Blog SABDA
8Aug/192

Tim SABDA Berkunjung ke Malaysia

Pada 22 Mei 2019, pagi-pagi sekali, saya dan beberapa teman SABDA sudah berkumpul di kantor. Kami bersiap-siap untuk berangkat ke bandara Ahmad Yani, Semarang, untuk “terbang” ke Kuala Lumpur. Sebenarnya, tidak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk pergi ke Malaysia. Namun, ketika ada tawaran untuk pergi ke sana, ya saya langsung mau … hahaha, padahal saya belum izin ke suami dan anak … hehehe. Ketika saya menyampaikan hal ini kepada suami dan anak, mereka setuju-setuju saja jika saya pergi ke Malaysia selama 5 hari. Persiapan pun dimulai dengan membuat paspor untuk yang pertama kalinya. Saya merasa “deg-degan” juga karena ada beberapa teman yang sudah membuat paspor lebih dahulu ternyata ditanya macam-macam. Bersyukur ketika tiba giliran saya, semua lancar-lancar saja. Perjalanan dari Solo ke Semarang lancar, penerbangan dari Semarang menuju Kuala Lumpur juga lancar. Nah, perjalanan dari Kuala Lumpur ke Bukit Tinggi, ke rumah Ibu Lilian, sempat tersesat (“berputar-putar”) karena kesalahpahaman dalam komunikasi.

Kesan pertama saya bertemu dengan Ibu Lilian dan Pak Chai Hok, mereka orangnya ramah sekali, kalau bicara selalu wajahnya penuh dengan senyuman dan murah tawa. Kesan lucu juga sering dilontarkan oleh Pak Chai Hok. Rumah ibu lilian benar-benar berada di tengah hutan. Saya mengetahuinya ketika dalam perjalanan ke rumah mereka. Jalan menuju rumahnya ditumbuhi tanaman liar yang tinggi-tinggi. Dalam hati, saya bertanya, “Masa sih ada rumah di tempat seperti ini?” Ternyata setelah sampai, wow … rumahnya bagus banget … asri, sejuk, pokoknya enak untuk tempat peristirahatan. Ibu Lilian dan Pak Chai Hok menerima kami seperti keluarga sendiri. Senang rasanya bisa mengenal mereka dan tinggal di rumah mereka walaupun cuma beberapa hari. Selama di “The Cleft”, nama tempat tinggal mereka, kami mengadakan banyak kegiatan, mulai dari training, PA, kerja bakti, sampai jalan-jalan.

Rumah retret “The Cleft”, yang letaknya di Bukit Tinggi dan di tengah hutan, tidak memungkinkan adanya sinyal yang baik. Menurut saya, itu justru lebih baik karena sangat menolong kami untuk lebih fokus lagi dalam ber-PA maupun mengikuti training. Selama di sana, saya merasa seperti di rumah sendiri. Saya seperti mempunyai saudara baru, saudara yang penuh perhatian kepada saya, sampai rasanya saya tidak ingin pulang. Andai rumah saya di dekat mereka, pasti saya akan tiap hari main ke sana untuk bercerita, memasak bersama Ibu Lilian, ataupun membantu mereka bersih-bersih rumah. Soalnya, mereka sudah tua, dan untuk membersihkan tempat seluas itu, rasanya tidak mungkin lagi bisa melakukannya dengan maksimal. Saya sangat merindukan mereka, terutama saat acara makan. Bukan karena saya suka makan ya hahaha, tetapi karena pada saat makan itu, kita bisa becerita banyak hal, dan itu sangat membuat suasana kekeluargaan kita jadi makin erat. Sepertinya, tidak ada habisnya kalau saya bercerita tentang mereka.

Selain dengan mereka, kami juga berkenalan dengan keluarga Ibu Lay Hua dan Pak Yohanes. Ibu Lay Hua ramah dan cenderung cekatan dalam segala hal, sedangkan Pak Yohanes pendiam dan cenderung lebih kalem. Mereka mengantar kami untuk mengenal beberapa tempat wisata terkenal di Malaysia, seperti: Twins Tower, Batu Cave, Kasuary Market, dll.. Di sana, kami juga beribadah Minggu di gereja berbahasa Indonesia. Pulang dari gereja, kami langsung pergi ke bandara untuk pulang ke Indonesia. Awalnya, sesampai di bandara, kami santai-santai saja. Namun, ketika kami antre di bagian imigrasi, kami baru menyadari kalau jam penerbangan kami sudah mepet. Keluar dari bagian imigrasi, kami langsung lari ke gate supaya tidak ketinggalan pesawat. Karena jarak dari bagian imigrasi ke gate hampir 3 kilometer, jadi walaupun kami berlari, kami tetap ketinggalan pesawat. Kami langsung bagi tugas, beberapa teman langsung menelepon Ibu Yulia. Namun, karena telepon tidak diangkat-angkat, beberapa teman mencari Ibu Yulia yang terpisah dengan kami karena Ibu Yulia tidak mengantre di barisan yang sama dengan kami. Sementara itu, saya tetap tinggal di gate sambil berusaha untuk menelepon Ibu Yulia. Akhirnya, Ibu Yulia mengangkat telepon dan beliau baru tahu kalau kami juga ketinggalan pesawat. Puji Tuhan! Kami masih bisa mendapat tiket untuk penerbangan berikutnya. Itulah kisah perjalanan yang bisa saya bagikan. Kiranya dari pengalaman ini, kami semua belajar banyak hal baik.

Terima kasih Tuhan untuk pengalaman-pengalaman yang sudah Engkau berikan selama di Malaysia.

Tentang Elly

Melina Martha telah menulis 13 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (2) Trackbacks (0)
  1. Semoga lain kali bisa melayani di negara lain ya kak El. Gbu more.

  2. hai kak El…semangat melebarkan sayap untuk pelayanan ya.


Cancel reply

Connect with Facebook

No trackbacks yet.