“Aku tidak suka perpisahan,” demikian ucapku saat malam kebaktian keluarga YLSA, pada tanggal 25 Agustus 2011, yang diadakan di rumahku. Aku sengaja mengusulkan agar kebaktian keluarga kali ini diadakan di rumahku saja, sekaligus pamitan, batinku. Kehangatan sebagai satu keluarga besar memang selalu terasa kental di kebaktian YLSA, apalagi setelah acara permainan. Firman Tuhan disampaikan oleh papaku sendiri. Setelah itu, giliranku menyampaikan satu dua patah kata. “Aku tidak suka perpisahan,” demikian aku mengawalinya.

Sekadar mengingat kembali, aku membuka lembaran bab baru dalam hidupku ketika aku melangkahkan kaki di kantor YLSA pada bulan Januari 2010. Satu tahun delapan bulan di YLSA merupakan masa kerja yang terbilang singkat, tapi begitu banyak hal yang telah kupelajari. Bagaimana tidak? Acap kali terlontar slogan sakti dari pimpinan, senior atau rekan kerja, “Belajar apa?” YLSA telah membekaliku dengan berbagai macam training, mulai dari training Penulis, Komunitas, Internet, Langham, Prezi, dan banyak lagi. Satu blog tidak akan cukup untuk menyebutkan semua training yang telah kudapatkan di YLSA. Tapi yang paling kusyukuri adalah karena YLSA mengajakku semakin dekat dengan Tuhan. Aku mengaku, aku pertamanya tidak begitu tertarik dengan hal-hal yang berbau rohani, bahkan bisa dibilang agak alergi. Akibatnya, saat pertama kali masuk di YLSA, aku merasa: “Aduh, salah tempat!” Akan tetapi, Tuhan itu luar biasa! Dia membimbingku dengan penuh kesabaran. Dia menuntunku lebih dekat dengan-Nya melalui PA pagi, kesaksian teman-teman, renungan grup Facebook e-Renungan Harian (RH) dan e-Santapan Harian (SH). Ada kedamaian yang dianugrahkan-Nya kepadaku. Tuhan Yesus sungguh baik!

Lalu, kenapa mengundurkan diri dari YLSA? Aku sudah berdoa untuk melanjutkan kuliah di UGM, Yogyakarta, dan ternyata Tuhan mengabulkan doaku. Terima kasih untuk teman-teman YLSA yang juga ikut mendoakanku.

Aku tetap tidak suka dengan perpisahan. Untungnya sahabat-sahabat di YLSA mengingatkan bahwa ini bukanlah perpisahan. Kami tetap satu dalam kuasa dan persekutuan Kristus. Bahkan, mereka mendukungku untuk terus melayani dan belajar. Satu kata yang terucap ketika mengenang saudara-saudaraku di YLSA, “Terima kasih”.