Blog SABDA
3Nov/183

Pelajaran dari Artikel “Gandrung Menumpuk Barang”

Judul artikel yang kami baca secara bergilir di kantor minggu ini adalah “Gandrung Menumpuk Barang”. Saya tertarik merespons artikel ini karena menurut saya, menumpuk barang adalah kebiasaan banyak orang yang susah dihilangkan, termasuk saya sendiri. Secara sekilas, tampaknya tidak masalah, tetapi sebenarnya hal itu sangat merugikan kehidupan seseorang. Akibat dari kebiasaan ini, tempat tinggal kita berantakan, suasana menjadi sumpek, ruang gerak menjadi kurang bebas, dan tentu saja menimbulkan rasa tidak nyaman. Para ahli menyebutkan bahwa kebiasaan menumpuk barang berkaitan dengan penyakit psikologis yang banyak ditemui pada orang berusia paruh baya. Beberapa ciri dari gangguan ini tampak dari barang-barang yang mendominasi rumah seseorang dan kebiasaannya “mengoleksi” barang yang sebetulnya sudah tidak dia perlukan. Penyebabnya bisa karena trauma, isolasi sosial, ataupun kebiasaan turunan. Artikel ini pada dasarnya hendak memberi solusi kepada pembaca yang mengalami gejala di atas atau yang ingin membantu orang lain yang punya kebiasaan menumpuk barang agar mereka bisa mengatur barangnya dengan lebih efektif.

Ada empat solusi yang penulis berikan dalam artikel ini:

1. Singkirkan barang yang tidak berguna sedikit demi sedikit.
Sisihkan waktu khusus untuk menyortir barang yang tidak perlu. Pisahkan barang-barang yang tidak perlu dengan yang masih diperlukan. Taruh kembali barang-barang yang masih diperlukan pada tempat yang dikehendaki, lalu buang yang tidak perlu.

2. Stop berpikir ulang.
Pada saat menyortir barang yang akan dibuang, segera putuskan barang yang masih sering digunakan dan yang sudah tidak diperlukan. Bersikaplah tegas dan hanya simpan barang yang benar-benar dibutuhkan.

3. Singkirkan kertas bekas.
Salah satu barang yang sering ditimbun oleh para penimbun barang adalah kertas bekas. Objek ini mencakup kertas-kertas bekas dari koran, majalah, atau brosur-brosur. Kumpulkan, lalu jual ke pengepul.

4. Buat sistem penyimpanan barang.
Sistem penyimpanan yang dimaksud adalah daftar barang yang kita perlukan, kemudian secara teratur mendaftarkan barang baru dan barang yang tidak lagi diperlukan. Ketiadaan sistem inilah yang umumnya membuat rumah kita menjadi berantakan.

Saya pribadi sependapat dengan semua tip yang diberikan oleh penulis. Akan tetapi, saya juga ingin menambahkan beberapa opini terkait subjek ini. Pertama, kategori barang yang bisa dibuang menurut saya adalah barang-barang yang tidak pernah lagi kita pakai dalam kurun waktu satu tahun. Pikirkan saja barang-barang yang tidak pernah kita sentuh atau gunakan selama waktu ini, maka sejatinya barang itu dapat dihibahkan, disingkirkan, atau dijual. Satu tahun, menurut hemat saya, adalah waktu yang cukup panjang untuk sebuah barang yang kurang berguna. Kedua, kita harus tegas membuang barang-barang yang sudah tidak diperlukan, sebab tanpa ketegasan ini, biasanya kita berpikir lagi dan lagi, dan akhirnya batal membuangnya. Ini biasanya terjadi untuk barang-barang yang kita anggap bernilai historis atau mengingatkan kita tentang peristiwa atau seseorang yang penting.

Lantas, bagaimana jika barang-barang yang harus dibuang berjumlah cukup banyak? Dalam hal ini, kita bisa menyewa tenaga orang lain untuk membantu. Misalnya dengan jasa angkutan barang untuk membawanya ke pengepul. Selain itu, barang-barang elektronik yang sudah tidak bisa diperbaiki seyogianya juga bisa dilupakan. Barang-barang ini bisa dijual ke pembeli barang elektronik bekas, seperti yang pernah saya lakukan. Di lingkungan saya, biasanya ada pengepul barang elektronik yang berkeliling dengan mobil pick-up untuk mencari orang yang ingin membuang barang. Kepada mereka, saya jual barang-barang elektronik yang sudah rusak dan hanya mangkrak di rumah, entah itu radio, kipas angin, printer, ataupun mesin cuci. Keuntungan bagi saya dan keluarga, selain ruangan menjadi lebih lapang, kami juga mendapatkan uang dari hasil penjualan barang.

Saya sendiri masih senang menumpuk dan sulit “membuang” buku-buku yang sudah selesai saya baca. Saya memang banyak mengumpulkan buku karena kebiasaan membaca yang saya miliki. Buku itu saya dapatkan selama bertahun-tahun dengan membelinya dari berbagai tempat. Setelah membaca artikel ini, saya mulai berpikir untuk menyumbangkan sebagian buku yang sudah saya baca, sebab mungkin saja ada orang lain yang membutuhkan dan lebih berguna jika mereka yang memilikinya.

Bagi sebagian orang, kebiasaan menumpuk barang barangkali sulit dihilangkan, padahal kebiasaan ini tidak sehat. Barang-barang tidak terpakai menjadi bertumpuk karena tidak ada yang membereskan. Oleh karena itu, bagi kita yang memiliki dan ingin menghilangkan kebiasaan ini, harus ada niat dan kesadaran yang sungguh untuk bisa melakukannya. Tidak ada keuntungan dari menumpuk barang yang menyebabkan tempat tinggal kita menjadi sumpek. Sebaliknya, memiliki rumah atau ruangan yang bebas dari tumpukan barang dapat memberi rasa lapang dan ringan bagi pikiran kita. Hitung-hitung, kita juga mengalihkan semua barang tersebut kepada orang lain yang mungkin saja lebih membutuhkan. Bagi Anda yang punya kebiasaan menimbun barang, cobalah mengikuti empat tip yang diusulkan oleh penulis artikel ini. Siapa tahu Anda berhasil, dan tempat tinggal Anda menjadi lebih nyaman.

Tentang aji

Abraham Aji telah menulis 9 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (3) Trackbacks (0)
  1. Terima kasih mas Aji untuk sharingnya, saya juga belajar untuk menyortir setiap barang yang sudah tidak digunakan dan tip yang siberikan sangat bermanfaat dan menolong saya.

  2. Saya juga sering sekali menumpuk barang (hehe), terkhususnya di meja belajar. Dan terkadang meja menjadi penuh dan tempat kerja menjadi sempit. Semoga saya bisa menerapkan solusi pada artikel tersebut. TYB!

  3. Wah, bagus artikelnya. Biasakan untuk tidak menumpuk barang.


Cancel reply

Connect with Facebook

No trackbacks yet.