Pendalaman Alkitab dengan Lukisan Rembrandt
Mungkin, Anda mengira itu judul yang aneh. “PA ya pakai Alkitab, bukan lukisan Rembrandt,” begitu mungkin kira-kira yang Anda pikirkan.
Tidak biasa, memang. Namun, itulah yang kami lakukan pada minggu ke-2 April ini. Semua staf, baik yang WFH maupun WFO, ber-PA dengan menggunakan lukisan Rembrandt yang berjudul “The Storm on The Sea of Galilee” (1633). Metode PA yang baru pertama kalinya kami lakukan di YLSA ini bernama Visio Divina.
Apa itu Visio Divina?
Nah, supaya jelas, saya kutipkan penjelasannya dari pengantar yang diberikan kepada kami sebelum memulai PA:
“Kita dirancang untuk merespons dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa di antara kita sangat suka terhadap kata-kata, beberapa lainnya terhadap kata-kata yang diucapkan, beberapa terhadap musik, beberapa terhadap karya seni, dan bahkan film. Kita dapat belajar dan terhubung kepada Tuhan dalam doa melalui beragam cara tersebut. Walaupun kita mungkin memiliki cara favorit dalam perenungan, belajar, dan berdoa, namun kehidupan doa yang kaya hanya dapat diperoleh dengan mengalami Tuhan melalui seluruh pancaindra kita.
Visio Divina diterjemahkan sebagai “cara melihat yang ilahi“. Masih berhubungan dengan bentuk doa Lectio Divina (pembacaan ilahi), namun Visio Divina menggunakan elemen visual untuk menolong pikiran kita berfokus pada doa dan merefleksikan/belajar firman Tuhan. Melalui metode ini, Tuhan dapat berbicara pada kita melalui karya seni seperti lukisan, kaca patri berwarna, gambar/icon, dan bahkan pemandangan alam.
Meski menggunakan media lukisan Rembrandt, kami juga tetap menggunakan dasar firman Tuhan dari Markus 4:35-41 dalam ber-PA. Ayat firman Tuhan ini jugalah yang sesungguhnya menjadi dasar dari Rembrandt dalam membuat lukisannya.
Bagaimana cara melakukan PA dengan metode ini?
Sederhana. Setelah membaca firman, kami diminta untuk memperhatikan lukisan Rembrandt dengan detail. Setelah itu, kami diminta membuat catatan tentang apa saja yang kami dapat dari lukisan tersebut, yaitu apa yang kami lihat, rasakan, tangkap, dan ingat. Lalu, kami akan merefleksikan semua yang kami dapat dari lukisan beserta dengan firman Tuhan yang kami baca. Setelah merenungkannya, kami akan menutup dengan aplikasi sebagai respons terhadap firman Tuhan dan doa.
Buat saya pribadi, metode Visio Divina ini cukup seru dan menyenangkan. Bukan hanya karena ini metode PA yang baru kali ini kami lakukan dan menggunakan elemen visual, tetapi juga karena ada banyak pelajaran yang bisa saya dapat melalui sebuah lukisan. Selain memikat mata, lukisan Rembrandt juga berhasil membawa pesan yang terdapat dalam kisah Yesus meredakan angin ribut melalui sapuan kuasnya. Dengan cermat Rembrandt menggambarkan ekspresi badai, ekspresi para murid, Tuhan Yesus, dan situasi yang mereka hadapi di tengah badai itu, yang dapat juga kita analogikan dengan kondisi dan situasi gereja dan orang-orang percaya sepanjang masa. Bagaimana respons kita dalam menghadapi badai kehidupan? Apa yang akan kita lakukan jika kita berada dalam situasi yang sama dengan para murid? Tetapkah kita beriman dan memandang kepada Tuhan saat krisis datang menerpa?
Semua jawaban dari perenungan itu sungguh berguna bagi kita dalam memandang situasi kita sendiri, terutama selama masa pandemi ini. COVID-19 menjadi peristiwa yang mengguncang kehidupan kita semua. Tidak ada yang tidak terkena imbas dalam situasi ini. Jargon “I’m the captain of my soul” runtuh karena materi RNA bernama virus corona. Kesombongan semacam itu ternyata harus diruntuhkan dengan virus sekecil itu. Bukan kita yang menjadi pengendali atas diri dan kehidupan kita, tetapi Tuhan. Dan, melalui lukisan Rembrandt, kita kembali diingatkan, bahwa Yesus juga berkuasa mengendalikan aneka badai kehidupan yang kita alami.
Tertarik untuk ber-PA dengan menggunakan metode ini? Silakan mencoba dengan menggunakan berbagai karya seni yang dapat Anda jangkau. Selain lukisan, kita juga dapat menggunakan foto, gambar, musik, puisi, pemandangan alam, bahkan dengan memandang kaca patri atau salib dalam gereja.
Mari menemukan Tuhan dalam segala hal.
Cetak tulisan ini
Leave a comment