“Teknologi: antara Tuan atau Teman”
Bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan keluarga oleh beberapa gereja, termasuk GKI. Berkaitan dengan itu, gereja mengadakan berbagai acara yang berkaitan dengan keluarga, salah satunya adalah Sarasehan dengan tema “Teknologi: antara Tuan atau Teman”, yang diadakan oleh GKI Sragen pada tanggal 25 Oktober 2014. Lalu, apa hubungannya dengan YLSA?
Bersyukur bahwa YLSA dipercaya untuk mengisi acara tersebut. Tepat rasanya karena YLSA memang Yayasan Kristen yang berkecimpung di dunia teknologi. Tema tersebut sedikit banyak mengindikasikan bahwa orang Kristen mulai concern terhadap perkembangan teknologi, dan yang lebih penting lagi, terhadap bagaimana gereja harus menyikapinya. Maklum, sampai hari ini pun, masih banyak gereja yang hanya membuka sedikit pintu, jika tidak bisa dikatakan benar-benar menutupnya, untuk teknologi masuk ke dalamnya.
Sore itu cuaca cerah; sekitar pukul 16.30, Hadi, Gunung, dan saya berangkat menuju Sragen dengan mengendarai motor. Saya senang karena dalam roadshow kali ini bisa mengajak istri dan seorang anak saya. Asyik juga berkendara di sore hari … terlebih untuk melayani Tuhan 🙂
Kami tiba di GKI Sragen sekitar pukul 17.20, langsung mempersiapkan diri, dan membuka “booth” SABDA. Setelah sedikit berbicang dengan panitia, saya yang bertugas menyampaikan presentasi sedikit terkejut karena ternyata format acaranya bukan presentasi, melainkan diskusi panel dengan (seharusnya) tiga narasumber: dari bidang informatika, pengamat sosial, dan kekristenan. Akhirnya, saya pun harus menjalankan peran ketiga narasumber tersebut seorang diri, hanya ditemani moderator dari GKI Sragen, yaitu Pak Tri.
Selama sarasehan berlangsung, saya menyampaikan beberapa poin tentang perkembangan teknologi, pengaruhnya dalam masyarakat, dan sikap kita sebagai orang Kristen dalam menghadapi perkembangan teknologi. Kita bisa dengan cepat melihat adanya perubahan perilaku masyarakat sebagai dampak berkembangnya teknologi dengan melakukan pengamatan kecil di lingkungan sekitar kita. Orang-orang bermain HP saat nongkrong di HIK, mendengarkan musik dari HP saat berkendara atau naik angkot, anak-anak SD atau TK yang bermain games dari tablet, tukang-tukang becak yang mendengarkan radio/musik dari HP sembari menunggu penumpang, dsb.. Ini adalah pemandangan yang jarang kita lihat 5 sampai 10 tahun yang lalu. Jelas bahwa teknologi sudah sangat berkembang dan memengaruhi kehidupan manusia, terutama dalam hal interaksi dengan orang lain. Ada satu istilah yang mengatakan teknologi itu mendekatkan yang jauh, tetapi menjauhkan yang dekat. Itulah fenomena yang banyak kita lihat saat ini. Selain itu, saya juga menyampaikan beberapa bahaya lain yang dapat muncul karena ketidakbijakan dalam menggunakan perangkat dan layanan berbasis teknologi informasi saat ini.
Banyak penipuan, penculikan, perdagangan manusia, dsb. yang diawali dari interaksi melalui media jejaring sosial, banyak anak-anak mengakses situs-situs porno dari gadget mereka, banyak jemaat bermain HP sementara mendengarkan khotbah di gereja, dsb.. Tentu ini membutuhkan kearifan, terutama dari anak-anak Tuhan, untuk menyikapinya. Bahaya lain yang perlu diwaspadai adalah teknologi sering kali membuat seseorang memberhalakannya tanpa menyadarinya.
Namun, teknologi tentu memiliki nilai positif yang harus dimanfaatkan gereja untuk mengemban Amanat Agung Tuhan Yesus. Inilah sikap gereja yang saya sampaikan dalam sarasehan tersebut. Teknologi dapat mengerjakan banyak hal untuk kita sehingga kita akan memiliki lebih banyak waktu untuk berinteraksi dengan orang lain. Kesempatan ini harus kita manfaatkan untuk membangun relasi yang baik dan berkualitas dengan orang tersebut, baik itu keluarga, tetangga, ataupun orang yang baru kita kenal. Selain itu, teknologi juga memudahkan kita untuk menyebarkan firman Tuhan kepada orang lain. Kita bisa memasang status tentang firman Tuhan di media sosial yang kita miliki, membuat video kesaksian yang kita unggah di internet, dan masih banyak lagi.
Meski ada perubahan format acara yang mengejutkan saya, tetapi saya bersyukur tetap bisa menyampaikan hal-hal tadi. Sekalipun ada situasi yang tidak kami prediksi, saya tetap bisa mendapatkan pelajaran dari pengalaman itu.
Memperjelas komunikasi antara pelayan dan pihak yang akan dilayani adalah pelajaran pertamanya. Seandainya saya menanyakan gambaran format acaranya sebelum berangkat, mungkin saya akan lebih siap. Pelajaran keduanya adalah kami, terutama saya, harus mempersiapkan diri dengan banyak kemungkinan. Jelas, tidak semua pelayanan akan berjalan seperti yang kita pikirkan dan rencanakan. Akan ada suatu saat ketika hal-hal berjalan di luar prediksi kita. Sebagai pelayan Tuhan, kita harus siap sedia pada segala waktu. Bagi saya, itu bukan perkara mudah, tetapi tetap harus diusahakan. Tentu akan menyenangkan menjadi seorang pelayan yang dapat dipakai Tuhan kapan saja, di mana saja, dan dalam situasi apa saja. Sayangnya, gambaran seorang pelayan yang seperti itu masih terlalu jauh dari diri saya … banyak hal yang masih harus saya pelajari dan latih. Semoga pengalaman ini mengasah kami semua untuk menjadi seorang pelayan yang semakin diperlengkapi.
Cetak tulisan ini
January 13th, 2015 - 10:32
Wah, salut dengan Pak Berlin. 😀
Melayani ke luar kota dengan membawa istri dan anaknya … hehehe. 😀
Setiap pengalaman kita dalam melayani Tuhan bisa menjadi sukacita sejati jika kita melakukan murni untuk memuliakan nama-Nya. Semangat melayani ya!
January 15th, 2015 - 06:57
Waktu dengar sharing dari Pak Berlin, dkk. kalau format acaranya berbeda dengan yang sudah dipersiapkan, aku juga kaget :D. Tapi, bersyukur Pak Berlin dkk. sudah memberikan yang terbaik buat pelayanan ini. Selamat melayani lagi ya, Pak!
September 20th, 2017 - 13:42
Information that you find very useful, and provide more motivation for us.
October 12th, 2017 - 13:43
Hatur Thank you