Pelatihan Kepemimpinan: Failing Forward
Mengucap syukur kepada Tuhan kalau saya bersama dengan teman-teman SABDA (Evie, Liza, Tika, Kunarti) bisa mengikuti acara pelatihan kepemimpinan yang diadakan oleh EQUIP dan TOTAL Solo. Acara ini diselenggarakan selama dua hari, yaitu pada 4 — 5 Februari 2017 di Orient Solo, dengan pembicara Sunjoyo Soe dan Paulus Winarto. Pelatihan kali ini dihadiri oleh peserta dengan jumlah yang lebih banyak daripada pertemuan sebelumnya. Ada sekitar 70 peserta dari berbagai lembaga dan perusahaan. Ini adalah pelatihan kelima yang saya ikuti sejak pelatihan pertama yang diadakan pada 2015 yang lalu.
Pelatihan kali ini berjudul “Failing Forward”, “Menjadikan Kegagalan sebagai Lompatan”. Selama dua hari, Pak Sun dan Pak Paulus menyampaikan materi dengan baik. Ada enam pelajaran yang disampaikan oleh pembicara, yaitu Menjadikan Kegagalan sebagai Lompatan, Berpikir Ulang tentang Kegagalan, Kegagalan Bersumber dari Diri Sendiri, Mengubah Kesulitan Menjadi Keuntungan, Menjadikan Kegagalan sebagai Sahabat Anda, dan Kuasa Ketekunan. Topik pelatihan kali ini adalah kelanjutan dari topik-topik pelatihan sebelumnya, silakan lihat tulisan sebelumnya: Pemimpin 360 Derajat, Today Matters, Winning With People, Thinking for a Change.
Dari pelatihan tersebut, saya belajar banyak tentang definisi kegagalan dan cara menyikapi kegagalan. Kegagalan adalah bagian dari hidup, dialami oleh semua orang, tak terkecuali seorang pemimpin, bahkan para penemu hebat. Persepsi dan respons terhadap kegagalan yang membuat perbedaan antara orang berhasil dengan orang biasa. Kedua hal tersebut adalah sikap yang harus dimiliki untuk menerima kegagalan sebagai batu loncatan menuju keberhasilan. Contohlah penemu bola lampu, Thomas Alfa Edison. Dia berhasil menemukan bola lampu yang menyala setelah melakukan sepuluh ribu kali percobaan, dan sebelum itu dia telah berhasil menemukan bola lampu yang gagal menyala. Kegagalan membawa kita untuk melakukan yang lebih baik daripada sebelumnya. Dengan kegagalan, kita akan memiliki banyak pengalaman sehingga mampu mengubah kegagalan menjadi sebuah keuntungan.
Dalam pelajaran terakhir, dijelaskan bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi kegagalan adalah dengan cara melatih keuletan dan ketekunan. Kegagalan akan terjadi jika kita berhenti mencoba, tidak berani ambil risiko, dan meninggalkan tanggung jawab. Keberhasilan akan diraih jika kita mau berusaha terus-menerus dengan cara dan waktu yang tepat. Cara untuk terus maju di tengah kesulitan adalah memiliki sebuah tujuan. Tujuan adalah bahan bakar ketekunan, kita akan berkomitmen untuk membangun kebiasaan mengerjakan suatu hal meskipun mengalami kesulitan.
Sebagai seorang Kristen, kita harus menerima kegagalan atau kesulitan sebagai bagian dari rencana Tuhan. Kita harus melihat gambaran besar Allah dalam kehidupan kita masing-masing sehingga kegagalan bukan dijadikan alasan untuk meninggalkan tanggung jawab, tetapi menerimanya sebagai bagian dari proses yang harus dijalani. Kegagalan memaksa kita untuk belajar dan berserah sepenuhnya kepada Tuhan sehingga di tengah-tengah kesulitan ada hikmat Tuhan, keputusan yang diambil bukanlah keputusan manusia lagi, tetapi Allah yang berdaulat atas seluruh hidup kita.
Demikian pelajaran yang saya dapat selama mengikuti pelatihan kepemimpinan. Kami juga telah membagikan pelajaran kepada rekan-rekan kerja di kantor YLSA. Kiranya kita semua dimampukan untuk menjadi seorang pemimpin yang takut akan Tuhan, yang memiliki visi dari Tuhan sehingga berani mengambil risiko, berani menerima kegagalan sebagai batu lompatan menuju keberhasilan. Tuhan memberkati!
Cetak tulisan ini
Leave a comment