Pandangan Baru: Cara Merenungkan Natal
Oleh: Gatot Prakoso
Merenung, bukan suatu hal yang asing lagi bagi kita, banyak versi dan banyak cara untuk merenung. Saya akan mempersempit lagi pembahasan tentang merenung yang akan dibahas kali ini.
Merenung yang dimaksudkan kali ini adalah merenung dalam pandangan alkitabiah. Merenung tidak sama halnya dengan melamun atau versi merenung pada umumnya. Perbedaan paling mendasar adalah merenung versi alkitabiah itu lebih kepada mengisi pikiran dengan firman Tuhan, sedangkan merenung versi lainnya lebih kepada mengosongkan pikiran.
Sebagai seorang kristen yang sudah sejak kecil diajarkan untuk merenungkan firman Tuhan, ini adalah hal yang sangat sering dilakukan, namun cara merenungkan firman Tuhan yang dilakukan ternyata masih belum maksimal. Selama ini, ketika saya merenungkan firman Tuhan, saya sering kali hanya membuka Alkitab, membacanya, memahaminya, dan menentukan penerapan praktis apa yang akan dilakukan. Ketika sedang menyiapkan materi untuk presentasi SABDA Live mengenai “Cara Merenungkan Natal”, ternyata saya mendapatkan sebuah pandangan baru untuk merenungkan firman Tuhan dari hasil diskusi dengan para mentor di SABDA, dan akhirnya judulnya pun menjadi “Pandangan Baru: Cara Merenungkan Natal”.
Untuk menjelaskan pandangan baru dalam merenung, sebaiknya kita melihat kembali pada sejarah bangsa Ibrani. Dalam bahasa Ibrani, merenung lebih dikenal dengan istilah “Shama”. Shama adalah mendengar, memperhatikan, dan mematuhi firman Tuhan. Kemudian, apa bedanya dengan cara yang selama ini saya lakukan ketika merenungkan firman Tuhan, saya juga sudah melakukan hal yang sama. Ternyata, perbedaan yang paling mendasar adalah dalam hal “merasakan, merenungkan secara mendalam” firman Tuhan. Merenungkan firman Tuhan dalam pandangan baru ini tidak sekadar membaca, memahami dan melakukan, namun membaca, memahami, merasakan, merenungkan secara mendalam dan melakukan firman Tuhan. Merenungkan firman Tuhan tidak sama dengan mempelajari firman Tuhan. Merenungkan firman Tuhan jauh lebih mendalam, lebih intim lagi dengan Tuhan, tidak berhenti sampai kepada pemahaman saja, namun lebih daripada itu adalah mengenai interaksi kita dengan Tuhan, dan pada akhirnya saya memiliki suatu hubungan baru yang secara terus-menerus dibangun dan diperbarui.
Agar lebih paham mengenai pandangan baru ini, saya akan memberikan sebuah contoh, yaitu merenungkan Natal. Peristiwa Natal sudah berlalu sejak lama, dan lebih dari itu peristiwa kelahiran Tuhan Yesus sudah dinubuatkan oleh Nabi Yesaya jauh sebelum Tuhan Yesus lahir. Nabi Yesaya menubuatkan bahwa akan ada seorang perawan yang mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, nama-Nya akan disebut: Imanuel (Yesaya 7:14). Ketika saya merenungkan sejenak, merasakan lebih dalam lagi apa arti kata “Imanuel”, maka timbullah suatu pertanyaan dalam benak saya, apakah “Imanuel” yang berarti “Tuhan beserta kita” hanya berlaku pada zaman dahulu saja, ataukah ini juga berlaku saat ini? Jika ini berlaku hingga saat ini, di bagaian manakah kata tersebut terjadi dalam hidup saya?
Demikianlah cara baru saya dalam merenungkan Natal kali ini. Jawaban atas perenungan-perenungan tersebut membuat saya memiliki suatu hubungan baru dengan Tuhan Yesus. Saya sangat yakin Tuhan Yesus akan selalu ada dalam setiap musim kehidupan saya sehingga saya tidak akan pernah ragu, bahkan takut untuk melewati segala waktu dan keadaan.
Cetak tulisan ini
Leave a comment