Blog SABDA
11Aug/172

Progsif tentang Alkitab vs. Deuterokanonika

Oleh:*Jovita

Hari pertama Agustus 2017 belum berakhir, tetapi beberapa staf YLSA beserta enam mahasiswa magang dari Universitas Kristen Petra telah bersiap di depan kantor SABDA begitu jam menunjukkan pukul 18.00 WIB. Program Seminar Pembinaan Iman Kristen (SPIK) memang terlalu berharga untuk dilewatkan. Di jalanan yang tidak begitu ramai, kami meluncur menuju hotel Megaland Solo, tempat acara diadakan. Di sana, saudara-saudara seiman yang rindu belajar kebenaran-Nya sudah duduk rapi menghadap layar proyektor yang sebentar lagi akan menampilkan “life-relay” seminar yang digelar di Surabaya.

Tepat pukul 18.30 WIB acara dimulai. Dengan intonasi yang tenang, tetapi tegas, Pdt. Aiter, M.Div. menyampaikan topik Alkitab vs. Deuterokanonika, sebuah tema sensitif yang tak lazim dibahas, baik oleh kaum Protestan maupun Katolik sendiri. Beliau mulai dengan menjelaskan istilah-istilah penting yang akan dipakai sepanjang pembahasan materi, antara lain kanon, protokanonika, deuterokanonika, apokrifa, pseudepigrafa, dan septuaginta (LXX).

Kanon, secara harfiah artinya tongkat pengukur, merupakan ketetapan daftar kitab yang diakui sebagai firman Allah (diinspirasikan oleh Roh Kudus).

Protokanonika adalah proses kanonisasi yang pertama (Yunani: protos – first). Protokanonika menetapkan atau mengakui kitab orang Yahudi (yang sekarang menjadi seluruh PL dalam Alkitab kita) sebagai firman Allah. Kitab Yahudi tersebut terbagi menjadi 3 kategori: Torah (T), Nebiim (N), Ketubim (K).

Apokrifa mencakup kitab-kitab yang tidak diakui otoritas ilahinya dan ditolak dalam protokanonika.

Deuterokanonika ialah kanonisasi kedua karena rupanya ada bapa-bapa gereja yang tidak puas dengan protokanonika. Mereka beranggapan ada kitab-kitab lain yang seharusnya diakui sebagai firman Allah. Maka, deuterokanonika memasukkan apokrifa ke dalam kanon mereka.

Pseudepigrafa merupakan tulisan yang dibuat dengan mengatasnamakan orang lain yang berpengaruh pada zamannya.

– LXX adalah Alkitab PL versi bahasa Yunani (kitab-kitab Yahudi yang berbahasa Ibrani).

Para penulis Injil, rasul-rasul, bahkan Yesus sendiri, sering mengutip bagian tertentu dari kategori T, N, maupun K. Artinya, kitab protokanonika tersebut diakui keabsahannya, Tuhan mengonfirmasi semua sebagai Firman-Nya. Sementara, tak satu pun dari kitab Apokrifa pernah dikutip dalam PB. Pdt. Aiter mengupas satu per satu kejanggalan dan kontradiksi dalam Apokrifa, serta ucapan penting yang menjadi doktrin Katholik.

Pertama, ada Tobit yang mengklaim dirinya sebagai orang saleh. Ia mengaku pergi ke Yerusalem sendiri untuk merayakan ibadah pada hari raya Yahudi. Ia sering menguburkan mayat orang sebangsanya yang terhampar di tempat umum (dari sini muncullah keyakinan bahwa orang mati memerlukan pertolongan dari orang hidup). Belakangan, Tobit buta karena matanya tertimpa kotoran burung, sementara menantunya, Sara, kerasukan setan. Ia menyuruh anaknya, Tobia, pergi ke Gabael meminta perak yang pernah dititipkan dengan jaminan surat perjanjian tertentu (bentuk perjanjian semacam ini tak pernah dicatat dalam fakta sejarah zaman PL). Lalu, muncullah tokoh malaikat Rafael yang berbohong mengenai nama dan asalnya, ia mendampingi perjalanan Tobia (dari sini berkembang kepercayaan adanya malaikat pelindung). Padahal, tak pernah ada dalam kisah PL mana pun bahwa malaikat yang diutus Allah tinggal lama di bumi, bahkan berbohong. Dalam Tobit juga diajarkan bahwa bersedekah bisa melepaskan orang dari maut.

Selain itu, ada kitab Sirakh. Di sana, tertulis bahwa menghormati bapa (bapa manusia, bukan Allah) akan memulihkan dosa. Hal ini bertentangan dengan ajaran Yesus sendiri.

Dalam 2 Makabe 12:42-43 muncul ajaran untuk mendoakan orang mati secara lebih eksplisit, serta uang persembahan untuk menghapus dosa.

Lalu, ada juga Tambahan Kitab Ester, yang banyak bagiannya justru bertentangan dengan Ester yang sudah ada. Misalnya, dalam kitab Ester dicatat bahwa Mordekhai tidak mendapat apa pun atas laporannya yang menyelamatkan nyawa raja. Baru belakangan ia diarak sebagai bentuk penghormatan. Sementara itu, Tambahan Ester menuliskan bahwa Mordekhai memperoleh hadiah besar atas tindakan tersebut.

Kitab Yudit sangat meninggikan seorang wanita Ibrani. Hal ini tidak pernah ada dalam kebiasaan maupun sastra Yahudi mana pun. Di sana dikisahkan Yudit berbohong, serta membunuh seorang pemimpin besar musuh Israel bernama Holofernes. Nama itu juga tidak ditemukan dalam catatan sejarah mana pun, berbeda dengan kisah Alkitab lain yang dapat dikonfirmasi lewat dokumen Timur Tengah Kuno.

Apokrifa sarat dengan nuansa mengutamakan perbuatan baik manusia, amal dapat menyelamatkan, dan sejenisnya. Pesan teologis ini bertentangan dengan kanon yang pertama. Secara struktur literer dan narasi peristiwa, banyak terdapat keganjilan. Itulah yang membuat sebagian orang menolak otoritas deuterokanonika meski banyak juga kelompok lain yang mengakuinya.

Sebagai orang beriman, hendaknya dengan tekun kita mempelajari Alkitab — sebab dari sanalah iman timbul — bukan hanya untuk memuaskan intelektual, tetapi demi mengejar pengenalan akan Allah dan Firman-Nya. Kiranya yang saya bagikan ini bisa menolong dan membukakan hati dan pikiran kita. Soli Deo Gloria!

Tentang Penulis Tamu

telah menulis 197 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (2) Trackbacks (0)
  1. terima kasih atas hadirnya situs ini, bisa menambah referensi

  2. Blog ini sangat menambah wawasan saya tentang berbagai kosakata baru yang belum pernah saya dengar sebelumnya.


Leave a comment

Connect with Facebook

No trackbacks yet.