Blog SABDA
4Nov/155

Pengaruh Sosial Media dalam Pembentukan Karakter Anak

Oleh: Astrid*

Perkembangan teknologi berjalan begitu cepat dan dampaknya ikut memengaruhi pola pikir, perilaku, dan sikap pada anak-anak masa kini. Sebagai orangtua, saya bersyukur karena tidak termasuk orangtua yang gaptek. Jadi, saya bisa cepat tahu perkembangan serta informasi terbaru yang sedang berkembang di dunia maya. Saya bisa menjadi filter bagi anak-anak saya sebelum mereka mengenal sendiri atau mendengar dari orang lain. Kita tahu ada banyak yang ditawarkan di internet. Ada situs, games, dan juga aplikasi lain yang dapat dibuka melalui laptop, PC, ataupun smartphone. Ada yang bernilai positif, tetapi banyak pula yang bernilai negatif. Jadi, sangat penting kalau orangtua ikut serta mendampingi anak saat membuka aplikasi games atau membuka situs internet. Ibadah pasutri di GKI Sangkrah bertema “Pengaruh Sosial Media dalam Pembentukan Karakter Anak” yang diadakan Jumat (25/9/15) itu cukup menyita perhatian saya. Saya diingatkan oleh pembicara Ang Wie Hay, M.Sc., M.Div, pakar IT dan Teologi dari Singapura, agar selalu menjadi orangtua yang jeli sehingga anak-anak tidak terjerumus dalam pergaulan yang salah. Sangat disayangkan kalau anak-anak membuka games atau situs yang mengandung unsur kekerasan atau pornografi. Oh ya, dalam acara tersebut, Tim SABDA yang terdiri dari Ibu Yulia, Tika, Jono, Odysius , Ayub , Aji, dan Pak Victor hadir untuk mengikuti acara sekaligus membuka booth untuk instalasi dan membagikan produk-produk YLSA di gereja.

Beberapa tahun yang lalu, saya pernah menghadiri acara serupa. Bedanya, waktu itu, sulung saya masih kanak-kanak sehingga saya tidak merasa terlalu khawatir akan pengaruh negatif internet, termasuk sosial media di dalamnya. Toh anak saya masih kecil dan saya merasa selalu mendampinginya setiap hari. Namun, sekarang, sulung saya sudah bertumbuh menjadi remaja belia yang bisa membuka internet kapan saja dan di mana saja, bahkan ketika saya tidak berada di dekatnya. Karenanya, saya bersyukur bisa datang di acara ini. Pikiran saya disegarkan kembali untuk menjadi orangtua yang tegas. Tegas untuk berani melarang anak saya agar tidak membuka situs apa pun di internet selama waktu belajar di rumah. Saya bersyukur karena di rumah, saya dan suami juga menerapkan aturan tegas.

Di acara ini, ada hal baru yang saya dapatkan. Hal baru ini begitu menarik perhatian saya hingga saya berharap bisa diterapkan di negeri ini. Di Jepang, ada tempat khusus atau pusat rehabilitasi yang diperuntukkan bagi mereka yang kecanduan games. Waowww, benar-benar mengagumkan kepedulian pemerintah Jepang terhadap generasinya. Setiap orangtua ataupun guru yang menemui anaknya kecanduan games, diwajibkan mengirimkan mereka ke tempat itu. Tentunya, mereka diharapkan bisa pulih kembali. Sebagai orangtua, saya takut jika anak saya menjadi pecandu apa pun, termasuk pecandu games. Namun, saya bersyukur hal itu tidak terjadi. Sesekali memang anak saya membuka aplikasi games, tetapi hanya games sepak bola. Itu pun dengan izin dan pengawasan dari saya atau papanya.

Ada istilah baru yang saya dengar di acara ini untuk menyebut generasi sekarang ini. Sebutannya adalah generasi menundukkan kepala. Istilah ini muncul karena keadaan generasi sekarang ini lebih fokus pada HP masing-masing dibandingkan pada hal lain yang lebih penting. Berjalan kaki sambil memainkan gawainya, bahkan saat mengendarai mobil pun asyik dengan HP-nya. Mereka sering lupa akan bahaya yang mengancamnya. Generasi sekarang ini juga banyak yang kurang senang memanfaatkan waktu luang untuk bercengkerama dengan teman-teman sebayanya pada saat mereka berkumpul. Satu sama lain justru asyik memainkan HP, mencari aplikasi games atau sekadar membuat status di sosial media. Hal ini akan sangat parah kalau kondisi seperti ini terjadi di keluarga kita. Karena itu, saya menganggap anak-anak dan keluarga saya adalah harta yang paling berharga. Saya ingin anak-anak lebih dekat dengan keluarganya, bertanya pada saya jika menemui kesulitan dibandingkan mereka bertanya terlebih dulu pada Google yang dianggap tahu segalanya. Bercengkerama bersama menceritakan kejadian yang kami alami setiap hari daripada chatting di BBM, FB, atau sosial media lainnya. Sebab, saya tidak ingin mereka hancur oleh pengaruh negatif internet. Saya bersyukur, pada masa membludaknya produk-produk internet sekarang ini, saya bergabung dengan SABDA yang memberikan pemahaman baru bagi anak-anak saya untuk memanfaatkan teknologi yang lebih berfokus untuk kemuliaan Tuhan. Saya berharap anak dan keluarga saya bersedia menyebarkan berita sukacita ini bagi teman-teman dan relasinya. Tuhan memberkati.

Tentang Penulis Tamu

telah menulis 197 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (5) Trackbacks (1)
  1. Senang dengar ceramahnya; membuka mata terhadap kondisi zaman yang serba teknologi & bagaimana menyikapnya dengan bijak

  2. Emang bahaya banget sosial media untuk anak

  3. Sekarang anak2 udah kecanduan sosmed. bahkan, anak cwo suka nongkrong d warung kopi yang ada wifi buat buka sosmed

  4. Banyak pemuda yang cari2 tempat wifi gratisan buat buka sosia media


Leave a comment

Connect with Facebook