
Halo! Saya Aldorei dari tim SABDA Labs. Sudah cukup lama saya belum nulis blog lagi ya … hehe. Jadi, kali ini, saya mau cerita sedikit tentang pengalaman mengikuti seminar #AITalks yang diadakan pada 28 Juli 2025, sekaligus sedikit kisah di balik layar pembuatan Christian Counseling GPT.

Christian Counseling GPT mulai dikembangkan sekitar Oktober tahun lalu. Ide awalnya lahir dari keprihatinan: banyak anak muda yang merasa kesepian dan butuh teman curhat, tapi belum tentu mereka siap berbicara langsung dengan orang lain. Dari situlah, kami terpikir untuk menciptakan alat bantu berbasis AI yang bisa menjadi “teman ngobrol” yang aman, netral, dan menguatkan secara rohani.
Tentunya, Christian Counseling GPT ini tidak seperti AI biasa. Kami menyematkan API dari Alkitab GPT supaya arah percakapannya tetap sesuai dengan nilai-nilai yang alkitabiah. Selain itu, AI ini juga dibekali system prompt khusus agar responsnya terasa ramah, empati, dan tidak menggurui.
Salah satu hal yang kami tekankan dalam seminar adalah bahwa AI bukan pengganti konselor manusia, tetapi AI bisa menjadi alat bantu awal yang sangat berguna, terutama bagi mereka yang masih ragu membuka diri kepada orang lain. AI bisa menjadi ruang curhat awal—netral, tidak menghakimi, dan memberi ruang untuk berpikir.
Menariknya lagi, Christian Counseling GPT juga bisa digunakan untuk hal-hal reflektif. Misalnya, untuk membantu seseorang memahami situasi yang sedang dialami, menggali perasaannya sendiri, atau bahkan belajar melihat kehadiran Tuhan di tengah pergumulannya.
Saya sempat bertanya ke beberapa teman soal kesan mereka setelah mencoba alat ini. Ibu Santi, salah satu pengguna Christian Counseling GPT, membagikan pengalamannya seperti ini:
“Yang saya alami, Christian Counseling GPT ini punya kemampuan merespons yang baik. Dia tidak menggurui, tidak banyak ngomong yang tidak perlu. Dia punya skill untuk menuntun saya lebih jelas mengenali permasalahan, kondisi saya dalam permasalahan tersebut, dan bagaimana saya melihat Tuhan melalui permasalahan saya. Menariknya lagi, alat ini mengajak saya untuk belajar menemukan hal berharga tentang Tuhan dan diriku sendiri dari peristiwa ini.”
Bapak Yudo sebagai salah satu pengguna Christian Counseling GPT, juga punya kesan serupa, tetapi dengan nuansa yang berbeda:
“Kesan saya menggunakan Christian Counseling GPT ini sangat menarik. Mirip dengan ngobrol bersama seorang konselor. Ia tidak memberi jawaban atas permasalahan yang saya ajukan, tidak buru-buru, dan memberi saya jeda untuk memikirkan situasi yang saya alami. Beberapa frasa seperti ‘pelan-pelan saja’ atau ‘perlahan saja’ kerap diulang dalam beberapa responsnya, tetapi itu justru menolong saya untuk belajar berpikir dengan tenang. Semakin dalam saya ngobrol dengannya, ada ayat atau contoh dari Alkitab yang diberikannya untuk menolong saya kembali kepada firman Tuhan.”
Beberapa peserta seminar juga langsung mencoba Christian Counseling GPT di tempat masing-masing. Namun, kita tetap perlu bijak. Ini adalah alat bantu, bukan sumber kebenaran mutlak. Konseling sejati tetap membutuhkan kehadiran manusia dan campur tangan Tuhan.
Jadi, mari kita tidak takut pada perkembangan teknologi. Justru, mari kita manfaatkan alat seperti ini untuk memperluas pelayanan dan menjangkau mereka yang mungkin belum berani bicara kepada sesama. Siapa tahu, percakapan sederhana lewat AI ini bisa menjadi langkah awal menuju penghiburan dan pemulihan sejati dalam Kristus.