Blog SABDA
2Mar/156

Sharing Hasil Belajar: Pemimpin 360 Derajat

Dapat banyak berkat, banyak ilmu, pelajaran baru, dan yang terutama cara pikir yang baru mengenai kepemimpinan. Dari mana saya mendapatkannya?

Pada tanggal 24 dan 25 Januari 2015, Hadi, Setyo, dan saya sendiri mendapat kesempatan emas untuk mengikuti seminar “Pemimpin 360 Derajat”. Keseluruhan jumlah peserta yang mengikuti seminar ini kurang lebih 40 orang. Seminar ini diselenggarakan oleh TOTAL (Training and DevelOpment for TodAy’s Leaders) bekerja sama dengan EQUIP, sebuah pelayanan internasional yang didirikan oleh  Dr. John C. Maxwell sejak tahun 1996. Materi “Pemimpin 360 Derajat” merupakan bahan dari modul John C. Maxwell mengenai pemimpin tengah (middle leader). Pemimpin tengah adalah pemimpin yang berada di level tengah, yang bisa mengembangkan pengaruhnya sampai 360 derajat. Kedudukannya yang berada di tengah kepemimpinan suatu organisasi memungkinkan untuk memimpin ke atas (top leader), memimpin teman-teman satu level (pairs), dan memimpin ke bawah (subordinate). Materi-materi yang disampaikan dalam training ini adalah mitos-mitos kepemimpinan, tantangan pemimpin 360 derajat, memimpin ke atas, memimpin ke samping, memimpin ke bawah, dan pemimpin dengan kemurahan hati. Semua materi ini dibawakan dengan “apik” oleh Bapak Paulus Winarto dan Bapak Sunjoyo.

Sebagai bentuk “pertanggungjawaban” belajar, setiap peserta seminar diwajibkan untuk mengajarkan materi-materi yang sudah mereka dapatkan kepada minimal sepuluh orang lainnya. Saya, Hadi, dan Setyo pun wajib melakukan hal tersebut. Salah satu cara untuk mempertajam pelajaran baru yang kita dapatkan adalah dengan mengajarkannya kembali kepada orang lain. Pada hari Rabu, 4 Februari 2015, Hadi memulai bulan Februari dengan penuh sukacita karena dia akan membagikan materi tentang “Pemimpin 360 Derajat” kepada staf divisi WEB, ITS, dan Multimedia yang berjumlah 10 orang plus Ibu Yulia. Kemudian, Setyo menyusul pula pada Kamis, 5 Februari 2015 membagikan materi kepada staf divisi  PESTA, Publikasi, dan Komunitas yang juga berjumlah 10 orang. Mereka berdua menyampaikan materi tentang Lead up, Lead Across, dan Lead Down. Garis besarnya, seorang pemimpin tengah mempunyai posisi dan peran yang sangat strategis untuk memengaruhi semua level dalam organisasi. Dia bisa memimpin pimpinan di atasnya, memimpin teman-teman yang selevel dalam organisasi, dan memimpin bawahannya. Dengan seni kepemimpinan dan keinginan untuk selalu berusaha berada di puncak potensi/efektivitasnya, seorang pemimpin tengah bisa membawa seluruh pihak untuk mewujudkan visi organisasi. Pelajaran yang saya dapatkan adalah ungkapan dari Dr. John C. Maxwell, “Sebanyak 99% dari semua kepemimpinan terjadi bukan dari puncak, melainkan dari tengah sebuah organisasi”. Kita tidak perlu menjadi seorang nomor satu di sebuah komunitas/organisasi untuk dapat memimpin secara efektif. Kita harus belajar membangun pengaruh di mana pun posisi kita dalam organisasi. Hadi dan Setyo menyampaikan dengan baik bagian mereka sehingga teman-teman yang mengikuti mendapatkan berkat pula melalui presentasi mereka.

Lalu, pada Jumat, 6 Februari 2015, giliran saya yang membagikan hasil belajar saya selama seminar kepada semua staf SABDA. Saya diberi tugas untuk sharing mengenai Mitos-Mitos Kepemimpinan, Tantangan Pemimpin 360 derajat, dan Pemimpin dengan Kemurahan Hati. Agak deg-degan juga untuk presentasi di depan semua teman dan ketua YLSA …. Namun, saya tetap harus berani maju karena saya sudah belajar sesuatu, jadi harus saya sharingkan untuk mendorong saya juga mengaplikasikan hasil belajar tersebut.

Dari materi mitos kepemimpinan, saya belajar ternyata selama ini banyak “kepercayaan salah” dan telah diyakini sebagai kebenaran mengenai kepemimpinan. Contohnya, jika saya tidak bisa menempati posisi puncak sebuah organisasi, saya tidak akan pernah bisa memimpin. Atau, saya baru akan bisa belajar memimpin ketika saya sudah jadi seorang pemimpin. Kedua hal tersebut sudah menjadi keyakinan dan dianggap benar. Namun, itu adalah keyakinan yang salah. Kepemimpinan bicara soal pengaruh, bukan soal posisi. Siapa pun yang bisa memengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu, dia sudah menjadi pemimpin orang tersebut. Contohnya, seorang tukang parkir. Ketika tukang parkir itu memberikan instruksi kepada seorang direktur untuk mengendalikan kemudi mobilnya agar mobil bisa terparkir dengan rapi, dalam hal ini, tukang parkir itu telah memimpin sang direktur. Demikian halnya dengan belajar memimpin. Jika kita baru mau belajar memimpin ketika sudah dapat posisi, dapat dipastikan kita akan mengalami kegagalan dalam memimpin. Nah, seorang pemimpin tengah sering terjebak pada beberapa mitos kepemimpinan ini sehingga ia tidak dapat mencapai puncak efektivitasnya dalam organisasi.

Tantangan seorang pemimpin tengah juga ternyata tidak sedikit. Seorang pemimpin tengah sering terjebak di tengah karena memiliki sebagian kuasa dan otoritas untuk membuat keputusan, tetapi pada saat yang sama juga tidak ada kuasa dan otoritas pada bagian yang lain. Tantangan pada hal ini adalah seorang pemimpin tengah harus tahu benar berapa banyak otoritas yang dia miliki dan harus menjaganya untuk mengambil inisiatif tanpa melanggar batas. Tantangan lain adalah ketika seorang pemimpin tengah memiliki pemimpin yang tidak efektif dan hal itu akan sangat menimbulkan frustrasi. Untuk ini, John Maxwell menyarankan seorang pemimpin tengah untuk membangun sebuah hubungan yang solid dengan atasannya, menghargai kekuatan-kekuatan atasan, memberikan solusi kepada atasan, bukannya masalah, dsb.. Tantangan yang lainnya masih banyak, tetapi tantangan bukanlah hambatan. Tantangan adalah pintu yang terbuka untuk melangkah maju dan mengambil risiko demi sebuah tujuan yang berharga.

Sebagai seorang pemimpin Kristen, semua tantangan dan kemampuan untuk menjadi pemimpin 360 derajat harus dibungkus dengan kemurahan hati. Seorang pemimpin Kristen yang efektif adalah pemimpin yang murah hati dalam sikap dan tindakan. Kita bisa menjadi orang percaya karena kemurahan hati Bapa yang memberikan anugerah-Nya kepada kita. Karakter murah hati ini juga harus menjadi karakter seorang pemimpin Kristen. Kemurahan hati adalah refleksi indah dari sifat Allah yang adalah pemberi — Ia memberikan diri-Nya sendiri!! Dan, Ia memanggil kita untuk punya karakter yang sama, apa pun keadaannya. Pemimpin 360 derajat mengaplikasikan kemurahan hati dalam semua hubungan:
1. Ketika memimpin ke atas, ia adalah seorang pelayan yang murah hati.
2. Ketika memimpin ke samping, ia adalah teman yang murah hati.
3. Ketika memimpin ke bawah, ia adalah investor yang murah hati.

Saya sangat bersyukur atas kesempatan berharga untuk mengikuti training “Pemimpin 360 Derajat” ini. Sekarang tinggal bagaimana saya dan semua teman di SABDA yang sudah mendengarkan materi ini mengaplikasikannya dalam kehidupan dan pelayanan kami. Kiranya Tuhan menolong dan memampukan kami untuk menjadi “pemimpin Kristen” yang memberikan pengaruh kekal bagi setiap orang yang kami layani melalui YLSA. Semuanya adalah untuk mewujudkan visi allah, menjadi rekan sekerja Allah, untuk hormat dan kemuliaan namanya di mana pun kita berada! Amin!

Evie

Tentang Evie

Davida Dana telah menulis 39 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (6) Trackbacks (1)
  1. Dapat banyak pelajaran melalui Seminar ini. Mitos-mitos kepemimpinan yang selama ini saya ketahui, ternyata mengandung banyak kekeliruan, tetapi karena diakui oleh ‘arus besar’, jadilah itu sebuah ‘kebenaran’.

    Nyatanya, semua orang adalah pemimpin, dan bisa memimpin. Dan, faktor yang utama dalam kepemimpinan itu adalah semangat untuk melayani, dan memberi yang terbaik, baik bagi atasan, rekan, maupun bawahan kita.

    Thank you guys, sudah membawakan training ini dengan baik.
    Kalian cocok jadi motivator loh 🙂

  2. Saya beruntung mendapat kesempatan mengikuti seminar ini. Tak menyangka saya bertemu dengan Pak Paulus Winarto yang sudah berteman di FB sejak lama tetapi belum pernah ketemu.

    Saya semakin diyakinkan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Dahulu, saya pikir tidak mungkin saya bertemu para motivator dan pembicara nasional. Kini, saya yakin bahwa Tuhan terlalu sanggup memberikan yang saya pikir tidak mungkin.

    Selain itu, tentu saja saya banyak belajar tentang betapa “tersiksa” menjadi pemimpin level menengah — tergencet dari segala arah. Dalam keadaan ini, seorang pemimpin level menengah dibentuk menjadi seorang pribadi yang sabar, tekun, kuat, tegar, rendah hati, dan pengampun. Saya pikir pemimpin level menengah adalah pemimpin yang “terbesar”, bahkan mungkin melebihi pemimpin yang ada di level teratas. Sebab, pemimpin level menengah harus bisa “melayani” atasannya, rekan setingkatnya, dan bawahannya. Perlu anugerah besar dari Tuhan untuk bisa berhasil dalam posisi ini dengan tetap mempertahankan karakter pemimpin berhati hamba.

    Selamat berjuang untuk menjadi pemimpin yang berkenan di mata TUHAN. Tuhan Yesus menolong.

  3. Bu Evie, say sudah tulis komentar di blog ini 3 kali, tapi tidak terekam.

    Saya apresiasi atas tanggung jawab yang telah dilaksanakan oleh rekan-rekan dari Sabda (Bu Evie, Pak Hadi, dan Bu Sri Setyawati). Terus setia mengikuti EQUIP Leadership Training selanjutnya. Sampai jumpa dengan rekan-rekan pada tanggal 4-5 Juli 2015 mendatang (Today Matters). God bles you all!

  4. Wah… sampai 3 kali, Pak? Mungkin waktu itu sedang ada sesuatu ya..
    Selamat ya, akhirnya bisa terekam juga komentar Pak Sun.

    Kami sudah hadir dan bergabung kembali dalam training Today Matters. Terima kasih untuk ilmu dan kebersamaan yang sudah kita lewati bersama para panitia dan peserta yang lain. Semangat melayani Kristus terus, Pak! Tuhan Yesus menolong.


Leave a comment

Connect with Facebook