Kerjakan yang Aku Mau vs yang Tuhan Mau?
Beberapa waktu yang lalu saya dengan beberapa rekan di YLSA mengikuti seminar yang diselenggarakan oleh salah satu gereja di Solo. Karena topik yang diiklankan kedengaran menarik dan dibawakan oleh motivator yang cukup terkenal di Indonesia, maka saya pun ikut. “DO WHAT YOU LOVE, LOVE WHAT YOU DO”, adalah judul seminar yang dibawakannya. Harapan saya seminar ini dapat menolong saya untuk mengatasi kejenuhan kerja yang kadang timbul tenggelam.
Tidak ada dasar alkitabiah yang dibahas di dalam seminar ini, kecuali beberapa ayat yang sepertinya disebut dengan sedikit dipaksakan. Pembahasan adalah sekitar hal-hal umum yang menjadi kendala kita untuk maju, baik di dalam pekerjaan maupun relasi. Jika kita mengenal diri dengan baik maka kita akan dapat memaksimalkan potensi yang kita miliki, begitulah kira-kira inti seminar itu. Secara pribadi, tentu ada masukan-masukan positif yang bisa saya ambil dari seminar yang berdurasi kurang lebih 3 jam itu. Namun, ada juga perenungan lain yang menjadi pelajaran penting untuk saya.
Pembicara seminar itu mengajarkan tentang bagaimana kita dapat “Love What We Do”, tapi setelah saya renungkan, saya menyadari bahwa bekerja itu pada hakikatnya tidak mungkin selalu menyenangkan. Bagaimanapun, pasti ada saat-saat titik jenuh yang akan kita alami, dalam pekerjaan apapun, bahkan pekerjaan yang kita sukai sekalipun. Sebagai seorang Kristen, saya belajar bahwa supaya kita dapat “Love What We Do”, maka dalam bekerja sebaiknya kita jangan hanya bekerja karena kita harus bekerja, melainkan karena kita mencintai Tuhan yang memberikan pekerjaan kepada kita. Sukacita ada saat kita taat melakukan tugas yang Tuhan berikan dan kita dapat memuliakan Tuhan lewat pekerjaan kita. Menurut saya, melakukan apa yang Tuhan inginkan adalah sebuah nilai yang kekal. Tuhanlah yang mengenal diri kita, dan Dia jugalah yang memberikan karunia kepada kita. Mari kita memaksimalkan apa yang telah Dia berikan itu untuk melakukan apa yang Dia inginkan. Nah, bagaimana kalau topik seminar itu diganti seperti ini: “Do What God Loves”, bukan “Do What I Love”. Saya yakin ini hal yang lebih utama. Tuhan memberkati.
Cetak tulisan ini
July 8th, 2009 - 13:46
“Tidak ada dasar alkitabiah yang dibahas di dalam seminar ini, kecuali beberapa ayat yang sepertinya disebut dengan sedikit dipaksakan.”
Setelah membaca kutipan di atas saya kembali mendapat konfirmasi bahwaa akhir-akhir ini semakin banyak motivator-motivator yang memakai ayat Kitab Suci untuk sedikit ‘menyerempet’ dengan materi yang disampaikan. Kurang tahu juga sih apa alasan mereka. Cukup miris juga melihat kenyataan ini.
Tapi dari poin terakhir yang kamu katakan saya sutuju banget, Tin.
Sama halnya dengan kehidupan ini, ibarat kepingan uang logam. Gambar dan angka tak kan bisa dipisahkan. (halah…halah…halah…sok banget ngga se? ;p )
Begitu juga dengan pekerjaan. Kadang menyenangkan, kadang kurang bahkan tidak menyenangkan. Nah, selain selalu memegang teguh semboyan “Do what God loves”, kita harus tetep inget betapa susahnya mencari pekerjaan sekarang ini. Jadi jika kita sudah bekerja tapi dirasa belum ada senang-senangnya, tetaplah bersyukur. Seberapapun beratnya tetep aja ada banyak hal yang bisa membuat kita senang.
Yang penting juga, baiklah kita setia dalam perkara-perkara kecil, dan pastikan Tuhan akan memercayakan kepada kita perkara-perkara besar. Mari lakukan apa yang bisa kita lakukan seperti kita melakukannya untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Chayooo!!! GBU 🙂
July 9th, 2009 - 10:17
Era post-modern saat ini memang menuntut kita bijak dalam memilah-milah informasi dan pengetahuan yang kita terima…
Kata beberapa ahli advertising, di tengah tumpah-ruahnya informasi dan pengetahuan di zaman ini, defenisi komunikasi telah berubah dari sekedar ‘menyampaikan pesan’ menjadi ‘didengarkan’… karenanya banyak orang berusaha untuk ‘didengarkan’ dengan berbagai metode dan teknik, sehingga sering melupakan keasasian dan kedalaman pesan….
ah sayang.. banyak pesan yang jadinya dangkal dan tidak asasi namun karena menang teknik justru itu yang didengarkan…. fenomena ini juga banyak terjadi di gereja..
Mengikuti seminar-seminar seperti ini sebenarnya akan sangat berguna asal kita mau memilah dan menerapkannya dengan dasar dan pandangan kekekalan, yaitu rencana Bapa. Tidak terjebak pada pemikiran dangkal dan sementara yang secara tidak sadar membungkusnya.
Patut juga menjadi koreksi bagi kita, mengapa pesan asasi dan dalam dari kebenaran firman Tuhan justru ‘tidak didengarkan’? Bisa jadi karena hati yang keras.. bisa pula karena kita tidak mengupayakannya untuk ‘diperdengarkan’.. di tengah zaman yang begitu padat informasi dan pengetahuan saat ini.
Biarlah kita memikirkan dan mengupayakan cara-cara kreatif yang direstui dan dipimpin Tuhan guna ‘memperdengarkan’ SABDA-NYA, hehe..
July 9th, 2009 - 11:18
Aku juga ikut seminar ini. Memang seminarnya sekuler. Kalau mau disimpulkan, menurutku seminar ini berbicara tentang bagaimana kita dapat memberdayakan diri untuk menjadi lebih daripada biasa dalam apa yang kita kerjakan supaya kita dapat mencapai kesuksesan — uang banyak, kehidupan yang lebih mewah, dan lain-lain.
Dari sudut pandang sekuler, secara keseluruhan, prinsip-prinsip yang dikemukakan benar dan membuka wawasan. Cuma kalau dilihat dari sudut pandang biblikal, tentu saja banyak prinsip yang tidak sesuai dengan ajaran firman-Nya.
Aku mendengar dan memahami semua prinsip yang dikemukakan, tapi bukan berarti aku (akan) menerapkan prinsip-prinsip itu mentah-mentah. Kadang, aku memolesnya :p, supaya cocok dengan apa yang Tuhan katakan. Yah … bisa dikatakan seperti Kristin itu … dengar … lalu renungkan … dan dapat sesuatu ….:)
July 9th, 2009 - 15:56
Apa yang dikatakan Bu Kristin memang benar, bahwa bekerja tidak selalu menyenangkan. Bahkan jika saat melakukan pekerjaan itu dengan tulus hati dan sungguh-sungguh, sering tidak ada artinya. Namun, jika sukacita bekerja dititikberatkan pada faktor yang dibuat manusia, maka yang terjadi kemungkinan besar saya tidak akan pernah suka pekerjaan saya, apalagi mencintai pekerjaan saya. Renungan dari Maz 103: 1-14 dan dari 2 Korintus 4:8-18 memberi kelegaan bagi saya. Ayat-ayat firman Tuhan tersebut mengingatkan bahwa Dia sangat peduli dengan kesungguhan hati kita dalam bekerja. Walaupun pekerjaan itu penuh tekanan dan tidak menyenangkan, Dia akan dan memberi sukacita yang memampukan kita untuk love what we do, mencintai pekerjaan Tuhan dan kiranya apa yang kita lakukan adalah untuk memuliakan Allah.
July 10th, 2009 - 10:32
Kemarin aku juga ikut seminar itu dan aku juga sangat sependapat dengan Mas Dian dan Bu Eviri, banyak sekali pengajaran yang tidak sesuai dengan firman Tuhan dan aku juga merasakan sedikit ganjalan dalam mengikuti seminar itu, tetapi dalam seminar itu tetap ada yang bisa dipelajari, misalnya dari cara penyampaiannya, dia menyampaikan dengan sangat kreatif, terus dari cara dia memotivasi orang, dll..
Memang diperlukan kewaspadaan dalam mengikuti seminar-seminar seperti ini dan hal yang yang kutemukan paling salah dalam seminar ini adalah tidak semua hal yang berhubungan dengan kekayaan dan kemakmuran itu dinilai dengan uang, karena kemarin yang aku dengar hanya bagaimana bisa mendapat uang yang banyak. Tetapi tetap semuanya itu kita kembalikan lagi kepada Tuhan, apakah tindakan yang kita lakukan ini sudah berkenan kepada Tuhan atau belum. Sekalipun kita sudah mencoba dengan keras dan mati-matian, tetapi jika Tuhan tidak menghendakinya maka semua yang kita lakukan ini pasti tidak akan berhasil (Ibrani 13:5).
July 10th, 2009 - 16:54
Hai all,
Puji Tuhan, banyak hal yang ditawarkan oleh dunia ini. Namun, justru menjadi bahan perenungan yang bisa kita pelajari. Salah satunya kita bisa menyaring mana yang baik dan tidak untuk kita. Wah… kalau dah kayak gini, daya kritis kita semakin terasah dan teruji ya.
August 17th, 2009 - 17:38
Setiap pagi ketika saya masuk ruang kerja saya, saya bersyukur buat pekerjaan, ratusan karyawan yang masih Tuhan percayakan. Dan itu cukup membuat saya termotivasi untuk bekerja hari itu.
August 19th, 2009 - 10:53
@Kawi Armiyasa
Terima kasih atas kunjunganya di Blog SABDA. Mengawali pekerjaan dengan selalu mengucap syukur dengan apa yang ada di sekeliling kita benar-benar jadi motivasi dan semangat tersendiri ya, Pak.
September 10th, 2009 - 16:16
Syalom buat semua. Saya baru baca beberapa komentar kalian.
Dalam pekerjaan bentuk apapun semua itu dipertanggung jawabkan kepada Tuhan, karena apa saja yg kita lakukan (yang positif tentunya) kerjakanlah buat kemulian nama Tuhan. Saya bersyukur tiap hari karena Tuhan memberi kekuatan dalam tekanan pekerjaan yang luar biasa hingga saat ini dan kesempatan saya bersaksi kepada para staff saya yang bukan anak Tuhan.