SABDA di Konferensi Konseling Keluarga Indonesia: Pastoral dan Media Sosial
Oleh: * Harjono
Kesehatan mental adalah isu yang masih terkesan tabu di Indonesia. Banyak yang mengalami, tetapi sedikit yang mengakui.Contohnya bermacam-macam, baik stres berlebihan, depresi, anak berkebutuhan khusus, atau ketidakharmonisan relasi dengan keluarga. Menjawab kebutuhan ini, Konferensi Konseling Keluarga Indonesia 2017 menjadi event khusus bagi konselor untuk bersiap menghadapi tantangan zaman, khususnya zaman digital. Dengan mendasarkan diri pada iman Kristen dalam pelayanan konseling, tentu ada harapan bagi para konselor ini untuk menjadi berkat yang dapat menolong konsele hidup sesuai dengan rencana Allah. Bagaimana caranya? SABDA beserta beberapa narasumber dalam bidang psikologi dan teologi mengupasnya dengan saksama.
Tim SABDA yang terdiri dari saya dan Bu Yulia, hadir pada acara ini Minggu, 8 Oktober 2017, hari ketiga dari konferensi yang berlangsung mulai 6 Oktober 2017 di Lemo Hotel, Serpong, Tangerang. Acara terbilang ramai karena jumlah peserta yang lebih dari 350 orang. Selain menjadi narasumber, YLSA juga berkesempatan membuka booth untuk berbagi produk-produk pelayanan. Dengan bantuan panitia, ada dua meja besar yang disiapkan untuk men-display semua bahan SABDA yang “bejibun”, seperti CD Alkitab Audio dengan lebih dari 30 bahasa (bahasa Indonesia, bahasa daerah di Indonesia, dan bahasa asing), DVD bahan pelayanan, SD Card SABDA yang penuh bahan multimedia Kristen, dan brosur-brosur pelayanan YLSA, termasuk brosur aplikasi SABDA Android, publikasi dan situs YLSA, Apps4God, PESTA, Anda Punya Waktu, dll.
Persiapan booth sudah selesai dan ada satu dua panitia yang mulai tertarik melihat booth kami. Pada sesi break, para peserta mulai mendatangi booth dan bertanya tentang bahan-bahan yang kami display di meja. Kami juga kadang-kadang menjelaskan isi masing-masing bahan dan bagaimana memakainya. Contohnya, CD Alkitab Audio yang bisa didengarkan dengan music player di mobil, CD player, atau diunduh file-nya agar bisa didengar melalui gawai mana pun. Kami perlu juga meyakinkan bahwa produk-produk SABDA itu gratis, tetapi bagi yang tergerak bisa memberi persembahan sukarela. Saking banyaknya permintaan, bawaan kami berkurang dengan cepat. Kami berusaha menolong agar peserta-peserta yang datang dan mengambil produk SABDA mengerti sepenuhnya manfaat dari bahan-bahan yang disediakan YLSA.
Pada pleno kedua, Bu Yulia bersiap untuk menjadi pembicara. Beliau membawa sesi “Pastoral dan Media Sosial” yang menurutku sangat manis tanpa kehilangan bobotnya. Topik zaman digital yang biasanya “njelimet” bisa dibawakan dengan lancar melalui contoh-contoh hidup sehari-hari. Yang paling menarik adalah contoh cara Bu Yulia berkomunikasi dengan putrinya yang masih remaja melalui emoticon. Pergumulan beliau yang kadang gaptek, sedangkan putrinya yang hi-tech, terkesan jujur dan membangun. Banyak peserta yang tertawa dan terbawa dengan obrolan Bu Yulia. Menit-menit awal terasa ringan, sampai suasana serius terlihat ketika beliau melontarkan kritik terhadap gereja-gereja dan khususnya konselor yang kurang memperlengkapi diri dengan “Digital Quotient” (Kecerdasan Digital – Red.) dan “Biblical Quotient” (Kecerdasan Alkitab – Red.). Konsep yang sangat penting ini menjadi penentu apakah seseorang akan menjadi pelayan Tuhan yang efektif pada masa depan, khususnya bagi generasi muda.
Respons atas presentasi Bu Yulia tampaknya masih terbawa sepanjang acara. Terbukti dengan diundangnya kembali Bu Yulia menjadi panelis dadakan di sesi Q & A bareng dengan Bu Jenny Lukito. Dalam sesi diskusi panel, para peserta semakin aktif bertanya mengenai isu keluarga, pelayanan, dan gawai yang membayangi kehidupan mereka. Secara keseluruhan, semuanya saling belajar, jawaban tiap panelis melengkapi yang lainnya. Yang penting, mereka siap untuk tidak takut pada teknologi, sebab pada akhirnya teknologi juga adalah untuk Tuhan.
Akhir kata, Tuhan telah memperlengkapi para konselor ini. Semoga mereka semakin siap dan sadar dengan tantangan zaman yang sekarang serba digital dan miskin rohani. Sadar akan anugerah Tuhan, yaitu teknologi yang diberikan pada abad ini untuk menjadi cara baru bertumbuh dalam pengenalan akan Yesus Kristus.
Cetak tulisan ini
Leave a comment