Teknologi terus berkembang pesat, dan kini kita hidup pada era AI yang telah memengaruhi banyak aspek kehidupan. Dalam konteks pelayanan anak, hal ini bisa terasa menakutkan. Mungkin muncul pertanyaan bagaimana jika anak-anak lebih tertarik pada teknologi daripada belajar firman Tuhan? Atau, apakah AI akan menggantikan peran kita sebagai pendidik dan pembimbing rohani? Dalam seminar Children Ministry in the Age of AI: Tools, Truth, and Transformation, narasumber Kelvin Kristianto mengajak kita untuk tidak terjebak pada rasa takut. Pertanyaannya bukan “takut atau tidak”, tetapi “bagaimana kita menggunakannya”.

AI hanyalah alat. Sama seperti kita pernah memanfaatkan proyektor, ponsel, atau media sosial untuk mendukung pelayanan, AI pun bisa menjadi bagian dari alat bantu kita. Dengan bantuan AI, kita bisa membuat bahan ajar yang lebih kreatif, menemukan gambar atau video yang memperkuat cerita Alkitab, hingga mencari ide permainan edukatif. Semua ini bisa mempercepat proses kerja, memberi kita lebih banyak waktu untuk fokus pada hal yang paling penting: membangun hubungan dengan anak-anak dan menanamkan nilai-nilai iman dalam hidup mereka.

Saya menyadari bahwa kita tetap harus waspada. Teknologi seperti AI dan platform digital lainnya memiliki sisi risiko. Sama seperti di platform Roblox, misalnya, semua orang bisa membuat konten, termasuk mereka yang punya motivasi buruk. Ada potensi munculnya materi yang tidak pantas untuk anak, dan inilah mengapa orang tua serta guru Sekolah Minggu perlu memahami cara mengatur dan membatasi akses. Tujuannya bukan untuk melarang anak menggunakan teknologi, tetapi untuk membekali mereka agar bisa menggunakannya dengan bijak dan aman.

Sebagai orang tua, saya merasakan betul bahwa tantangan pada era teknologi ini tidak bisa dihindari. Saya sadar, saya tidak bisa hanya melarang anak-anak menggunakan AI atau bermain di platform digital lainnya karena dunia mereka memang sudah ada di sana. Yang bisa saya lakukan adalah membimbing dan mendampingi mereka, memastikan bahwa mereka tahu cara menggunakan teknologi dengan bijak, aman, dan tetap sejalan dengan kebenaran firman Tuhan.

Saya belajar bahwa kuncinya adalah keterlibatan. Kita perlu tahu cara kerja fitur keamanan, mengatur pembatasan sesuai usia anak, dan yang paling penting, hadir bersama mereka, baik saat mereka belajar, bermain, maupun bertanya. Yang paling penting, saya ingin mereka memiliki hati yang kuat dan nilai iman yang kokoh, sehingga dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Teknologi, termasuk AI, bukanlah musuh. Jika digunakan dengan bijak, justru bisa menjadi partner yang membantu kita menyampaikan firman Tuhan dengan cara yang kreatif, relevan, dan penuh makna. Saya mengajak Sahabat SABDA untuk menyimak arsip video seminar ini di situs SABDA Live dan dapatkan inspirasi baru untuk mendampingi anak pada era AI.