Blog SABDA
11Nov/161

Cerita Di Balik 48 Jam Membuat Karya Bersama

Shalom, Hilda kembali menyapa para pembaca setia Blog SABDA. 🙂

Kali ini, saya akan berbagi pengalaman menarik saya bersama seluruh staf Yayasan Lembaga SABDA ketika mengikuti event Cinema48, sebuah ajang kompetisi dari yesHEis di mana dalam 48 jam para peserta dari berbagai tempat yang berbeda, bersama-sama membuat skrip/naskah, melakukan shooting sampai dengan editing video untuk sebuah film pendek berdurasi 2 — 3 menit yang menceritakan Kabar Baik sesuai dengan perspektif masing-masing. Sebelumnya, para staf telah dibagi menjadi tiga kelompok besar, dan saya ikut di kelompok ke-3 di mana (kebetulan sekali!) anggotanya didominasi oleh ibu-ibu muda.

Sekitar pukul 18.00, sebagian besar staf mulai berdatangan dan berkumpul di Griya SABDA. Bahkan, ada beberapa yang belum sempat pulang ke rumah sejak pagi demi mempersiapkan hardware-hardware agar bisa digunakan dengan baik untuk proses pengerjaan editing nantinya. Lalu, tepat pukul 19.00, e-mail berisi tema dan instruksi-instruksi persyaratan kompetisi dari panitia masuk dan sempat mericuhkan suasana. Setiap kelompok segera berkumpul dan bersama-sama melakukan brainstroming untuk membuat ide cerita sesuai dengan tema yang diberikan. Bersyukur, sebelumnya kami telah berlatih melakukan brainstorming sehingga kali ini bisa mengeluarkan ide-ide dengan lebih cepat. Meskipun begitu, kami juga sempat mengalami frustrasi karena kami merasa ide-ide yang dipilih masih kurang tajam dan menarik untuk disajikan ke dalam film pendek. Apalagi dengan bergulirnya waktu yang semakin larut, sebagian anggota mulai berkurang karena harus kembali ke rumah mereka. Saya sempat merasa iri dengan kelompok-kelompok lain yang anggotanya masih cukup banyak yang bisa “stay” hingga larut malam. Namun, saya sangat bersyukur, di tengah kekurangan personel, ide cerita berhasil dimatangkan, dan storyboard mulai terbentuk, sudah cukup untuk bahan shooting esok hari.

Pada hari kedua, saya sangat bersukacita karena akhirnya anggota kelompok saya lengkap. Bersama-sama, kami memikirkan kembali ide cerita yang telah selesai dipikirkan semalam dan menunjuk aktor-aktor yang akan memerankan tokoh ceritanya. Kemudian, sekitar jam 12 siang kami berangkat ke rumah Mbak Okti yang merekomendasikan untuk melakukan shooting di jalan depan rumahnya karena di sana ada mural-mural yang sangat bagus untuk dijadikan background pengambilan gambar. Proses membuat shooting adalah hal yang sangat berkesan buat saya. Meskipun ini bukan kali pertama saya melakukan shooting, tetapi proses shooting kali ini sangatlah berbeda karena saya melakukannya bersama dengan orang-orang yang baru pertama kali melakukannya dan saya juga melihat potensi-potensi baru yang luar biasa yang dimiliki rekan-rekan saya. Kami menjadi semakin dekat dan dapat melihat sisi lain dari diri kami masing-masing, yang berbeda dari mode kerja kantor. Namun, yang namanya shooting itu memang menguras tenaga. Begitu kami kembali ke Griya SABDA, kami langsung tertidur kelelahan.

Habis shooting terbitlah editing. Ya, proses ini belum selesai. Masih ada proses editing yang tentunya akan memakan waktu dan kesabaran apalagi storyboard kami cukup complicated. Namun sayangnya, Lukas salah satu anggota yang seharusnya bertugas melakukan editing, pamit karena dirinya kelelahan. Apalagi dalam proyek ini dia adalah aktor utamanya, tentu kami paham betul dia sangat kelelahan. Melihat kondisi kelompok kami, salah satu anggota kelompok lain, Mas Pio menawarkan bantuan dan menolong kami mengedit hasil shooting hari itu hingga pukul tiga pagi. Saya sangat berterima kasih untuk kesediaannya membantu dan itu akan sangat meringankan pekerjaan Lukas esok harinya.

Masih ada lagi masalah lain, yaitu kami harus bergumul dengan judul yang belum ditentukan dan subtitle yang belum dibuat untuk melengkapi persyaratan dari panitia. Hari ketiga, kami habiskan dengan melengkapi hal-hal kecil yang diperlukan dalam komponen film kami. Meskipun saya bilang “hal-hal kecil”, hal-hal ini ternyata tidak sesimpel yang dipikirkan. Mulai dari mencari dan memilih background sound yang cocok dengan suasana cerita, membuat narasi untuk menolong pesan dari cerita semakin tersampaikan, proses rekaman di antara riuhnya suasana, semakin dekatnya dengan tenggat waktu pengumpulan, dan proses converting yang terus mengalami masalah. Meskipun begitu, bersyukur kami ternyata berhasil menyelesaikan film pendek kami dan mengumpulkannya tepat waktu.

Benar-benar pengalaman yang sangat menguras tenaga, waktu, dan air mata. Namun, semuanya tidak sia-sia karena akan menjadi pengalaman berharga bagi kami pribadi lepas pribadi. Dari pengalaman ini, saya mendapat pelajaran yang sangat berharga, yaitu bagaimana kita menghargai waktu. Waktu 48 jam bisa berlalu begitu saja jika kita gunakan hanya untuk bersenang-senang, tetapi 48 jam juga bisa menjadi waktu yang sangat berharga dan bermanfaat untuk mengabarkan Kabar Baik kepada orang lain. Saya juga menjadi semakin menghargai ide dan karya mereka-mereka yang berkecimpung di dunia multimedia, baik yang dikerjakan oleh rumah produksi terkenal maupun karya-karya indie. Sekarang, saya tahu bahwa proses di balik pembuatan video itu sangatlah rumit dan penuh perjuangan. Saya senang bisa menjadi bagian dari event ini dan mengenal lebih dekat teman-teman di kantor YLSA.

Kiranya para pembaca bisa terberkati melalui sharing saya ini. Sampai jumpa di tulisan saya selanjutnya. 😀

Hilda

Tentang Hilda

Hilda Debora telah menulis 9 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (1) Trackbacks (0)
  1. Duh semangat dan kompak banget, filmnya kenapa ngak di share mbk?


Leave a comment

Connect with Facebook

No trackbacks yet.