Blog SABDA
25Jun/191

Sharing Retret ke Malaysia


Pada suatu hari, Bu Yulia tanya kepada kami, “Mau nggak kamu pergi ke Malaysia?” saya langsung jawab, “Mau!” Ada beberapa alasan kenapa saya tidak menolak tawaran tersebut. Pertama, karena saya ingin melihat negara lain, selain Indonesia dan Singapore. Kedua, saya membutuhkan retret untuk mengisi ulang energi saya. Ketiga, saya ingin bisa pergi dengan teman-teman SABDA yang lain.

Puji Tuhan, kami bisa pergi ke Malaysia dengan biaya yang cukup terjangkau karena kebetulan ada tiket promo. Tempat yang dituju adalah sebuah tempat yang bukan perkotaan (dua jam dari Kuala Lumpur), berada di atas bukit yang jauh dari keramaian. Di sana, ada sahabat seiman kami, teman Ibu Yulia, yang memiliki rumah tinggal yang dipakai untuk melayani rekan-rekan seiman yang butuh untuk beristirahat dan menyendiri dengan Tuhan (retret). Bagi kami, selain ingin beristirahat sejenak dari kesibukan sehari-hari, kami juga membutuhkan penyegaran pelayanan (training). Selain itu, tujuan kami lainnya adalah untuk menolong membersihkan tempat “retret” ini. Karena SABDA juga memiliki mitra di Kuala Lumpur, maka pada perjalanan pulang, kami juga mendapat bonus untuk jalan-jalan di Kuala Lumpur mengunjungi beberapa tempat wisata di sana.

Kami tinggal tiga hari di Bukit Tinggi, saya sangat terkesan dengan pasangan suami-istri, Uncle Chai Hok dan Aunty Lilian. Mereka berdua memiliki banyak pengalaman melayani Tuhan, pasangan yang setia menjalankan panggilan Tuhan. Mereka sangat disiplin dalam mengatur waktu maupun hidupnya dengan sangat baik. Pertama kali menginjakkan kaki di rumah mereka, yang disebut “The Cleft”, kami diorientasi tentang aturan-aturan selama kami berada di situ, salah satunya kami harus menutup pintu dengan baik, alias tidak membanting pintu. The Cleft berada di lingkungan yang tenang dan sangat bersahabat dengan alam, tempat yang mereka siapkan untuk orang-orang dapat mengalami cinta kasih Tuhan dalam suasana yang hening dan damai. Ada beberapa alat di dalam rumah yang diberi petunjuk cara menggunakannya supaya alat-alat tersebut tidak mudah rusak. Saya juga terkesan dengan disiplin terhadap jam makan. Pada hari pertama, kami telat datang ke meja makan, maka mereka menegur kami yang telat dengan cara yang bijak, “Ayo kalian harus pegang telinga kalian dan angkat salah satu kaki ….” Mereka menyampaikan dengan cara humoris, tetapi saya tahu ini adalah teguran yang serius sehingga kami menaati aturan itu dengan rasa hormat. Selanjutnya, kami tidak lagi terlambat. 🙂 Saya sangat suka dengan tradisi selama makan, mereka mempersiapkan meja makan dengan sangat baik, suasana selama makan malam juga sungguh nyaman untuk berdiskusi. Kami merasakan kehangatan dan kekeluargaan di meja makan. Mereka membagikan cinta kasih Tuhan, bahwa Tuhan sangat baik.

Selama di The Cleft, kami juga mendapat training tentang “Mengatasi Rasa Takut” dan “kepemimpinan“, yang menolong saya untuk menjadi orang yang lebih baik sehingga bisa dipakai Tuhan dengan lebih efektif. Kegiatan ini kami lakukan pada pagi dan malam hari karena pada siang hari, kami menggunakan waktu untuk membersihkan beberapa bagian rumah dan perabotannya. Saya bersyukur punya kesempatan untuk berbagi dalam setiap kegiatan. Kami bisa lebih mengenal diri sendiri maupun orang lain. Kami juga punya waktu sendiri untuk merenung dan berefleksi. Saya terkesan dengan satu ayat yang tertulis di cangkir minum yang saya pakai saat makan malam, yang cocok juga dengan tema training, “Be still and know that I am God“, ayat yang diambil dari Mazmur 46:10. Ayat ini mengingatkan saya untuk meninggalkan ketakutan dan melepaskan diri dari hal-hal yang menghalangi saya untuk memuliakan Allah, serta menempatkan Dia di tempat yang paling tinggi melebihi apa pun yang saya pikirkan.

Hari ke-4, Sabtu, kami pergi ke Kuala Lumpur untuk pergi ke rumah Ibu Lay Hua. Beliau berbaik hati menyediakan akomodasi selama kami di Kuala Lumpur. Beliau adalah salah satu mitra SABDA (proyek MYSABDA untuk Alkitab Versi Borneo/AVB). “Jalan-jalan” kami di Kuala Lumpur untuk mengunjungi beberapa tempat wisata yang menjadi ikon negara Malaysia. Bersyukur juga punya kesempatan berdiskusi tentang proyek AVB dengan Pak Yo, suami dari Ibu Lay Hua, sehingga kami bisa terus melanjutkan kerja sama yang sudah berlangsung sebelumnya. Kiranya AVB dan ekosistemnya dapat dipakai dan menjadi berkat bagi warga Malaysia.

Hari Minggu, 26 Mei 2019, adalah hari terakhir kami di Malaysia. Kami berkesempatan beribadah di gereja tempat Ibu Lay Hua beribadah, lalu langsung ke bandara. Saat itu, jam keberangkatan pesawat sudah sangat mepet dengan kedatangan kami di bandara. Namun, kami tidak memperhatikan “boarding time” sehingga setelah membeli makan, menimbang kopor, dan ikut antrean panjang di imigrasi (yang tidak terduga lamanya), kami baru sadar bahwa kami sudah terlambat setelah melihat papan pengumuman “Gate Closed“. Kami panik dan segera berlarian, tetapi ternyata kami benar-benar sudah ditinggal pesawat. Bersyukur, dengan usaha yang melelahkan, kami masih bisa membeli tiket pulang, untuk kembali ke Indonesia hari itu juga.

Saya sungguh bersyukur untuk kesempatan, pengalaman, dan pelajaran yang berharga yang saya dapat selama beberapa hari di Malaysia. Tuhan itu baik!

Hadi

Tentang Hadi

Hadi Pramono telah menulis 17 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (1) Trackbacks (0)
  1. Syallom. Terima kasih atas sharing artikelnya. Melalui artikel ini saya diingatkan untuk terus melayani Tuhan dan selalu memperbarui energi iman setiap saat. Terima kasih. (Thomas Elisa)


Leave a comment

Connect with Facebook

No trackbacks yet.