tulisan ini
February 17th, 2015 - 15:44
Terimakasih atas catatan perjalanan rohani ini. Bagi saya tidak ada perjalanan rohani yang sederhana, semuanya mencengangkan. Kiranya Tuhan Yesus senantiasa memberkati pelayanan YLSA dan para simpatisan pun terpanggil untuk saling mendukung.
February 20th, 2015 - 09:11
Terima kasih kembali Bapak Johanes Saragih, kami senang mendengar tanggapan Anda mengenai pelayanan kami 🙂 Kiranya kasih Kristus juga senantiasa hadir dalam setiap peristiwa dan pelayanan Bapak, dan tidak lupa, kami juga berharap agar Bapak turut serta mendoakan pelayanan YLSA bersama simpatisan, mitra, dan pendukung pelayanan YLSA yang lain.
Tuhan Yesus memberkati!