Blog SABDA
4Jan/190

Pengalaman Merayakan “Thanksgiving” di YLSA

oleh: *Elisa

Saya sungguh bersyukur bisa merayakan “Thanksgiving” bersama teman-teman di Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) menjelang akhir 2018. Dalam acara persekutuan saat itu, satu per satu dari kami membagikan ucapan syukur akan kasih setia Tuhan yang menopang kami sepanjang tahun. Ada banyak air mata, tetapi juga berlimpah sukacita. Saya sendiri merasa dikuatkan setelah mendengar pengalaman teman-teman ketika mereka ditolong oleh Tuhan. Sekali lagi, saya diingatkan bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang besar. Dialah Sang Pencipta yang tidak mungkin meninggalkan ciptaan-Nya.

Pada 23 November 2018, ketika perayaan ini diselenggarakan, saya diberi kesempatan untuk berbagi kepada teman-teman mengenai sejarah “Thanksgiving”. Saya pribadi belum pernah mencari tahu tentang hal ini, tetapi karena “tugas” yang diberikan kepada saya untuk mencari informasi tersebut, saya jadi belajar dan mengerti asal usul perayaan “Thanksgiving”. Saya merasa diberkati dari hasil pencarian saya. Jadi, dalam kesempatan ini, saya ingin membagikannya.

Perayaan “Thanksgiving” pertama kali diadakan pada 1621 oleh satu koloni yang berlayar dari Plymouth, Inggris, menuju Amerika. Namun, mereka ini bukanlah orang biasa, melainkan sekelompok Kristen Calvinist yang taat dan berpegang kepada doktrin kekristenan secara ketat. Ketidaksetujuan mereka terhadap kebijakan dan ketetapan-ketetapan Church of England, yang bagi mereka tidak sesuai dengan yang diajarkan firman Tuhan, membuat mereka rela meninggalkan seluruh harta benda, bahkan negara kelahiran mereka. Mereka berjuang menempuh perjalanan panjang berbulan-bulan dengan membawa seluruh keluarga. Koloni ini tiba di Amerika pada musim salju yang begitu dingin pada 1620. Tidak ada satu pun rumah yang tersedia bagi mereka. Mereka terpaksa membangun tempat berlindung seadanya. Cuaca yang begitu dingin menyebabkan tanaman-tanaman yang diusahakan tidak ada yang berhasil. Mereka mengalami bencana kelaparan yang panjang. Banyak dari orang ini sakit parah, tidak dapat bertahan hidup, dan akhirnya meninggal. Namun, dalam masa-masa kritis itu, mereka tetap bertekun dalam doa dan puasa, sambil menyatakan kebergantungan yang penuh kepada Allah. Musim dingin yang panjang akhirnya lewat. Mereka bekerja keras mengusahakan lahan yang ada untuk bercocok tanam. Kemudian, Allah memberikan kesuburan tanah dan menganugerahkan hasil panen pertama dengan melimpah.

Perayaan “Thanksgiving” pertama diadakan selama tiga hari secara besar-besaran sebagai suatu bentuk ucapan syukur yang mendalam kepada Tuhan. Hari itu, mereka juga mengundang penduduk Indian setempat. Perayaan “Thanksgiving” pertama ini lalu menjadi satu cara bagi mereka untuk memperkenalkan Kristus kepada penduduk lokal Indian yang belum mengenal Tuhan; bahwa Allah yang mereka sembah adalah Allah hidup, yang mendengar dan menjawab doa mereka.

Ya, saya sangat terinspirasi dari kisah penetap koloni asal Plymouth ini. Allah menolong umat-Nya dengan tangan yang tidak terlihat. Kesulitan apa pun yang menghampiri hidup kita seharusnya membawa kita untuk mendekat kepada-Nya dalam doa. Tentunya, dengan hati yang selalu bersyukur. Kerap, kita menganggap remeh anugerah-anugerah yang kita terima setiap hari, dan menganggap bahwa sudah sepantasnya kita mendapatkan semua itu. Namun, begitu Tuhan mengizinkan kesulitan datang, kita langsung marah-marah kepada Tuhan. Fokus dan ingatan kita hanya tertuju kepada kesusahan-kesusahan kita, lalu kita melupakan seluruh kebaikan-Nya.

Melalui acara ini, saya juga diingatkan untuk tidak hanya bersyukur setahun sekali atau hanya ketika mendapatkan banyak berkat, tetapi juga melatih diri begitu rupa sampai sikap bersyukur bisa menjadi suatu kebiasaan; kebiasaan bersyukur kepada-Nya setiap saat, kebiasaan untuk senantiasa memuji nama-Nya terlepas dari pergumulan apa pun yang saya alami. Kiranya Tuhan menolong kita semua ya untuk memiliki kebiasaan bersyukur kepada-Nya dalam perkara besar atau kecil, dalam keadaan baik atau buruk (Mazmur 100:4-5).

Soli Deo gloria!

Tentang Penulis Tamu

telah menulis 178 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (0) Trackbacks (1)

Leave a comment

Connect with Facebook