Blog SABDA
27Nov/152

Mengucap Syukur Bersama di YLSA

Oleh: Aji*

Hari raya Thanksgiving sebenarnya tak terlalu populer di Indonesia, tak banyak orang yang merayakan dan gaungnya tak begitu terasa di negeri ini. Hari raya itu lebih populer dirayakan di belahan bumi barat di kawasan Amerika Utara, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada, di mana pada saat itu keluarga-keluarga akan berkumpul dan mengadakan perjamuan makan tepat pada hari Kamis minggu keempat pada bulan November. Dalam perjamuan makan itu, mereka akan mengucap syukur atas segala berkat dan kehidupan yang telah Tuhan berikan. Tak lupa, mereka melengkapi perjamuan itu dengan menyantap daging kalkun yang merupakan simbol Thanksgiving. Situasinya tak jauh beda dengan di negara kita saat mudik Lebaran di mana akan ada banyak pawai dan festival di jalan-jalan, ada musim belanja dengan diskon besar-besaran, dan yang pasti … macet! Ya, karena semua orang berbondong-bondong pulang ke kampung halaman.

Pada 26 November 2015, untuk pertama kalinya saya berkesempatan mengikuti tradisi perayaan Thanksgiving di YLSA. Awalnya, saya tak memahami apa urgensi YLSA merayakan Thanksgiving karena perayaan ini merupakan tradisi bangsa asing. Namun, saya mencoba berpikir bahwa ucapan syukur dapat dilakukan kapan pun, di mana pun, dan bahwa perayaan Thanksgiving hanyalah sebagai pengingat atas segala kemurahan Tuhan dalam hidup kita sehingga tidak ada salahnya hari itu dirayakan secara khusus dan menjadi satu momen tepat bagi YLSA dan kita semua untuk menaikkan rasa syukur kepada-Nya.

Perayaan Thanksgiving di YLSA tahun ini diawali dengan acara bersih-bersih kantor hingga tengah siang, pukul 12:00. Kegiatan itu dilakukan mulai dari membersihkan ruangan yang sehari-hari kami tempati, kemudian membersihkan perabotan/furnitur hingga perangkat keras komputer yang biasa kami gunakan. Beberapa posisi meja staf pun diubah supaya suasana kerja tidak monoton dan membosankan. Yang agak miris adalah fakta yang saya dapati, bahwa ruangan kantor dan sarana-prasarananya itu ternyata hanya dibersihkan satu tahun sekali. Terlalu minim untuk satu ruangan yang diisi dengan berbagai macam perangkat keras dan digunakan setiap hari oleh banyak staf. Bagaimanapun, aktivitas itu mengajarkan saya sesuatu yang terkait dengan Thankskgiving, bahwa mengucap syukur bisa dilakukan salah satunya dengan merawat aset-aset yang Tuhan telah percayakan kepada kita. Bahwa dalam kepedulian kita atas hal-hal yang kita miliki itulah tercermin penghargaan kita atas anugerah atau berkat yang sudah Tuhan berikan. Meminjam istilah “walk the talk”, maka aktivitas itu setidaknya merupakan satu bentuk tindakan riil dari apa yang kami renungkan pada hari Thanksgiving.

Selepas beres-beres di dalam ruangan, kami kemudian bersama-sama menikmati santapan siang yang telah disediakan. Bersyukur sekali meski bukan daging kalkun melainkan daging ayam yang dihidangkan, porsi yang disediakan sangat besar dan cukup untuk kami semua, dan masih ditambah lauk-pauk yang lain. Ada satu hal yang unik yang saya temui dalam acara makan bersama karena beberapa teman saya mengambil kentang (mash potato) sekaligus nasi ke dalam piring dengan porsi yang sama banyak. Saya sendiri hanya mengambil mash potato sebagai pengganti nasi. Saya berpikir: “Apa bedanya antara nasi dan kentang? Itu sama dengan mengambil 2 porsi nasi yang sama besar dalam satu piring.” Hm, sungguh sangat aneh. Tapi mungkin itulah uniknya orang Indonesia, mereka bilang kalau belum makan nasi belum makan namanya.” Hehehe ….

Kenyang dan pulih dari rasa lelah, prosesi Thanksgiving kami lanjutkan lagi dengan persekutuan doa spesial. Hilda menjadi MC acara ini. Pada acara ini, saya mendapat tugas untuk menjelaskan sedikit tentang sejarah hari Thanksgiving, mengapa disebut hari mengucap syukur dan mengapa kadang-kadang hari Thanksgiving disebut sebagai hari kalkun atau ‘Turkey Day’. Secara umum, saya merasa antusias mengikuti acara ini karena bisa memuji dan memuliakan nama Tuhan bersama saudara-saudara seiman dan berbagi kesaksian tentang hal-hal yang bisa kami syukuri sepanjang tahun 2015. Dari situ, saya juga berkesempatan untuk “melihat sekilas” kehidupan teman-teman saya yang selama ini belum saya ketahui, dan mungkin tidak akan saya ketahui jika tidak melalui sharing tersebut. Selain itu, ada juga permainan menarik yang saya sebut sebagai “meniru dan mengubah ekspresi” di mana setiap peserta harus meniru ekspresi peserta lain dan memodifikasinya sesuai kreativitas masing-masing untuk ditirukan oleh peserta berikutnya. Sangat menyenangkan, dan semua ini sukses dipandu oleh Hilda yang bersikap ramah dan interaktif sehingga sesi persekutuan ini berlangsung seru dan meriah. Nice job, Hil!

Ketika waktu sudah menjelang sore, kami sampai di penghujung acara. Pada tahap inilah, saya mendapat pelajaran yang paling berharga sekaligus juga tertegur ketika dikatakan bahwa terlalu mudah bagi kita mengucap syukur atas hal-hal yang baik. Pernyataan itu sangat tepat karena manusia secara natural menyukai kenyamanan hidup dan keberhasilan duniawi. Akan tetapi, kita sebagai pengikut Kristus, kita dituntut untuk memiliki kualitas karakter yang lebih dibandingkan dengan mereka yang bukan pengikut Kristus. Kita sebagai orang percaya juga dituntut untuk memikul salib yang jelas tidak identik dengan kesenangan. Jika demikian, yang menjadi pertanyaan kemudian adalah: “masihkah kita bersyukur kepada Tuhan ketika Dia mengizinkan hal-hal buruk terjadi di sekeliling kita?” Bagaimana jika Tuhan mengizinkan sebagian dari proyek-proyek hidup kita gagal? Bagaimana jika Tuhan mengizinkan kepergian orang-orang yang kita cintai? Atau, bagaimana jika Tuhan tak menjawab doa-doa kita seperti yang kita harapkan? Masihkah kita mengucap syukur, atau justru kita bersungut-sungut menyalahkan Tuhan dan meninggalkan Dia? Karena itu, saya belajar bahwa mengucap syukur atas berkat yang Tuhan berikan itu mudah, tetapi perlu iman dan kedewasaan untuk tetap bersyukur pada Tuhan di masa kesusahan. Saya pun merasa masih harus belajar lagi tentang sikap bersyukur yang benar dan bagaimana mendewasakan iman agar bisa melakukan hal itu.

Nah, bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda bersyukur dalam segala situasi? Sudahkah Anda konsisten meski kondisi di sekitar Anda terus berubah? Saya rasa semuanya kembali pada diri kita sendiri bagaimana kita membentuk pandangan diri sendiri tentang mengucap syukur.

Akhir kata, saya ucapkan selamat hari Thanksgiving. Semoga hari mengucap syukur ini bisa mengingatkan kita kembali tentang betapa baiknya Tuhan dengan segala berkat yang telah Ia limpahkan bagi kita, dan betapa Tuhan menyertai hidup kita meski tidak selalu Dia menjawab setiap doa kita. Tuhan memberkati kita semua. Amin.

Tentang Penulis Tamu

telah menulis 197 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (2) Trackbacks (0)
  1. Thanksgiving … tak terasa saya sudah 5x ikut acara ini di SABDA. 😀

    Kesan saya untuk acara Thanksgiving tahun ini:
    * Setiap staf bisa share ucapan syukur dengan singkat (ada persiapan sih).
    * Renungan juga singkat 🙂
    * Belajar untuk senantiasa bersyukur dalam setiap keadaan.

    Selamat hari Thanksgiving. Selamat bersyukur. Selamat melayani Tuhan Yesus. 😀

  2. Bersyukur dalam segala hal dan kondisi memang menunjukkan kedewsaan iman kita pada TUHAN, tp juga butuh kasih karunia tuk bisa menerima anugrah ALLAH dalam kondisi dan situasi yang tidak kita harapkan… Mari terus berjalan bersama Tuhan, 🙂


Leave a comment

Connect with Facebook

No trackbacks yet.