Pengalamanku di SABDA
Oleh: Eben Gunadi*
Saya bersyukur bahwa selama lebih dari setengah tahun ke belakang ini diberi kesempatan untuk magang di SABDA. Jarang di dunia ini ada komunitas seperti SABDA — komunitas yang dibenamkan di dunia teknologi modern yang begitu canggih, tetapi masih hidup dan berinteraksi di tengah-tengah pedesaan yang sederhana. Namun, justru karena kontradiksi itulah, saya bisa bertumbuh dalam dua aspek yang berbeda (tetapi sama pentingnya), yakni dalam keterampilan teknologi maupun dalam kebudayaan Kristen yang ditegakkan di SABDA.
Dalam segi teknologi, hal pertama yang harus dipelajari adalah bahwa tidak ada satu orang yang bisa memberi dampak besar kalau hanya sendirian. Karena dunia teknologi begitu luas dan berbagai jenis, sangat diperlukan kemampuan untuk berkerja sama sebagai satu tim dalam menyelesaikan tugas dengan efektif. Dalam konteks ini; hal-hal seperti workflow (sistem kerja), komunikasi (bahkan komunikasi yang berlebihan), dan sikap positif, menjadi hal-hal yang sangat penting dalam lingkungan IT. Ini tidak mudah karena IT menuntut perkembangan karakter dari pelakunya. Saya sendiri masih ingat bagaimana sulitnya berjuang untuk tetap fokus di rapat-rapat tim; untuk mendengar usulan rekan-rekan yang lain dengan terbuka, dan bahkan untuk bisa merasa senang ketika menemukan masalah (karena itu membuka kesempatan untuk perkembangan!).
Dunia teknologi yang berkembang secepat kilat juga menuntut para pekerjanya untuk senang belajar hal-hal yang baru. Bahkan, salah satu pengurus di SABDA merekomendasikan kami untuk membaca paling tidak 100 halaman buku IT setiap hari! Tapi memang sangat penting juga bagi setiap anggota dalam tim IT untuk bisa belajar secara mandiri. Akan sangat membebankan tim jika ada orang yang harus terus-menerus meminta bantuan/penjelasan dari rekan-rekannya, dan orang yang tidak gemar belajar hal-hal baru tentang IT kemungkinan besar juga tidak akan membawa sikap positif ke dalam kantor kerja. Bagi saya sendiri, butuh waktu yang cukup lama — juga diperlambat dengan penyesuaian fisik, transisi dari LA ke Solo — untuk menemukan rutinitas belajar yang produktif. Hal yang saya temukan berguna bagi saya adalah belajar memakai situs-situs interaktif, pertama-pertama dengan codeacademy.com, dan sekarang dengan teamtreehouse.com (codeschool.com juga situs yang layak diperiksa). Untuk membuat fondasi yang kuat sebagai web designer, saya sedang berusaha untuk menekuni HTML & CSS, JS & JQ, serta sedikit PHP untuk coding.
Di jam kerja SABDA sendiri ada banyak hal teknis yang harus dipelajari, mulai dari hal-hal mendasar seperti cara membuat proposal situs, menginventarisasi konten, dan merencanakan layout situs, sampai ke hal-hal yang lebih teknis seperti membuat script PHP yang bisa interaktif dengan database MySQL untuk mengelola data. SABDA memakai CMS Drupal untuk membuat situs-situsnya, dan program ini juga sesuatu yang tidak mudah dipelajari. Saya masih ingat, pada bulan-bulan awal di SABDA, saya menghabiskan banyak jam di kantor untuk menonton video tutorial satu demi satu untuk bisa menggunakan Drupal.
Mungkin semua hal teknis tersebut bisa pelajari di luar SABDA, tetapi hal yang membuat SABDA unik adalah cara semua hal itu dapat diintegrasikan ke dalam kebudayaan dan komunitas Kristen yang erat. SABDA memiliki fasilitas mess yang cukup luas, yang memungkinkan sekitar setengah dari stafnya bisa hidup bersebelahan dengan kantor dan dengan sesama. Ditambah lagi lingkungan pedesaan yang tidak memiliki terlalu banyak hiburan materi, dan hasilnya adalah sekelompok orang yang bisa berkawan akrab dan bukan sekadar rekan kerja biasa. Rata-rata, lebih dari satu jam kerja disisihkan setiap hari untuk kami merenungkan firman bersama, berbagi berbagai macam pergumulan yang sedang dialami, serta mendukung sesama dengan kata-kata penghiburan dan doa. Sekitar sebulan sekali, kami juga pasti ada semacam acara di luar kantor, misalnya persekutuan di salah satu rumah staf ataupun retret ke tempat wisata.
Bagi orang luar yang mendengar kisah ini pasti berkata alangkah indahnya komunitas erat seperti ini. Namun, dalam aspek ini pun, saya membutuhkan waktu cukup lama untuk penyesuaian. Saat kita ada persekutuan staf yang bisa berlanjut sampai dua jam atau lebih, dibutuhkan disiplin yang tinggi untuk saya bisa fokus terus-menerus, apalagi kalau topik yang sedang dibahas tidak terkait dengan saya secara langsung. Saya masih ingat perjuangan untuk melawan pikiran saya yang melayang-layang, sampai mencoba menerapkan metode-metode meditasi ataupun mengambar muka-muka orang yang sedang berbicara. Metode-metode tersebut adalah temuan instan yang saya pakai ketika akar masalahnya, yaitu kurangnya hati yang peduli akan orang lain, sedang diperbaiki dengan perlahan. Sebab, memang tidak ada jalan pintas untuk mengembangkan kebesaran hati seperti itu. Untuk keluar wedangan bersama ketika ada kesempatan, atau untuk “nongkrong” seolah-olah tidak ada tujuan, atau menggunakan bahasa Jawa (apalagi Jawa kromo!) ketika saya bisanya hanya memakai bahasa Indonesia atau Inggris — hal-hal kecil inilah yang sedikit demi sedikit mengubah hati saya untuk lebih peduli dengan rekan-rekanku di SABDA.
Untuk maju di masa depan, saya merasa cukup diperlengkapi SABDA; untuk bisa masuk ke dalam dunia IT maupun untuk bertumbuh secara rohani dengan konsisten dan dengan tujuan. Banyak pelajaran di dunia ini yang kita tidak bisa pelajari lewat sekolah, sebaliknya harus dengan pengalaman. Walaupun tidak dengan cara yang mudah, SABDA telah memfasilitasi pengalaman ini untuk saya agar saya bisa belajar berkerja sama dengan orang lain, mengembangkan visi dan misi yang sehat untuk hidup ini, mengubah sikap terhadap pekerjaan, dan membangun relasi dengan sesama dan dengan Allah.
Sekali lagi, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Bu Yulia dan keluarganya, serta semua rekan di SABDA, termasuk Snoopy, untuk pengalaman yang tak akan terlupakan untuk saya. Kiranya Tuhan terus memberkati dan menyertai pelayanan SABDA di abad-abad yang akan datang.
Cetak tulisan ini
May 20th, 2015 - 09:17
Teruslah melayani Tuhan, Eben … di mana pun Tuhan menempatkanmu! 🙂
Senang bisa mempunyai teman seperti Eben. Eben itu ramah dengan siapa saja. Aku berharap Eben menemukan tempat yang tepat untuk dia mengembangkan dirinya. Semangat ya, Eben! Tuhan Yesus memberkati.
May 26th, 2015 - 15:07
Bersyukur boleh menjadi teman share Eben selama di Sabda. Berharap terus menjaga disiplin rohani ketika di LA ya!!
your big sister at Sabda:-)
June 4th, 2015 - 14:46
Dari awal kenal Eben, seneng sih dengan sikap Eben yang ramah dan tidak ‘snob’. Trus, suka juga dengar suaranya Eben kalo sedang nyanyi 🙂
Well, i wish you all the best, Eben.
Semoga terus bertumbuh di dalam Tuhan.
Blessings!