Blog SABDA
5Sep/172

Mereka yang Haus pun Mengantre – Testimoni Roadshow SABDA di Surabaya

Oleh: *Joy

“Weekend nanti waktunya istirahat,” begitu pikir saya pada pertengahan minggu. Namun, ternyata Tuhan punya rencana lain yang jauh lebih indah daripada rancangan manusia, apalagi sekadar tidur siang akhir pekan. Dibawa-Nya kami, Ibu Yulia, Evie, dan saya untuk melayani di GKI Sulung Surabaya, 12 — 13 Agustus 2017. Inilah perjalanan roadshow pertama saya bersama SABDA.

Terletak di daerah Alun-alun Contong, GKI Sulung merupakan GKI tertua di Surabaya. Desain interior aula kebaktiannya lumayan mengejutkan. Ketika gereja-gereja ortodoks biasanya mempertahankan gaya desain kolot yang simetris kanan kiri, tidak demikian halnya GKI Sulung. Dinding di belakang mimbar berhiaskan elemen kayu membentuk garis miring dari bawah ke atas dan sebaris pilar di sisi kiri yang tingginya juga berirama mengikuti garis miring itu. Kombinasinya memberikan kesan asimetris secara keseluruhan, tetapi tetap cocok dengan penempatan salib besar di tengah. Sebuah simbol Kristus sebagai sentral, pertumbuhan yang meningkat, serta kebaruan. Estetika inovatif ini — setidaknya di antara gereja tua di Indonesia — memanjakan mata desain yang rindu perubahan. Dengan perpustakaan yang cukup lengkap, kantin yang nyaman, serta lahan parkir indoor, tempat ini ideal untuk menjadi rumah kedua bagi jemaatnya, secara rohani maupun jasmani.

Di tepi lahan parkir itulah, yakni di depan perpustakaan, SABDA diberi tempat untuk menggelar booth tempat kami memajang produk-produk Alkitab audio(link) serta membantu instalasi aplikasi PA (Pendalaman Alkitab) SABDA untuk ponsel dan laptop, selama tiga kali kebaktian berturut-turut. Jadi, setelah Ibu Yulia memimpin jalannya ibadah dan berkhotbah, kami siap di lantai bawah untuk menyambut siapa saja yang mampir melihat dan mendapatkan bahan-bahan SABDA untuk pelayanan.

Ini bukan booth biasa karena semua yang tersedia diberikan secara cuma-cuma, tepat seperti pesan Yesus kepada murid-Nya. Inilah indahnya pelayanan kami, segala usaha “promosi” dan ramah tamah bukanlah topeng yang bertujuan untuk mencari keuntungan sendiri, melainkan murni demi “keuntungan” orang lain.

Hampir semua produk SABDA berbasis digital sehingga orang muda tentu sangat familiar dengannya. Namun ironis, mereka yang datang, dengan antusias menyisihkan waktu dan tenaga untuk mendapat sarana pembelajaran Alkitab digital justru bukan para digital native. Bapak, ibu, bahkan kakek-nenek usia senja yang sebagian besar hanya tahu cara menelepon dan mengetik, justru merekalah yang berwajah cerah dan mata berbinar yang dengan penuh semangat meminta aplikasi Alkitab untuk ponselnya, lengkap dengan tafsiran, kamus, dan aplikasi penunjang lain untuk belajar Alkitab. Merekalah juga yang mengisi tasnya penuh dengan DVD Alkitab audio berbagai bahasa, baik untuk didengar sendiri maupun dibagikan kepada orang lain yang membutuhkan Injil. Mereka semualah yang selama ini — sadar maupun tidak — telah kami layani dari jauh lewat bahan-bahan teologi yang dirilis online. Berjumpa dengan mereka telah membuat kami melihat bagaimana karya yang kami kerjakan di kantor dapat menjangkau orang di luar sana, apa yang mereka butuhkan, apa yang bisa kami tingkatkan.

Melihat fenomena tersebut, saya sadar dunia digital adalah sebuah ladang misi, sama seperti kampung di pedalaman atau komunitas urban di luar negeri. Digital juga adalah sebuah bahasa dan budaya, sama seperti bahasa Afrika atau budaya Dayak. Jadi, menjangkau digital native adalah pekerjaan misi, tak kalah penting dibanding pekerjaan misi yang pergi secara fisik nun jauh ke sana. Kita para pendahulu harus belajar bahasa dan cara berpikir mereka untuk dapat mengantarkan Injil ke pulau digital agar generasi yang hidup di antara berbagai gawai yang tersedia berjumpa dengan Kristus. Terima kasih. Soli Deo Gloria!

Tentang Penulis Tamu

telah menulis 197 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini