Blog SABDA
10Jul/121

Menonton Serial Sherlock Holmes di YLSA

Beberapa waktu yang lalu, Ibu Yulia memberikan training untuk staf YLSA mengenai memori/ingatan. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar staf YLSA memiliki ingatan yang baik dengan cara mengamati pola-pola dari hal-hal yang diamati secara detail, dan berusaha membuat peta ingatan dari hal-hal yang sering kami temui (misalnya, menyebutkan letak tempat duduk kami ketika pelatihan itu atau letak meja masing-masing orang di kantor dengan mata tertutup). Pada hari yang sama, kami juga menonton sebuah film yang berkaitan erat dengan apa yang baru kami pelajari dalam training tersebut, yaitu episode pilot “Sherlock”, film seri yang merupakan adaptasi dari novel “Sherlock Holmes” karya Sir Arthur Conan Doyle, yang ditayangkan di stasiun televisi BBC pada tahun 2010.

Di dalam film adaptasi ini, Sherlock Holmes diperankan oleh aktor Benedict Cumberbatch sedangkan Dr. John Watson diperankan oleh Martin Freeman. Yang membuat film ini unik, dunia Sherlock Holmes tidak lagi berlatar belakang zaman Victoria, melainkan dunia modern, yang di dalamnya telepon genggam dan internet sudah menjadi sesuatu yang umum, bahkan sangat berpengaruh dalam petualangan kedua tokoh utama ini. Perangkat-perangkat itu bahkan kerap digunakan untuk membangun alur cerita, misalnya layanan SMS yang sering digunakan Sherlock Holmes untuk menghubungi Dr. Watson atau orang-orang lain (ia lebih suka mengirim SMS daripada menelepon), adanya (blog)/situs pribadi Sherlock Holmes bernama “The Science of Deduction”, bahkan dalam episode ini Sherlock Holmes menggunakan telepon genggam milik korban terakhir untuk menjebak sang pelaku.

Episode pilot yang hanya berdurasi 60 menit ini diberi judul “Study in Pink”, adaptasi bebas dari judul novel Sherlock yang pertama “A Study in Scarlet” yang bercerita tentang kejadian bunuh diri beruntun di London. Awalnya, pihak kepolisian yang dikepalai oleh Inspektur Greg Lastrade (Rupert Graves) mengira bahwa kejadian ini tidak berkaitan satu dengan lainnya, tetapi Sherlock berkata bahwa semua kejadian ini saling berhubungan, bahkan ia menyimpulkannya sebagai sebuah pembunuhan berantai, ketika melihat jenazah korban yang terakhir.

Film ini benar-benar menekankan kejelian Sherlock Holmes dan kemampuan deduksinya yang mengagumkan. Sejak pertemuannya yang pertama dengan Dr. Watson di sebuah laboratorium, ia sudah menunjukkan keahliannya dengan menebak pekerjaan Dr. Watson hanya dari melihat potongan rambutnya dan warna kulitnya. Ia juga dapat menebak hubungan Dr. Watson yang kurang baik dengan saudaranya dari telepon genggamnya, dan bahkan dapat mengetahui bahwa kaki Dr. Watson yang pincang hanyalah disebabkan oleh pikirannya sendiri (psikosomatis) dari caranya berdiri dll… Tebakan terakhir terbukti ketika Dr. Watson dapat berlari dengan lincah (lupa mengambil tongkat berjalannya) ketika ia dan Sherlock mengejar seseorang yang dicurigai sebagai pelaku pembunuhan berantai itu.

Bagi saya, film ini selain sangat menghibur juga memberi inspirasi kepada saya untuk memerhatikan detail-detail kecil yang tersebar di sekitar saya. Mungkin saya tidak akan pernah bisa seperti Sherlock Holmes yang dengan cepat dapat melihat detail penting yang terlewatkan oleh orang lain, tetapi saya yakin ketika saya mengamati detail-detail yang ada di sekitar saya, hal itu akan menjadi kebiasaan yang akan menguntungkan saya di kemudian hari. Selain saya, teman-teman yang lain juga mendapat pelajaran-pelajaran penting setelah menonton film ini. Nah, teman-teman, sekarang giliran kalian untuk menceritakannya melalui komentar ya … 🙂 Kiranya, menjadi berkat bagi pembaca Blog SABDA semuanya.

Yudo

Tentang Yudo

Yosua Setyo Yudo telah menulis 17 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (1) Trackbacks (0)
  1. Wah, kayaknya seru nih… aku belum lihat filmnya. Jadi penasaran dengan “kejelian Sherlock Holmes” yang dikatakan oleh yudo. 🙂


Leave a comment

Connect with Facebook

No trackbacks yet.