Beberapa waktu lalu, SABDA mengadakan event seminar #AITalks yang berjudul AI dan Iman. Jujur, awalnya saya bertanya-tanya, apa hubungannya iman dengan kecerdasan buatan? Bukankah AI itu soal teknologi, sedangkan iman soal rohani? Akan tetapi, dari seminar ini, saya merasa ditegur karena menyentuh cara pandang saya terhadap iman Kristen dan teknologi pada zaman ini.
Seminar ini dibuka dengan pembahasan tentang definisi iman dari Ibrani 11:1. Dari pemaparan Pak Max dan Ibu Yulia, saya semakin paham bahwa iman itu bukan sekadar optimisme atau perasaan positif, tetapi sebuah dasar atau fondasi hidup kita. Tanpa itu, mustahil kita berkenan kepada Allah seperti yang dikatakan dalam Ibrani 11:6.

Bagian yang paling mengena bagi saya adalah saat pembicara menjelaskan tentang secular faith in AI, iman sekuler kepada AI. Ternyata, ada banyak orang yang menaruh harapan pada AI seolah-olah dia bisa menyelamatkan dunia. Wah, persis banget sama saya. Ada masa ketika saya kagum sekali pada AI, sampai merasa ia bisa menjadi jawaban atas semua masalah. Di lain waktu, saya kepikiran, takut kalau AI akan mengambil alih dunia (dan pekerjaan manusia). Mendengar istilah “iman sekuler” itu membuat saya sadar: kagum berlebihan dan takut berlebihan pada teknologi AI sebenarnya sama saja. Dua-duanya tanda bahwa saya sedang meletakkan iman saya pada ciptaan, bukan kepada Sang Pencipta.
Seminar ini menolong saya untuk melihat dengan lebih jelas bahwa AI hanyalah alat. Dan, saya diingatkan lagi, hanya Allah yang layak menjadi pusat iman saya. Namun, bukan berarti saya menolak AI. Sebaliknya, saya bisa lebih seimbang dalam memandang AI dan memakainya untuk kemuliaan Tuhan.
Nah, teman-teman semua juga bisa belajar banyak dari arsip seminar #AITalks: AI dan Iman ini dengan menontonnya di situs SABDA AI.
Selamat belajar!