selamat_tinggal_sobatKamis malam, 25 Februari 2010. Akhir minggu yang panjang. Kutinggalkan pesan agar “dia” istirahat hingga hari Senin. Selama ini dia sudah bekerja dengan keras — bahkan terlalu keras — hampir tanpa istirahat. “Sampai jumpa Senin, Sobat!”, kataku dalam hati sebelum aku beranjak meninggalkan kantor malam itu.

Namanya Zion, dan dia sudah berada di YLSA jauh sebelum aku bekerja di sini. Dia selalu menolong kami semua di YLSA, dan tidak sehari pun bisa kami lalui tanpa bantuannya. Kabarnya, sudah sekitar 10 tahun dia bekerja dengan giat di sini. Jarang sekali dia beristirahat, sekalipun itu hari libur, karena dia tinggal di kantor YLSA. Karena itu, aku ingin dia beristirahat pada akhir minggu ini. Ditambah lagi, akhir-akhir ini aku merasa kondisinya kurang fit.

Sabtu sore aku mendapat SMS dari Yuppi, yang saat itu masih melayani di YLSA. Dia menanyakan keadaan Zion padaku. “Lho, emangnya Zion kenapa? Aku hanya minta dia istirahat beberapa hari,” sahutku waktu itu. Karena penasaran dengan pertanyaan Yuppi, aku mengirim email ke kantor untuk menanyakan keadaan Zion, tetapi tidak mendapat jawaban apa-apa.

Dengan sedikit firasat buruk, Senin pagi itu aku berangkat ke kantor seperti biasa. Saat tiba di kantor itulah baru aku diberitahu keadaan Zion yang sebenarnya. Sejak itu Zion memang diistirahatkan, tetapi setelah itu dia ternyata tidak pernah bangun lagi dari tidurnya ….

Kok “diistirahatkan”? Apa atau siapakah Zion itu?

zion2Zion adalah server lokal utama yang kami gunakan di YLSA. Dia yang mengatur proxy, email, DNS, dan banyak hal lain. Server itu adalah peninggalan sesepuh kami (baca: Kalpin dan Daniel), dan selama ini kami menggunakannya tanpa mengerti bagaimana cara membuat server seperti itu, apalagi aku yang baru beberapa bulan di sini. Praktis, hari itu kami benar-benar terpukul. Koneksi internet putus dan tentunya email pun tidak bisa masuk. Belum lagi kekhawatiranku yang terbesar, yaitu apakah ada data-data yang hilang.

Dengan terseok-seok, kami dari divisi IT harus menyiapkan server pengganti. Hanya tiga fakta yang terus mengiang di pikiranku saat itu:

  1. aku tidak tahu apa-apa,
  2. aku punya tim yang hebat, yang juga tidak tahu apa-apa, dan
  3. tim yang hebat ini punya Allah yang luar biasa yang tahu segalanya.

Dalam ketidaktahuan dan ketidakmampuan, kami berjuang. Dalam setiap cara yang kami coba kerjakan, satu doa yang selalu terucap, “Tuhan, tolong!” Kami bekerja, mengumpulkan puing-puing informasi yang tersisa, dan sempat beberapa kali terpaksa merepotkan para sesepuh dengan bertanya dan berkonsultasi. Aku salut, sekalipun sudah tidak bekerja di YLSA, mereka tetap mau membantu.

Setelah seminggu bekerja keras, akhirnya Aslan — server kedua kami — siap menggantikan sebagian besar tugas Zion. Aku tahu dan sepenuhnya mengerti, kami memang berusaha sekeras yang kami bisa, tetapi kami tidak bisa berbuat apa-apa tanpa Tuhan. Apa yang telah kami capai, apa yang berhasil kami kerjakan sepenuhnya adalah anugerah. Bukan karena kami mampu, bukan karena kami tahu, tetapi karena Tuhan yang menolong. Bahkan beberapa hal — seperti “backup” email sebelum malam itu — sepertinya sudah Tuhan persiapkan sebelumnya, sehingga masalah ini tidak membuat kami jatuh hingga tergeletak.

Hampir 3 bulan telah berlalu. Masih banyak hal yang harus dikerjakan pascaera Zion. Dalam Tuhan kami akan terus melangkah. Aku percaya tangan Tuhan tak kurang panjang untuk menolong kami.

“Di saat aku tahu aku tak mampu, hanya dengan memandang wajah-Mu, ku tahu pasti pertolonganmu nyata bagiku.”