Blog SABDA
4Apr/172

Staf YLSA Mengikuti Seminar “Tetap Memberkati Walau Sendiri”

Keputusan hidup single (tidak menikah) adalah keputusan yang diambil sebagian orang, termasuk orang Kristen. Namun, pengambil keputusan ini tergolong minoritas sehingga diskusi mengenainya juga tak banyak diangkat. Gereja lebih sering mengadakan seminar mengenai kehidupan suami-istri atau keluarga, ketika subjek mengenai singleness ini penting bagi orang-orang yang sudah atau sedang mempertimbangkan untuk menjalani hidup selibat.

Bersyukur, ada seminar tentang topik singleness yang dapat dikatakan cukup langka ini. Seminar tersebut diadakan di Gereja Kristen Kalam Kudus (GKKK), Solo, pada Sabtu, 1 April 2017. Saya turut hadir dalam seminar tersebut karena ingin mengetahui bagaimana memanfaatkan masa single yang membawa berkat bagi sesama dan lingkungan. Seminar ini dibawakan oleh Ev. Asriningrum Utami, seorang dosen dari STTRI Jakarta, dan satu dari sedikit hamba Tuhan yang memutuskan untuk hidup selibat. Judul seminar tersebut: “Tetap Memberkati Walau Sendiri”.

Ibu Utami membuka seminar ini dengan memaparkan satu fakta bahwa orang single sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat, dan kondisi kesendirian mereka menjadi kondisi yang sepertinya patut mendapat belas kasihan dari orang lain. Pandangan tersebut salah, menurut beliau, karena hidup single adalah salah satu karunia Tuhan yang diberikan kepada orang-orang tertentu berdasarkan maksud dan rancangan-Nya. Namun, akibat stereotip yang kurang baik ini, sebagian orang single menjadi kurang mampu menjalani kesendiriannya secara efektif bagi kemuliaan Tuhan.

Lalu, seperti apakah tanda bahwa kita dipanggil untuk hidup selibat? Ibu Utami menjelaskan bahwa tanda ini bisa berupa: tiadanya kesempatan orang lain tertarik kepada kita atau tidak adanya pendekatan serius dari lawan jenis kita. Dalam hal ini, langkah terbaik adalah mencari kehendak Allah. Kita mesti berdoa dan bertanya apakah kondisi demikian adalah pertanda bahwa kita dipanggil untuk hidup selibat. Selebihnya, tunggulah waktu Tuhan untuk menyatakan rancangan-Nya dalam kehidupan kita.

Ibu Utami lantas menjelaskan bahwa ada beberapa alasan mengapa orang-orang single eksis di tengah masyarakat, di antaranya: karena keterbatasan fisik dan psikis, pengalaman-pengalaman traumatis (ex: sexual violence), kemauan sendiri oleh karena Kerajaan Surga, dan ketetapan Allah bagi orang tersebut. Beliau juga menambahkan bahwa ada pekerjaan Allah yang memang perlu dinyatakan melalui singleness. Misalkan, untuk melakukan pekerjaan Allah di daerah konflik, yang memerlukan seorang hamba Tuhan yang tidak dibebani oleh persoalan keluarga. Apa pun yang menjadi alasan, Ibu Utami mengatakan bahwa hidup single bisa dimanfaatkan sebaik mungkin bagi Kerajaan Allah, asalkan seorang yang single selalu bersandar pada Allah dan memohon bimbingan dalam menjalankan keputusan hidupnya.

Satu hal yang menarik bagi saya adalah penjelasan beliau mengenai salah satu peranan orang single, yaitu sebagai cermin bagi pasangan yang menikah. Orang-orang yang menikah pada umumnya lebih terjebak pada menggantungkan diri pada pasangan, sementara orang single lebih condong bergantung pada Allah karena mereka hidup dalam kesendiriannya. Ini menjadi satu keuntungan orang single. Namun, di pihak lain, pasangan yang menikah juga bisa menjadi cermin bagi orang single untuk menunjukkan bahwa anak-anak Allah selalu membutuhkan persekutuan agar mereka merasa penuh sebagai satu kesatuan tubuh Kristus. Itu artinya, kedua kelompok ini sebetulnya bisa belajar satu sama lain, dan berdasarkan fakta ini, orang single tak seharusnya perlu merasa rendah diri kepada mereka yang memutuskan menikah/berkeluarga.

Materi terakhir yang Ibu Utami sampaikan adalah mengenai bagaimana menjalani singleness dengan berkelimpahan. Pertama, harus memiliki konsep yang benar dulu tentang singleness. Naikkan syukur untuk kondisi singleness karena kesendirian adalah salah satu karunia Tuhan, yang melaluinya kemuliaan Tuhan dapat dinyatakan. Kedua, harus melibatkan Tuhan dalam jatuh bangun menjalani tugas-tugas perkembangan hidup–mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa–sehingga orang-orang single bisa mengalami kekayaan pengalaman berjalan bersama Tuhan, dan membagikan kebijaksanaan yang didapat kepada orang lain. Ketiga, bangun support system. Masuklah ke dalam persekutuan yang saling mendukung dan mengasihi karena kita adalah makhluk sosial yang tak dapat hidup sendiri, apalagi dalam konteks mengerjakan pelayanan. Dan, keempat, libatkan diri dalam pelayanan untuk Tuhan. Proaktif untuk mengerjakan pelayanan-pelayanan dengan memanfaatkan keleluasaan dan kemandirian sebagai orang single.

Dengan mengikuti seminar ini, saya bisa menyimpulkan bahwa orang single juga dapat dipakai Tuhan untuk melakukan pekerjaan-Nya, dan sebagian orang ditentukan Allah (untuk menjadi single) karena ada rencana-Nya yang harus dikerjakan melalui kesendirian orang tersebut. Orang-orang single bisa menjadi model kebergantungan kepada Allah bagi pasangan yang menikah, dan sebaliknya pasangan yang menikah bisa menjadi model persekutuan anak-anak Allah bagi orang single. Keduanya ada agar bisa saling belajar. Bagi orang single, kiranya apa yang disampaikan oleh Ibu Utami bisa menjadi peneguhan bahwa kesendirian mereka adalah sebagian rencana Tuhan untuk mendukung pekerjaan-Nya. Kiranya Tuhan sendiri akan memampukan sebagian kita yang memilih hidup single sehingga hidup kesendirian kita senantiasa dipenuhkan dan bisa membawa berkat bagi sesama.

Tentang aji

Abraham Aji telah menulis 9 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (2) Trackbacks (0)
  1. syalom, bila mana kita memiliki calon untuk kepelaminan dan kandas karena sebuah kebohongan. apa yang harus saya lakukan? adakah informasi untuk mendapatkan jalan keluar untuk masalah ini. terimakasih

  2. Semua orang bisa dipakai oleh Tuhan, entah masih single atau sudah berpasangan dan sudah menikah. Terima kasih kepada saudara Aji karena sudah berbagi berkat dengan kita semua. 🙂


Leave a comment

Connect with Facebook

No trackbacks yet.