Blog SABDA
8Nov/181

Pelajaran dari Seminar “Digital Quotient” di YLSA

Oleh: *Iwan

Shalom,

Perkenalkan, nama saya Iwan Kristiawan Nugroho. Saat ini, saya sedang menjalani masa percobaan sebagai staf baru di YLSA. Pengalaman yang sangat berharga sebagai staf baru adalah ketika saya mengikuti seminar dalam rangka memperingati ulang tahun ke-24 YLSA. Biasanya, ulang tahun dirayakan dengan pesta yang penuh dengan kemewahan. Akan tetapi, kali ini sangat berbeda. YLSA justru merayakan ulang tahun dengan kegiatan yang sangat bermanfaat, yaitu dengan menggelar sebuah seminar dengan tajuk “Digital Quotient”. Seminar ini dihadiri oleh beberapa kalangan, baik orang awam, pelajar, mahasiswa, majelis atau pengurus gereja, bahkan hamba Tuhan/pendeta.

Yang berkesan lainnya adalah setelah beberapa hari bekerja, saya diberi kesempatan untuk terlibat dalam persiapan seminar ini. Sungguh irama kerja yang sangat menarik, semua staf YLSA mempersiapkan tugas sesuai dengan bagian masing-masing. Mulai dari cara pendaftaran, cara mengisi evaluasi dengan Google Form, dekorasi, permainan online, sampai cara melakukan presentasi yang menekankan kreativitas dan kolaborasi, suatu ciri khas dalam dunia digital. Saya belajar banyak dari proses persiapan ini karena semua bekerja sama dengan kompak untuk mempersiapkannya. Saya bersyukur kepada Tuhan, suatu kehormatan bagi saya ketika saya dipercaya untuk menyampaikan materi pula. Saya berkolaborasi dengan Mbak Santi untuk menyampaikan tentang “Teknologi pada Era Digital”. Jika Mbak Santi memaparkan tentang dampak positif penggunaan teknologi, saya menyampaikan hasil riset saya tentang dampak negatif penggunaan teknologi. Bersyukur, sebelum hari H, ada simulasi untuk melakukan presentasi sehingga pada hari H, saya dan teman-teman lain bisa lebih siap dalam membawakan presentasi ini.

Pada hari H, di bagian pendaftaran, saya sudah bisa merasakan suasana yang kental dengan teknologi dan internet. Para peserta yang baru saja datang dipersilakan untuk berfoto di tempat yang sudah disediakan, yang tentunya sudah diperlengkapi dengan atribut-atribut yang berhubungan dengan teknologi dan media sosial. Peserta dapat berfoto dengan bingkai Instagram atau atribut lainnya.

Istilah “Digital Quotient” baru pertama kali saya dengar ketika saya mengikuti seminar ini. Dalam seminar ini, terlebih dahulu dipaparkan mengenai perkembangan teknologi sampai hari ini yang ternyata membawa sangat banyak perubahan dalam kehidupan manusia. Banyak manfaat yang bisa dirasakan karena berkembangnya teknologi, tetapi tidak sedikit pula efek samping atau dampak negatif dari perkembangan teknologi jika kita tidak menggunakan teknologi dengan baik dan benar.

Dalam sesi “Digital Quotient”, saya mendapatkan penjelasan tentang IQ (Intellegence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient), istilah yang sudah cukup familier di telinga saya. Lalu, dilanjutkan dengan penjelasan mengenai SQ (Spiritual Quotient) atau kecerdasan spiritual. Setelah hal tersebut disampaikan, penjelasan berlanjut dengan apa yang dimaksud dengan “Digital Quotient”. “Digital Quotient” adalah suatu sikap interaksi dan sosial yang harus dimiliki oleh warga digital untuk menjadi warga digital yang baik dalam menghadapi era digital saat ini. Dalam sesi ini juga dijelaskan keterampilan apa saja yang harus dimiliki oleh warga digital sehingga warga digital mampu menggunakan teknologi dengan baik.

Sesi selanjutnya adalah sesi yang sangat menarik bagi saya. Ternyata, sebagai orang Kristen, saya tidak cukup hanya memiliki “Digital Quotient”. Akan tetapi, saya juga harus memiliki “Christian Digital Quotient”. Kecerdasan digital tidak boleh hanya didasari oleh keterampilan dan nilai-nilai dunia, tetapi utamanya harus didasari oleh mindset dari identitas saya dalam Kristus. Mindset yang harus saya bangun sebagai orang Kristen pada era digital ini, yaitu “Teknologi berasal dari Tuhan, teknologi tujuannya untuk Tuhan, dan harus digunakan untuk Tuhan” (Kolose 1:16-17). Saya baru mengerti bahwa Kecerdasan Digital harus didasarkan pada kebenaran firman Tuhan. Dari penjelasan tersebut, saya dibawa kepada pengertian DBQ (Digital Biblical Quotient). Ternyata, kebenaran firman Tuhan dan kabar keselamatan juga harus memberi warna pada era digital ini. Presentasi selanjutnya, YLSA mulai mengenalkan produk-produk SABDA, yang dapat menolong warga digital Kristen belajar Alkitab dengan berbagai platform digital. Bagi saya, hal ini seperti oasis di padang gurun, memberi jawaban bagi kebutuhan orang Kristen pada era digital ini.

Saya semakin tertarik ketika dihadirkan narasumber yang mewakili generasi milenial. Kesaksian mereka memberi tantangan bagi gereja untuk melek teknologi. Agar tetap menjadi tempat yang relevan bagi generasi milenial untuk mengalami tumbuh kembang dalam perjalanan menuju kedewasaan iman, gereja harus mau belajar dan melakukan transformasi dengan mulai menerima teknologi sebagai sarana atau alat dalam mengabarkan Injil dan menyampaikan kebenaran firman Tuhan.

Saya sangat terkesan dengan acara ini. Acara adalah rangkaian acara yang memberi informasi yang menarik serta kekinian, dilengkapi dengan penyediaan sumber untuk belajar Alkitab sebagai jalan keluar untuk hidup sebagai orang Kristen pada era digital ini dengan benar dan menjadi berkat. Saran saya, acara seperti ini sebaiknya dilakukan secara kontinu agar makin banyak orang tetap hidup benar dan makin memuliakan Tuhan pada era digital ini. Tuhan Yesus memberkati.

Tentang Penulis Tamu

telah menulis 178 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (1) Trackbacks (1)
  1. Seminar yang bagus. Masih jarang ada seminar tentang Digital Quoetion. Semangat untuk seminar-seminar lain yang akan diadakan.


Cancel reply

Connect with Facebook