Blog SABDA
9May/1219

Menulis Renungan dengan Software SABDA

Pelatihan Penulis

Pada tanggal 7-8 Mei 2012 yang lalu, YLSA kembali menyelenggarakan pelatihan penulis Kristen. Ini merupakan pelatihan penulis kedua yang diadakan oleh YLSA. Pelatihan sebelumnya adalah pada bulan November 2011. Pelatihan yang mengambil tema “Menulis Renungan dengan Software SABDA” ini diadakan di gedung pertemuan GKJ Joyodiningratan, Solo. Terima kasih banyak kepada pengurus GKJ Joyodiningratan yang telah meminjamkan tempat dan fasilitas yang kami butuhkan. Kiranya kerja sama ini dapat menjadi berkat bagi masyarakat kota Solo.

Berbeda dari pelatihan penulis sebelumnya yang mengudang pembicara tamu, kali ini Tim SABDA sendiri yang menjadi pembicaranya. Ada 2 bagian utama dalam pelatihan ini, pertama adalah membagikan materi-materi yang terkait dengan penulisan renungan Kristen. Kedua, adalah pelatihan bagaimana menggunakan software SABDA untuk melakukan penggalian firman Tuhan yang mendalam. Harapan kami, setiap peserta yang mengikuti pelatihan ini semakin diperlengkapi sehingga mereka dapat menjadi penulis-penulis renungan yang berkualitas.

Selain itu, kami juga mempresentasikan produk-produk SABDA sehingga dapat memperlengkapi para penulis renungan ini dengan artikel dan bahan-bahan bermutu dari Yayasan Lembaga SABDA.

Berikut ini adalah kesaksian saya sebagai ketua panitia dan beberapa panitia lain yang mengikuti pelatihan penulis ini:

Back to the Bible” kira-kira frasa itu yang menggambarkan rangkaian pelatihan menulis renungan kemarin malam. Selain itu saya belajar bahwa renungan bukan sekadar merangkai kata-kata yang menghibur dan menyejukkan sesaat. Tapi renungan adalah hasil perenungan dari seseorang yang bergumul dan mempelajari firman Tuhan secara mendalam dan bertanggung jawab. (Ryan)

Kata orang Jerman, ini merupakan “aufklarung” alias pencerahan bagi saya dalam memahami renungan. Salah satu “pembaruan pikiran” yang saya terima dari seminar penilis ini adalah bahwa renungan merupakan penggabungan dari tindakan menyelidiki Allah dan dan pengalaman pribadi, yang dituangkan secara jujur dalam kalimat-kalimat. Renungan lebih bersifat “sharing” daripada menggurui, dan bukan merupakan hasil ‘pemerkosaan’ ayat terhadap topik-topik yang akan diangkat dalam renungan tersebut. Namun sebaliknya, hasil penggalian ayat yang diterapkan dalam kehidupan pribadi dan dibagikan kepada orang lain dalam bentuk tulisan. Meski sulit mencari jenis renungan seperti ini saat ini, tetapi saya harap seminar seperti ini dapat mendorong untuk mengawalinya. (Berlin)

Belajar tidak hanya menelan mentah-mentah bahan renungan yang kita baca. Tapi kita sendiri harus menggali dan menggali terus supaya kita tidak hanya mendapatkan kulitnya saja, tapi juga sari dari ayat-ayat yang kita renungkan. Itu adalah sangat penting didapat dalam sebuah renungan. (Elly)

Berkat yang saya dapat dari seminar penulis kemarin, adalah bahwa mulai saat ini kita harus lebih selektif lagi memilih bahan renungan karena tidak semua renungan Kristen menyampaikan firman Tuhan meskipun dibuat oleh orang Kristen dan ada kutipan ayatnya. Dan yang ditekankan dalam seminar penulis kemarin adalah bahwa renungan bukan hiburan tetapi renungan adalah menyampaikan firman Tuhan kepada pembaca. (Anik)

Respons lain silakan diposting di kolom komentar 🙂

Ryan

Tentang Ryan

Desi Ryanto telah menulis 11 artikel di blog ini..

Cetak tulisan ini Cetak tulisan ini
Comments (19) Trackbacks (0)
  1. Dari seminar ini saya belajar, antara lain, sebuah kenyataan (pahit) bahwa penulisan renungan telah menjadi suatu industri. (Kemarin saja di dalam pelatihan itu Bu Yulia membawa koleksi lebih dari 25 judul renungan bahasa Indonesia sebagai bahan perbandingan!)

    Sebagai sebuah industri, tentu saja ia pada akhirnya berusaha memenuhi kebutuhan pembelinya, sehingga pada akhirnya para penulis renungan cenderung menuliskan hal-hal yang enak dibaca, bukan Firman Tuhan yang ia gali.

    Apabila aku mengingat Allah, maka aku mengerang, apabila aku merenung, makin lemah lesulah semangatku. Sela. (Mazmur 77:4). Saya kangen waktu ketika membaca renungan isinya bukanlah kisah-kisah inspiratif belaka, melainkan pengalaman penulis dengan Firman Tuhan yang mereka hidupi.

    Walaupun saya pulang dari seminar ini dengan hati trenyuh, tapi saya gembira bahwa masih banyak penulis-penulis renungan yang peduli, dan mau meningkatkan kemampuan menulis mereka melalui pelatihan-pelatihan seperti ini.

  2. Hmm.. puji Tuhan, akhirnya hari H yang ditunggu tiba juga. 🙂
    Pelaksanaan pelatihan penulis renungan dengan menggunakan software SABDA telah terlaksana dengan baik. Pesertanya memang tidak sebanyak pelatihan bulan November tahun lalu sih, tapi ini justru lebih efektif karena membahas topik khusus menulis renungan dan pelatihan software SABDA.

    Dari materi yang disampaikan, saya bersyukur bisa mendapatkan pengajaran tentang pentingnya merenungkan firman Tuhan sebelum menulis renungan. Renungan bukan asal ada ilustrasi bagus lalu disambung-sambungkan dengan ayat Alkitab, renungan merupakan hasil penggalian firman Tuhan yang digumulkan beberapa waktu.

    Penulis renungan pun memikul tanggung jawab besar atas apa yang dituliskannya, tidak boleh asal-asalan lebih-lebih menyesatkan. Jia you, penulis renungan! GBU

  3. Saya banyak diberkati melalui pelatihan ini. 🙂

    1. Saat presentasi Yochan: menggali arti kata “renungan” melalui Software SABDA. Asyik dan menyenangkan! Jadi menemukan banyak hal berharga mengenai apa yang harus kita renungkan, kapan, di mana, siapa… seru!

    2. Saat Bu Yulia presentasi: Khotbah vs Renungan. Menulis renungan sama dengan berkhotbah, menyampaikan hasil perenungan/penggalian firman Tuhan kepada orang lain. Jadi, menulis renungan jangan asal-asalan.

    Bersyukur pada Tuhan yang telah menolong Tim SABDA sehingga pelatihan ini bisa berjalan dengan lancar.

    Semangat! Semangat! 🙂

  4. Saya mendapatkan banyak pelajaran ataupun pengetahuan setelah mengikuti seminar ini. Pelajaran yang saya dapat dalam seminar ini, bahwa menulis renungan itu bukan menulis yang asal-asalan. Membuat sebuah renungan membutuhkan waktu, tidak sekadar hanya tulisan dan ditempeli dengan ayat. Proses yang dibutuhkan untuk membuat sebuah renungan yang baik melalui beberapa tahap. Penulis harus benar-benar merenungkan firman Tuhan terlebih dahulu, menggalinya dalam-dalam sehingga bisa merasakan maksud dan kehendak Tuhan melalui Firman yang dibacanya. Setelah mengerti dengan kehendak Tuhan, baru kemudian dituangkan ke dalam tulisan. Sehingga orang yang membacanya benar-benar bisa mengerti kehendak Tuhan yang terdapat dalam tulisan renungan tersebut.

    Dengan menggunakan software SABDA akan lebih cepat dalam proses pencarian dan pemahaman mengenai firman Tuhan. Software ini sangat membantu kepada para penulis renungan ketika dalam membuat renungan, terutama dalam penghematan waktu pencarian. Baik itu pencarian ayat, sumber-sumber bahan, maupun buku-buku biblika. Tetapi tetap disarankan dalam penggalian firman Tuhan tetap mengandalkan otoritas Tuhan yang bekerja.

  5. Dalam pelatihan penulisan renungan ini, Ibu Yulia menekankan berulang kali bahwa penulis renungan haruslah seorang yang merenungkan firman Tuhan. Ketika menulis, kita harus melakukan penggalian Alkitab yang medalam dan bertanggung jawab. Sebuah tulisan renungan harus merupakan tulisan yang Kristosentris (berpusat pada Kristus), In Christi Glorium (untuk kemuliaan Kristus), dan Soli deo Gloria (segala kemuliaan hanya bagi Tuhan). Renungan Kristen bukan tulisan yang menyenangkan hati pembaca (yang adalah customer), namun bagaimana sebuah tulisan renungan membawa setiap pembaca merenungkan firman Tuhan dan memuliakan Tuhan. Saya sungguh terberkati dan punya paradigma baru ketika menulis sebuah renungan 🙂

  6. Ada tiga kata yang perlu diingat: “Kristosentris”, “In Christi Glorium” dan “Soli Deo Gloria.” Bagi saya, ketiga kata inilah yang begitu saya rasakan mendasari jalannya seminar dan juga dijelaskan sebagai tujuan dari setiap penulisan renungan Kristen. Adapun “Kristosentris” berarti setiap renungan Kristen harus berpusat kepada Kristus. Lalu “In Christi Glorium” artinya renungan Kristen harus berisi pengagungan dan pujian akan karya Kristus. Sedangkan “Soli Deo Gloria” sendiri berarti segala kemuliaan hanya bagi Tuhan di dalam kita melayani Tuhan sebagai penulis Renungan Kristen. Berkat besar inilah yang memotivasi saya untuk terus mengembangkan diri dan semakin menulis lebih banyak.

  7. Selama ini, renungan bagi saya hanyalah sekadar cemilan rohani. Di samping berisi cerita yang menarik tentang pertolongan Tuhan yang manis dan membuat semangat lagi. Tapi lama kelamaan, saya menilai sebuah renungan sebagai cerita yang menarik dan inspiratif yang diperkuat dengan adanya ayat firman Tuhan. Kemudian, setelah seminar penulis renungan di hari pertama, saya menemukan betapa berbobotnya sebuah renungan jika kita mau benar-benar merenungakannya, bukan hanya mendapat cerita yang menarik dan manis, tapi juga dapat menggali firman Tuhan dan bisa lebih lagi dan lagi kita akan mendapat berkat yang luar biasa.

    Saat membuat renungan juga, saya pikir itu adalah pekerjaan yang ringan yang bisa dibuat dengan cepat dan pasti bermanfaat. Tapi ternyata, membuat renungan membutuhkan totalitas dalam membuat renungan, tidak boleh asal saja. Hal yang membuat saya berdecak saat mengetahui renungan itu bisa “menyesatkan orang”, jika kita salah dalam membuat renungan. Gali firman Tuhan lebih dalam dan semakin dalam adalah kunci utama dalam membuat renungan. Biarlah kita belajar dari kejadian yang lalu dan semakin diperbarui.

  8. Yang saya dapat dari pelatihan penulis renungan adalah sebuah tantangan yang (saya yakin) harus dijawab oleh penulis renungan mana pun untuk terlebih dulu merenung dan bergumul dengan ayat firman Tuhan sebelum membagikannya lewat tulisannya.

    Saya masih ingat kalimat Ibu Yulia di akhir acara bahwa sebaik-baiknya Software SABDA maupun alat bantu penggalian Alkitab yang lain tidak bisa menggantikan perenungan dari penulis renungan itu sendiri.

    Melalui materi kemarin, saya diingatkan untuk semakin bertanggung jawab dalam penggalian Alkitab karena sebenarnya kegiatan itulah yang menjadi tulang punggung dalam penulisan renungan.

  9. Yang saya dapat dari pelatihan ini, dalam menulis suatu renungan harus melakukan penggalian ayat-ayat Alkitab terlebih dahulu secara teliti dan merenungkan ayat-ayat tersebut, sehinga kita dapat memahami apa yang disampaikan firman Tuhan kepada kita. Setelah kita tahu maksud dari ayat-ayat tersebut, kita baru bisa mencari pengalaman pribadi atau orang lain yang sesuai untuk dijadikan contoh.

    Jangan memaksakan suatu pengalaman yang ingin dibagikan dengan ayat-ayat yang direnungkan. Renungan Kristen harus bercerita tentang Kristus dan pengajaran-pengajaran dari Kristus. Jangan sampai kita menyesatkan orang melalui renungan-renungan yang kita tulis.

  10. Menulis renungan itu seperti curhat dan bukan menggurui. Menulis renungan itu berarti juga menyampaikan firman Tuhan. Jadi, dalam menulis renungan benar-benar “merenungkan” firman Tuhan, menggali ayat lebih dalam, mengetahui konteks, latar belakang, tujuan, dll.. Nah, dengan software SABDA, maka sangat menolong sekali. Selanjutnya, menghidupi ayat tersebut dan merefleksikannya dengan kehidupan pribadi.

    Satu lagi kalau mau buat renungan, coba berikan pendahuluannya saja ke orang lain untuk dibaca. Jika menarik (bisa membuat penasaran), maka kemungkinan tulisan renungan sudah baik.

    Mari “merenung”. 🙂

  11. Menulis renungan itu seperti menyampaikan khotbah dengan satu poin. Jadi, renungan yang dibuat juga punya tugas mendidik dan mengajar jemaat Tuhan, seperti halnya dengan khotbah. 🙂

  12. Ketika kita membaca sebuah renungan, apakah hal ini sama dengan merenungkan firman Tuhan? Satu pertanyaan yang mengingatkan saya secara pribadi bahwa renungan yang saat ini banyak beredar di pasaran, bukanlah “menu” utama dalam bersaat teduh. Bahan-bahan tersebut hanyalah sebagai pendamping ketika bersaat teduh. Menu utama dalam bersaat teduh adalah membaca Alkitab + merenungkan apa yang tertulis di dalamnya.

    Secara pribadi, saya tidak pernah menggunakan bahan-bahan renungan yang beredar di pasaran ketika bersaat teduh (saya memiliki alasan kenapa tidak menggunakan bahan-bahan tersebut, gak perlu di sharekan ya…:)). Saya lebih suka membaca Alkitab secara berurutan dari Kejadian sampai Wahyu. Dari pelatihan ini, saya berharap, para penulis renungan semakin diperlengkapi dan dapat menghasilkan renungan yang lebih berbobot. GBU

  13. Satu pelajaran yang saya dapatkan dalam pelatihan ini adalah bahwa “Renungan” tidak jauh berbeda dari “Khotbah”. Keduanya berdasarkan firman Tuhan. Firman Tuhanlah yang diberitakan dalam renungan, bukan hanya fokus pada ilustrasi saja seperti yang banyak ditemukan dalam banyak buku renungan pada saat ini.

    Pengalaman yang menarik ketika melihat renungan yang dibuat oleh peserta ditampilkan di layar. Ternyata, memang tidak mudah untuk membuat sebuah tulisan renungan, karena harus memerhatikan dari beberapa sisi, seperti: penulisan yang baik, menyampaikan firman Tuhan dengan benar, pendahuluan dan penutup yang baik, dan beberapa faktor lain. Tidak sesederhana yang saya pikirkan sebelumnya.

  14. Ada suatu pertanyaan yang diberikan Ibu Yulia saat memberikan pelatihan: “Apakah seorang membaca renungan berarti sudah merenungkan firman Tuhan?”
    Waktu dengar pertanyaan ini, saya sadar bahwa kadang-kadang buku-buku renungan bisa membuat saya malas untuk menggali dan merenungkan firman Tuhan.

    Pelajaran yang saya dapatkan atau diingatkan dari pelatihan renungan kemarin adalah untuk merenungkan dan menggali firman Tuhan saat renungan, dan tidak bergantung pada buku renungan yang ada.

  15. Dari pelatihan ini, saya berpikir bahwa ternyata membuat sebuah renungan tidak se-simple yang saya bayangkan. Ada aturan-aturan khusus yang harus dipatuhi demi menghasilkan sebuah renungan yang baik dan alkitabiah. Dengan menggunakan sofware SABDA akan lebih memudahkan seseorang dalam membuat renungan yang baik, karena banyak fitur untuk dipergunakan dalam penggalian Alkitab secara bertanggung jawab. Jadi, saya sangat diberkati dengan pelatihan ini.

  16. Shalom,

    Kapan kegiatan yang sama diadakan di Surabaya?

    Terima kasih dan selamat melayani Indonesia dengan Kasih-Nya.

    GBU,
    Johannes.S

  17. @Johannes Sutiktio: Wah, belum tahu nih pak 🙂
    Menurut Pak Johannes, apakah peminat dunia penulisan Kristen di Surabaya cukup banyak? 🙂

  18. Boleh Saya menulis Renungan Di Blog SABDA…

  19. Emmmhh bisa ya pakai Software SABDA untuk membuat renungan? Cukup menarik nih. 🙂 Kemarin pas kopdar di Bogor tidak sempat kali ya hihi, boleh nih kapan kalau ada di Jakarta, saya coba ikutan. 🙂

    GBU,
    justkrisma


Leave a comment

Connect with Facebook

No trackbacks yet.