Tantangan Melakukan Penginjilan kepada Suku Digital
Apakah Anda pernah membayangkan seperti apa teknologi 10 – 25 tahun ke depan? Pernahkah Anda khawatir mengenai perkembangan digital saat ini? Pernahkah memikirkan dampak perkembangan digital bagi generasi bangsa saat ini? Atau, dampaknya bagi orang di sekitar kita, seperti adik, anak, dan ponakan? Beberapa pertanyaan ini mendasari diadakannya roadshow berjudul Penginjilan kepada Suku Digital yang diadakan pada Sabtu, 11 Juni 2022, oleh Yayasan Nafiri Allah Terakhir (NAT) bekerja sama dengan YLSA.
Roadshow diawali dengan pemutaran video yang sangat menarik. Video ini menceritakan seorang gadis muda yang mengubah dirinya seperti robot, menaruh chip dalam kepala, menjadikan tangannya sebagai telepon, dan mata menjadi pengganti kamera. Melalui film Years and Years BBC tersebut, saya mulai membayangkan seperti apa perkembangan zaman dan apa dampaknya bagi manusia. Lalu, acara dilanjutkan dengan pembukaan oleh Ibu Yulia, dan dilanjutkan dengan pemaparan dari Ibu Evie dan Roma terkait Penginjilan kepada Suku Digital.
Mungkin beberapa dari pembaca masih asing dengan istilah “Penginjilan kepada Suku Digital“. Saya akan jelaskan secara ringkas berdasarkan pemaparan materi dari ketiga narasumber SABDA. Suku Digital berasal dari kata ‘suku’, yaitu kelompok dan budaya yang baru menampilkan ciri tertentu yang berbeda dengan lainnya; dan dari kata ‘digital’ yang bermakna penggunaan teknologi masa kini yang terus berkembang dengan pesat. Seperti yang disampaikan oleh Bu Evie, Suku Digital adalah kelompok unreach people, penduduk asli yang hidup dan berkiblat dari teknologi, juga merupakan populasi terbesar menurut data statistik terbaru tahun 2022.
Suku Digital menjadi sasaran penginjilan bagi SABDA dan NAT. Dalam presentasi, Roma menyebutkan pentingnya penginjilan kepada Suku Digital karena mereka adalah generasi penerus gereja. Mereka dapat berfokus melayani Suku Digital lainnya dan memiliki kemampuan adaptasi yang cepat terhadap teknologi.
Nah, poin penting dalam menjangkau generasi digital adalah kita harus masuk ke dunia mereka. Inilah beberapa strategi yang dapat digunakan dalam menjangkau Suku Digital:
1. Missiological Foundations: fondasi dasar misiologi (Mat. 28:19-20 mengenai Amanat Agung).
Pertanyaan dasar: ada di mana, bagaimana mereka berkomunikasi, bagaimana mereka berinteraksi, bagaimana kebiasaan, dan cara hidup mereka
(berdasar lintas geografis/lokasi, lintas bahasa, lintas sosial, lintas budaya).
2. Digital Word for digital world – Bible Proclamation
3. Pemuridan 4H – Head, Heart, Hand, Handphone
4. Christian Digital Quotient (CDQ)
5. Cara-cara lain untuk menjangkau mereka bisa menggunakan komik Alkitab, bahan multimedia yang alkitabiah, menggunakan media sosial untuk PA, dan IG Live untuk PA online
Saya juga diingatkan hal-hal penting yang harus kita memiliki supaya bisa terlibat dalam penginjilan kepada Suku Digital. Nah, apa saja itu? Mulai dari sikap bertobat (bagaimana kita bisa menjangkau jiwa jika dari diri sendiri tidak bertobat mendekat kepada Tuhan), memiliki hati yang mengasihi seperti Yesus, dan menyadari bahwa Indonesia sudah digital (belajar menggunakan digital untuk kemuliaan Tuhan).
Melalui pemaparan dalam roadshow ini, saya melihat ada tantangan bagi generasi sebelumnya untuk membimbing dan belajar peduli kepada Suku Digital (yang saat ini terabaikan) supaya mereka dapat dijangkau dengan firman Tuhan. Hal ini menjadi refleksi bagi saya dalam menyikapi kemajuan digital, mempersiapkan diri, dan lebih proaktif berkontribusi dalam menggunakan digital untuk menjangkau jiwa.
Cetak tulisan ini
Leave a comment