Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, semua staf SABDA melakukan Pendalaman Alkitab (PA) dengan visi se-Bangsa dari Yesaya 56:1-8 dan 1 Timotius 2:1-7. Dari dua bagian Alkitab ini, kami melihat kembali panggilan Allah bagi kami untuk menjadi berkat bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi bangsa, bahkan bagi segala bangsa. Selain menggali ayat firman Tuhan, kami juga membaca renungan dari e-Santapan Harapan (e-SH), yaitu bahan saat teduh yang diterbitkan secara teratur oleh Scripture Union Indonesia dan dipublikasikan secara elektronik oleh Yayasan Lembaga SABDA. Yuk, kita pelajari lebih lanjut!

Dari Yesaya 56:1-8, Yesaya memberikan pesan yang tegas bahwa keselamatan itu bukan eksklusif milik orang Israel. Orang asing bahkan orang-orang yang dianggap tidak layak, ternyata juga diundang Tuhan masuk ke rumah-Nya. Syaratnya apa? Taat dengan perjanjian Tuhan dan hidup sesuai kehendak-Nya. Dari ayat 7, saya mendapatkan pesan bahwa Tuhan ingin rumah ibadah jangan menjadi tempat yang eksklusif, tetapi terbuka bagi semua orang.

Dalam konteks era digital dan AI saat ini, pesan Yesaya sangat relevan. Teknologi bisa menjadi sarana Allah untuk mengajak orang dari berbagai bangsa dan latar belakang untuk mengenal Tuhan. Dunia digital telah membuka peluang agar rumah doa bisa menghubungkan orang-orang percaya lintas daerah untuk berdoa, belajar firman, dan bersatu dalam Kristus.

Rasul Paulus juga menasihatkan Timotius dalam 1 Timotius 2:1-7 agar doa tidak hanya berfokus pada diri sendiri, tetapi meluas untuk semua orang termasuk pemimpin, pemerintah, dan bangsa-bangsa lain. Doa sejati mencakup permohonan, syafaat, dan ucapan syukur. Ini menjadi refleksi bagi saya yang seringnya hanya mendoakan keluarga, pelayanan, atau kebutuhan pribadi. Paulus menegaskan bahwa Allah rindu semua orang diselamatkan (ay. 4), dan doa adalah salah satu cara untuk saya bisa mengambil bagian dalam rencana keselamatan itu.

Doa bagi bangsa bukan sekadar kewajiban rohani, tetapi bagian dari misi Allah. Saya juga belajar bahwa mendoakan pemerintah itu penting. Saya belajar untuk tidak hanya mengkritik atau mengeluhkan, tetapi juga menghadirkan bangsa di hadapan Allah. Lebih jauh lagi, saya diingatkan untuk terus mendoakan bangsa ini.

Dari dua renungan tentang se-Bangsa, saya belajar bahwa Allah berdaulat atas semua bangsa. Keselamatan terbuka bagi siapa saja yang percaya kepada-Nya sehingga gereja dipanggil untuk terbuka dan menjadi rumah doa bagi se-Bangsa. Doa bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga bagi pemimpin, masyarakat, dan bangsa. Pada era digital, kesempatan ini makin luas karena teknologi bisa menjadi sarana menghadirkan doa bersama dan menyebarkan firman Tuhan.

PA se-Bangsa mengingatkan saya bahwa iman sejati berarti hidup bagi Tuhan, mendoakan bangsa, dan terlibat dalam misi Allah bagi se-Bangsa.