Saya sering mendengar motto yang mengatakan, “hidup adalah perjuangan”. Saya percaya pada motto itu, karena saya sendiri juga mengalaminya. Saya rasa kita semua juga tahu bahwa hidup yang berarti memang harus diperjuangkan.

Beberapa waktu yang lalu, YLSA kembali mengadakan training dengan nonton film, judulnya “Touching The Void”. Tidak semua staf ikut, karena banyak staf lama sudah menontonnya. Sebuah kisah pengalaman nyata dari 2 orang pendaki gunung yang menaklukkan Gunung Siula Grande setinggi 21000 kaki. Melihat film ini, saya belajar sisi lain dari apa artinya “berjuang untuk hidup”.

Joe Simpson dan Simon Yates adalah pendaki gunung yang berambisi untuk menaklukkan puncak tertinggi gunung Siula Grande. Dalam perjalanan mencapai puncak, sebenarnya tidak terlalu banyak rintangan yang harus dihadapi; fisik mereka cukup kuat, dan cuaca cukup bersahabat. Perjuangan mencapai puncak terbayar dengan memuaskan. Namun, tidak demikian halnya dengan perjalanan menuruni gunung itu. Tantangan terbesar adalah cuaca yang tiba-tiba berubah secara drastis dan bertiupnya badai salju di atas gunung. Joe tergelincir jatuh di tebing yang curam ketika menginjak struktur salju yang kurang padat dan membuat kakinya patah. Untung sekali ada tali yang mengikat Joe dengan Simon sehingga Joe tidak langsung jatuh ke tebing, tapi Joe bisa bertahan dengan bergantung pada tali yang mengikatnya dengan Simon. Namun celaka karena posisi Simon membuatnya tidak mungkin mengangkat Joe naik atau pindah ke posisi yang lebih baik. Untuk jangka waktu yang lama, tali juga tidak akan kuat menahan berat badan mereka berdua. Keputusan yang sangat sulit harus diambil Simon kalau ia masih ingin hidup, yaitu memutus tali yang mengikatnya dengan Joe dan membiarkan Joe jatuh ke bawah tebing. Itulah yang dilakukan Simon. Posisi di mana Joe jatuh, apalagi dengan kakinya yang sudah patah, dan badai salju yang menghempas, Simon yakin Joe pasti sudah mati.

Jawabannya adalah tidak! Keadaan yang hampir mustahil untuk hidup, tapi Joe hidup. Perjuangan sesudah Joe jatuh inilah yang justru sangat menarik. Joe dapat bertahan hidup di tengah keadaan yang sangat tidak mungkin untuk tetap hidup. “Lebih baik mati berusaha daripada mati tanpa berbuat apapun”, adalah semboyan Joe. Inilah yang saya pelajari dari menonton film ini — semangat memperjuangkan hidup harus terus berkobar.

Saya jadi teringat dengan salah satu motto masyarakat Jepang yaitu “Gambaru..!! Apa itu gambaru?” Yang pasti, itu bukan sejenis “gethuk” (baca: makanan khas jawa) ataupun makanan ringan lainnya. Bukan juga nama salah satu staf YLSA. Menurut kamus bahasa jepang sih, gambaru artinya: “doko made mo nintai shite doryoku suru” (bertahan sampai kemana pun juga dan berusaha habis-habisan). Filosofi hidup orang duniawi saja bisa seperti itu, filosofi hidup orang Kristen seharusnya jauh di atas itu, karena perjuangan orang Kristen bukan untuk hal yang fana, tapi hal yang kekal. Tetapi rahasia yang paling utama adalah orang Kristen bisa bertahan hidup dalam situasi bukan karena bergantung pada kekuatan yang ada di dalam diri, tapi bergantung dan bersandar sepenuhnya pada kuasa Tuhan Filipi 4:13. Karena dibalik segala kekuatan yang kita miliki, dan segala celah jalan keluar yang kita dapat, Tuhan lah yang bekerja di balik itu semua Roma 8:28.

Setelah ini, film apa lagi ya yang akan ditonton? Ga sabar nunggunya…